Contoh Naskah Drama Monolog 1 Orang

Contoh Drama Monolog Satu Pemain – Sobat yg sering bersinggungan dgn karya sastra pastilah sudah mengenal perumpamaan Monolog dlm Drama. Tapi apakah bergotong-royong ungkapan Drama Monolog itu? Drama Monolog adalah drama yg berisi perihal percakapan seorang pemain film dgn dirinya sendiri. Kebanyakan apa yg diucapkan pemain tersebut tak ditujukan pada orang lain. Isinya, mungkin ungkapan rasa senang, rencana yg akan dilaksanakan, perilaku terhadap suatu kejadian, & lain-lain.

Berikut Contoh Drama Monolog yg mampu sobat simak.


“Nasib Pak Tua” 

(dimulai dr instrument “lagu Pak Tua” dgn kunci dasar E”) 


Setting:


Layar terbuka


Suasana agak temaram, kira-kira pukul 18.00. Seorang laki-laki, agak tua, sekitar 60 tahun, kerutan diwajah terlihat tergurat, kulit sawo matang duduk disebuah bangku menghadap kedepan. Laki-laki renta duduk kalem, kaki diselunjur kedepan, tangan kanan memegang sebotol vodka, tangan kiri mengayun-ayun. Kepala menyandar ke dingklik, menghadap keatas, bertopi koboi. Disebelah bangku sekitar 1 meter ada suatu meja persegi sedang dgn taplak yg kusam dgn sebuah lampu teplok dgn cahaya yg temaram. Selain lampu, ada sepiring nasi sudah basi, sepertinya sudah dua hari. Selain itu, sebuah buku tulis lusuh pula sebuah mini tape yg sudah usang.

Pak Tua (PT): Sudah 5 tahun (duduk dgn benar, seperti mengkalkulasikan dgn jari tangan kiri, dgn wajah serius) iya (seperti terkejut) benar, sudah 5 tahun (kembali keposisi semula) apa yg telah kulakukan selama lima tahun ini? Kenapa tidak punya duit? (menegak minumannya, kemudian duduk benar menunduk)

PT: (mengangkat kepala) sahabat-sahabatku pasti sudah ada diseberang benua sekarang (tertawa) mulanya mereka kutipu dgn peta harta karun artifisial (tertawa tambah terbahak-bahak) mereka kutipu! Hahaha, mereka tertipu! (tertawa dgn sesekali meneguk minumannya)

PT: Tapi kenapa Syarif si tukang ayam bercerita bahwa mereka betul-betul mendapatkan harta karun disana & hidup kaya raya (berhenti tertawa & kembali menunduk) Syarif niscaya berbohong (berdiri) niscaya (mengacungkan jari telunjuk kedepan) niscaya laki-laki dgn anyir usus unggas itu menipuku? ia kira gue akan tertipu? (menggaruk kepala yg tak gatal) namun Syarif bukan penipu (verbal galau) gue kenal ia sejak ia & gue masih sama-sama bujangan, hingga ia sudah punya 6 cucu sedangkan gue masih bujangan hingga hari ini.

Pak Tua berjalan mondar-mandir sempoyongan, mirip berfikir keras, sambil sesekali menegak minumannya.

PT: Jangan-jangan peta sesuai imajinasiku saja tetapi sungguh-sungguh positif? Kudengar kapal besar Spanyol memang pernah karam disana (statis) kenapa gue tak pergi duluan kesana (penuh sesal) kenapa gue tak pergi kesana? (kembali duduk) tunggu (seperti teringat sesuatu) gue masih menyimpan draft peta itu dibukuku (bergegas menuju meja & mengambil buku kembali ketempat duduk) hahaha (sambil membuka buku) bila benar masih ada, tentu gue mampu menyusul & ikut kaya (tertawa sambil membuka buku perlembar) benar.

  Contoh Drama Komedi Satu Babak Karya Anton Chekhov

Cukup lama Pak Tua membolak-balik buku, mencari dgn teliti. Merasa pencahayaan kurang, ia menarik kursinya kedekat meja kemudian membesarkan nyala lampu teploknya.

