Dalil-Dalil yang Digunakan Kalangan yang Mewajibkan Cadar

Fulana setelah menikah untuk kedua kali (suami pertama meninggal), ia makin rajin mengikuti kajian keislaman. Kemudian ia menetapkan untuk mengenakan cadar atau niqab. Suaminya terkejut dgn pergantian tersebut. Setelah diberikan argumentasi, sang suami mengetahui & menerima keputusan istrinya itu.

Fulana adalah satu dr sekian muslimah yg menetapkan untuk memakai cadar. Kalangan yg mewajibkan cadar menilai setiap perempuan wajib menutup muka (menggunakan niqab) berangkat dr pendapat bahwa wajah itu belahan dr aurat wanita yg wajib ditutup. Selain itu, wajah perempuan dinilai tak halal dilihat oleh lawan jenis yg bukan mahram.

Dalil-dalil yg disampaikan para penganut cadar yaitu wajib antara lain:

A. Surat An-Nuur: 31

Katakanlah pada wanita yg beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, & kemaluannya, & janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yg nampak dr padanya.” (QS. An-Nur: 31).

Dengan mengutip riwayat pendapat dr Ibnu Mas`ud, bagi mereka yg berpandangan wajib, bahwa yg dimaksud suplemen yg tak boleh ditampakkan adalah wajah, karena wajah ialah pusat dr kecantikan. Sementara yg dimaksud dgn `yang umum terlihat ` bukanlah wajah, melainkan selendang & baju.

Akan tetapi riwayat ini berbeda dgn riwayat yg shahih dr ashab tergolong riwayat Ibnu Mas`ud sendiri, Aisyah, Ibnu Umar, Anas & yang lain dr golongan tabi`in bahwa yg dimaksud dgn `yang biasa nampak darinya bukanlah wajah, tetapi celak mata (al-kuhl ) & cincin. Riwayat ini kata Ibnu Hazm yaitu riwayat yg paling shahih.

B. Surat Al-Ahzab: 59

Hai Nabi, katakanlah pada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu & istri-istri orang mu`min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh badan mereka`. Yang demikian itu semoga mereka lebih gampang untuk diketahui , alasannya adalah itu mereka tak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Al-Ahzab:59)

  Hukum Menutup Aurot

Adalah ayat yg paling utama & paling kerap dikemukakan oleh penganut wajibnya cadar. Mereka mengutip pertimbangan para mufassirin terhadap ayat ini bahwa Allah mewajibkan para wanita untuk menjulurkan jilbabnya ke seluruh badan mereka tergolong kepala, muka & semuanya, kecuali satu mata untuk menyaksikan. Riwayat dikutip dr usulan Ibnu Abbas, Ibnu Mas`ud, Ubaidah As-Salmani & lainnya, meskipun tak ada akad di antara mereka wacana makna `jilbab` & makna `menjulurkan`.

Akan tetapi apabila diteliti lebih jauh, ada inkonsistensi nukilan pendapat dr Ibnu Abbas ihwal wajibnya cadar. Sebab dlm tafsir di surat An-Nuur yg berbunyi (kecuali yg zahir darinya), Ibnu Abbas justru mempunyai pertimbangan yg sebaliknya.

Ulama yg tak mewajibkan niqab menyampaikan; ayat ini sama sekali tak bicara ihwal wajibnya menutup muka bagi wanita, baik dengan-cara bahasa maupun dengan-cara kebiasaan (‘urf). Sebab yg diperintahkan justru menjulurkan kain ke dadanya, bukan ke mukanya. Tak didapatkan ayat lainnya pula yg menyuruh untuk menutup wajah.

C. Surat Al-Ahzab: 53

Apabila ananda meminta sesuatu pada mereka, maka mintalah dr belakang tabir. Cara yg demikian itu lebih suci bagi hatimu & hati mereka. Dan tak boleh ananda menyakiti Rasulullah & tak mengawini istiri-istirinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar di segi Allah.`(QS. Al-Ahzab: 53)

Para pendukung kewajiban niqab pula memakai ayat ini untuk menguatkan pendapat bahwa perempuan wajib menutup wajah mereka & bahwa wajah termasuk pecahan dr aurat wanita. Mereka mengatakan bahwa meski khitab ayat ini pada istri Nabi, namun kewajibannya pula terkena pada semua perempuan mukminah, karena para istri Nabi itu adalah teladan & teladan yg harus dibarengi.

  Alasan Perempuan Ini Menolak Pinangan Rasulullah

Selain itu alasannya untuk menjaga kesucian hati, baik bagi laki-laki yg menyaksikan ataupun buat para istri nabi. Sesuai dgn firman Allah dlm ayat ini bahwa cara yg demikian itu lebih suci bagi hatimu & hati mereka (istri nabi).

Apabila disimak lebih mendalam, ayat ini tak bicara masalah kesucian hati yg terkait dgn zina mata antara para sahabat Rasulullah SAW dgn para istrinya. Kesucian hati ini kaitannya dgn perasaan & fikiran mereka yg ingin menikahi para istri nabi nanti sesudah nabi meninggal dunia.

Sementara perintah untuk meminta dr balik tabir, merupakan kekhusususan dlm bermuamalah dgn para istri Nabi. Tak ada kaitannya dgn `al-Ibratu bi `umumil lafzi laa bi khushushil ayah`. Ayat ini memang khusus membahas budpekerti pergaulan dgn istri nabi. Dan mengqiyaskan antara para istri nabi dgn seluruh wanita muslimah adalah qiyas yg kurang sempurna, qiyas ma`al-fariq. Karena para istri nabi memang mempunyai standar etika yg khusus.

“Hai istri-istri Nabi, ananda sekalian tidaklah mirip perempuan yg lain, kalau ananda bertakwa. Maka janganlah ananda tunduk dlm berbicara sehingga berkeinginanlah orang yg ada penyakit dlm hatinya & ucapkanlah perkataan yg baik.” (QS.Al-ahzab:32)

Wallahua’lam. [Paramuda/Wargamasyarakat]