PT: Ini ia! (menunjuk halaman yg dicari) aku mampu draft petanya! Baik, kini waktunya bergegas & berlayar! Berlayarlah-berlayarlah! Hahaha (berdiri & bersiap hendak bergegas, datang-tiba termangu) tapi (jeda) pasti harta itu sudah habis, yah sudah disikat tanpa ampun oleh dua babi bau tanah itu! Aku tak akan kebagian. (menarik nafas panjang) gue tak akan kebagian (kembali duduk) atau gue berimajinasi kembali & menciptakan peta gres, kali ini lokasinya tak usah jauh-jauh, dibelakang rumahku saja, hahaha gue pasti akan kaya, tunggu saja gue niscaya akan kaya! (berdiri & mencari pena)

PT: (mencari pena hingga kebawah meja, kemudian berhanti mencari) dimana penaku? Bagai mana gue bisa menciptakan peta kalau gue tak ada pena? (gundah) tunggu, (balik kekursi, duduk sambil menegak minumannya) memangnya kapal Spanyol pernah tenggelam dibelakang rumahku? (kembali menggaruk kepalanya yg tak gatal, gundah) Lagi pula kapan Syarif berjumpa dgn mereka, Syarif niscaya mengarang cerita. Tak ubahnya seperti seekor kancil renta yg mencoba mendustai singa bau tanah, hahaha, Syarif pasti bohong (seketika duka) kenapa Syarif menipuku? Apa salahku padanya? Bukankah tatkala ia menikah dahulu, gue yg menjadi juru bicaranya waktu Bekulo karena ia anak yatim piatu & tak bersanak keluarga disini! (menahan amarah) bukankah gue yg mengenalkan ia dgn pacarnya yg kemudian jadi istrinya! (kian marah, menggenggam tinju kedua tangannya) bukankah gue dgn motor bututku yg mengantarkannya hingga ke simpang Bukit dahulu cuma ia ngapel calon istrinya! (kian murka) kenapa ia menipuku? (dengan lantang)

Seperti kelelahan, kembali duduk & istirahat

PT: Tapi? Siapa yg menyatakan bahwa ia menipuku? Bukankah ia sahabat karibku (menegak minumannya) lagi pula apa untungnya ia menipuku? Ah! Peduli setan, gue tak perlu meminta maaf kepadanya, (berfikir) ia tak tahu kalau gue tadi marah padanya,(termenung sesaat) tetapi bukankah gue tadi sudah memfitnahnya! Fitnah lebih kejam dr membunuh! Membunuh lebih kejam dr memperkosa! (kembali berfikir, berdiri, mirip ketakutan) memiliki arti gue lebih parah dr memperkosanya? Tidak-tidak! Aku lelaki normal! ( kembali duduk, diam)

Pak renta mengambil mini tape diatas meja & memutarnya. Terdengar suara instrument lagu “Lotus Feet” dgn gitar akustik, pak bau tanah mendengarkannya dgn seksama seakan ikut terhanyut dgn lagu itu. Sambil sesekali meneguk minumannya. Lagu seketika terhenti, Pak Tua terbangun.

  Drama Persahabatan Pilihan untuk 5 Orang

PT: Berimajinasi! Kembali berimajinasi! Bukankah khayalan lebih berharaga dr ilmu pasti! Pasti! (berturut-turut : berlangsung mondar-mandir sempoyongan, hampir terjatuh didekat meja & berpegangan pada meja, menegak minuman, berhenti, menghadap jauh kedepan, memandang kosong, terbelalak, duduk diatas meja) Hebat! Hebat sekali! Benar-benar-benar! Aku mesti berimajinasi & bermimpi! Hidup ini diawali dgn mimpi & diakhiri dgn mimpi, gue mesti bermimpi, iya (kian bersemangat) gue mesti bermimpi! Coba jika gue banyak habiskan waktu untuk bermimpi dr dahulu, niscaya saat ini gue sudah mampu menata kehidupanku, benar, menata menjadi lebih baik (turun dr atas meja, berlangsung kesudut panggung kanan depan & kembali duduk dgn tangan memeluk kedua kaki didepan, memejamkan mata)

Cukup lama Pak Tua memejamkan mata, diiringi dgn chorus “lagu Pak Tua”. Tiba-datang, suara gitar menjadi semakin keras & terhenti tatkala Pak Tua terbangun.

PT: Anjing! Kenapa gue tak mampu bermimpi! Aku harus bisa berimajinasi ! Hanya hitam saja!(resah, melongo, memegangi perut) atau jangan-jangan lapar ini yg mengganggu konsentrasiku untuk berkhayal indah! Dasar ndeso kamu perut tua!(memarahi perut sendiri) Otak yg berfikir, kau yg minta diisi! Dimana otakmu! Kenapa Tuhan tak menciptakan kamu punya otak sendiri, mirip semacam chip begitu! (kecapekan, selunjurkan kaki, tangan menopang tubuh dibelakang, menyaksikan atas)

PT: (masih melihat atas) coba jikalau masa mudaku tak kuhabiskan dgn membunuh, & merampok! Tentu masa tuaku akan senang (jeda, menegak minumannya) kini! Jangankan wanita, kambing betina pun tak sudi kuperistri! (kembali duduk lazimdgn kaki masih diselunjurkan kedepan) gue tahu menyesal tak berguna, seandainya mesin waktu di film kartun itu benar-benar ada (berfikir, menegak minumannya) Film kartun! Yah film kartun! (berdiri) namun, TV 14 inch tanpa warna itupun sudah kujual 2 minggu yg lalu untuk beli nasi! Aku tak bisa nonton film kartun kini! Gila! Untuk beli nasi pun gue mesti menjual TV (kembali duduk dgn lesu)

PT: (mirip teringat sesuatu) Benar, nasi! Aku baru ingat bahwa gue lapar & tak mampu bermimpi tadi (berturut-turut: bangkit, menuju meja, melihat nasi, mengambil nasi segenggam & memakannya, muntah) Anjing bau tanah! Nasi ini basi! Sudah berapa hari disini! Dasar gila! Kau mau membunuhku! (marah sambil menunjuk sepiring nasi, berhenti, kembali ke sudut panggung kanan depan, duduk dibawah) kemudian bagaimana kini! (menunduk, menangis tersedu, kemudian tertawa, menghadap depan)

PT: (menjumlah dgn jari, sambil sesekali meneguk minumannya) sambil menghitung gue masih ada kursi, meja, lampu, sebuah piring lengkap dgn nasinya yg sudah busuk, buku, mini tape & (terhenti, agak ragu) baju dibadanku. (menyaksikan berkeliling dgn menyeringai, menegak minuman) yang mana? Yang mana akan kujual apalagi dahulu? (menunjuk seluruh benda yg berada dirumahnya, tunjuknya berhenti pada dingklik) Nah! Kamu duluan! Engkau harus berkorban demi saya! Haha! Lumayan, pasti kau laris sekitar 10 ribu rupiah! Hahaha(terhenti) namun dimana gue akan duduk! Kenapa gue harus sakit kepala, toh tadi gue duduk di sana(menunjuk sudut kanan panggung) & disana (menunjuk meja). (berlangsung menuju bangku & mengangkatnya) Tunggu! Sebelum kau kujual, izinkan gue mendudukimu dahulu untuk terakhir kali (duduk di bangku) Eh! Kau mirip keberatan! (menyaksikan pada kursi) kau keberatan gue duduk diatasmu untuk terakhir kali hah (mendekatkan telinga ke dingklik, wajah fokus menyimak , terkejut) Hah! Kau keberatan kujual? Jangan begitu (menegak minuman, namun sudah habis, menyaksikan kebotol dgn seksama) kau pula mau mencari persoalan denganku! Sama mirip kursi, kau pasti pula akan kujual! (kembali melirik bangku) jangan kamu menatapku mirip itu, kau tega gue mati kelaparan! Yang lebih parah lagi, gue tak mampu berimajinasi untuk masa depanku! (mendekatkan telinga kekursi, mendengar)

  1.Bentuk Drama Yang Berkembang Dimasyarakat Diantaranya Adalah....

Pak Tua tertunduk lesu, menaruh botol kosong bekas minumannya ke atas meja dekat lampu kemudian berjalan dgn lesu kesudut kanan panggung, kemudian duduk.

PT: Kau benar kursi! Untuk apa gue memikir masa depan! Aku sudah tua, sudah renta! Bila Azis, si tukang kayu mati umur 59 & Jidin si tukang bubur pula mati umur 63, kapan gue mati! Aku sudah 60 tahun sekarang! Kenapa gue tak mati-mati juga! Makara gue tak sakit kepala menimbang-nimbang perutku lagi! Maafkan gue kursi, kamu benar. Aku sudah harusnya memikirkan alam baka, (melongo, menghadap depan lesu dgn tatapan kosong) tetapi! (tersadar) ketika ini gue perlu makan! Mau tak mau gue akan tetap menjualmu! (menghadap kekursi sebentar, kemudian menghadap kedepan) walaupun gue tak memiliki arti 3 atau 5 tahun kedepan! Tapi gue mesti memiliki arti hari ini! Izinkan gue makan semoga mampu berkhayal & bisa menciptakan sesuatu hari ini! Aku mohon (berdiri, berjalan sempoyongan kearah bangku, menjatuhkan diri, bersimpuh pada dingklik) gue mohon, izinkan gue menjualmu, izinkan saya, gue mohon! (tersentak, mendekatkan indera pendengaran ke bangku) terima kasih, kau benar-benar sahabatku, jaga dirimu baik-baik (berdiri, memegang dingklik) sampaikan salamku pada tuan barumu nanti (mengangkat bangku, keluar dr panggung)


** SELESAI **

Ditulis oleh: Adhy Pratama, Teater Petass