Contextual Teaching And Learning (Ctl)

Contextual Teaching and Learning (CTL) ialah suatu strategi pembelajaran yang menekankan terhadap proses keterlibatan siswa secara sarat untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan konkret sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Komponen Pembelajaran Kontekstual

1. Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran kontekstual, ialah bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia bertahap, yang risikonya diperluas lewat konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong.

2. Menemukan (Inquiry)
Menemukan ialah proses pembelajaran yang didasarkan pada penelusuran dan penemuan lewat proses berpikir secara sistematis. Secara lazim  kegiatan inkuiri bahu-membahu suatu siklus. Siklus itu berisikan tindakan selaku berikut :
  • Merumuskan duduk perkara
  • Mengumpulkan data melalui pengamatan
  • Menganalisis dan menghidangkan hasil dalam bentuk tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya yang lain
  • mengkomunikasikan atau menyuguhkan hasil karya pada pembaca, sahabat sekelas, atau audiens yang lain

3. Bertanya (Questioning)
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai aktivitas guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kesanggupan berpikir siswa. Bertanya adalah sebuah taktik yang dipakai secara aktif oleh siswa untuk menganalisis dan mengeksplorasi gagasan-ide.

Menurut Nurhadi dan Agus (2003) dalam pembelajaran, acara bertanya berkhasiat untuk:
  • Menggali berita, baik manajemen maupun akademis
  • Mengecek pemahaman siswa
  • Memecahkan masalah yang dihadapi
  • Membangkitkan respon terhadap siswa
  • Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
  • Mengetahui hal-hal yang telah dimengerti siswa
  • Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang diharapkan guru
  • Untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa
  • Untuk menyegarkan kembali wawasan siswa

4. Masyarakat belajar (Learning community)
Konsep penduduk belajar dalam CTL menyarankan biar hasil pembelajaran diperoleh lewat kolaborasi dengan orang lain. Kerja sama itu mampu dijalankan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah.

5. Modeling (Pemodelan)
Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menghendaki para siswanya untuk berguru, dan melakukan apa yang guru inginkan semoga siswa-siswanya melakukan. Dengan kata lain, pemodelan ialah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu selaku acuan yang dapat ditiru oleh siswa.

6. Reflection ( Refleksi)
Refleksi yakni cara berpikir wacana apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di abad yang kemudian. Refleksi merupakan respon kepada insiden, acara, atau pengetahuan yang gres diterima.

7. Authentic Assessment (Penilaian yang sesungguhnya)
Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya diputuskan oleh pertumbuhan kemampuan intelektual saja, akan tetapi kemajuan seluruh aspek. Oleh alasannya adalah itu, evaluasi kesuksesan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar mirip hasil tes, akan tetapi juga proses belajar melalui evaluasi nyata atau yang sebenarnya.

Perbedaan Pendekatan Kontekstual (CTL) dan Pendekatan Tradisional (Konvensional)

Pendekatan Kontekstual
  1. Menyandarkan pada pemahaman makna.
  2. Pemilihan info menurut kebutuhan siswa.
  3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
  4. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata.
  5. Selalu mengkaitkan isu dengan wawasan yang telah dimiliki siswa.
  6. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk mendapatkan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis.
  7. Siswa tidak melaksanakan hal yang jelek karena sadar hal tersebut merugikan.

Pendekatan Tradisional
  1. Menyandarkan pada hafalan.
  2. Pemilihan isu lebih banyak diputuskan oleh guru.
  3. Siswa secara pasif mendapatkan informasi, utamanya dari guru.
  4. Pembelajaran sungguh abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.
  5. Memberikan tumpukan informasi kepada siswa hingga saatnya diperlukan.
  6. Waktu mencar ilmu siswa sebagian besar dipergunakan untuk menjalankan buku peran, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).
  7. Siswa tidak melakukan sesuatu yang jelek alasannya adalah takut akan eksekusi.

Penerapan CTL

Model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dapat meminimalkan miskonsepsi siswa dan dapat membimbing siswa dalam pembentukan rancangan baru dan menghubungkan dengan desain usang, sehingga antara konsep yang satu dan desain yang lainnya saling berafiliasi membentuk peta rancangan.  Langkah-langkah yang dipraktekkan dalam pembelajaran  dengan pendekatan kontekstual  yakni selaku berikut:
  • Memberi test diagnostis pada permulaan pembelajaran, untuk mengenali konsepsi-konsepsi siswa mengenai pelajaran.
  • Meluruskan dan memperbaiki rancangan yang salah, dengan memberi pengalaman berguru yang memberikan pertentangan konsep siswa dengan kejadian alam.
  • Melatih siswa dalam merumuskan masalah, melakukan acara observasi, memperoleh konsep gres dan menghubungkan dengan rancangan yang sudah dimiliki siswa.
  Perkembangan Perpustakaan Klasik di Berbagai Negara

Peran Guru dan Siswa dalam CTL

Menurut Bobbi Deporter (1992) ada tiga tipe gaya belajar siswa adalah tipe visual, auditorial, dan kinestetis. Tipe visual yaitu gaya belajar dengan cara menyaksikan, artinya siswa akan lebih singkat berguru dengan cara menggunakan indra penglihatan. Tipe auditorial yakni tipe belajar dengan cara menggunakan alat pendengarannya; sedangkan tipe kinestetis ialah tipe mencar ilmu dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh.

Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang mesti diperhatikan oleh setiap guru menakala memakai pendekatan CTL.
  1. Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang selaku individu yang sedang berkembang. Kemampuan mencar ilmu seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya.
  2. Setiap anak mempunyai kecenderungan untuk berguru hal-hal yang baru dan penuh tantangan.
  3. Belajar bagi siswa yaitu proses mencari keterkaitan antara hal-hal yang gres dengan hal-hal yang telah diketahui.
  4. Belajar bagi anak yakni proses menyempurnakan sketsa yang sudah ada (asimilasi) atau proses pembentukan bagan gres (akomodasi), dengan demikian peran guru ialah memfasilitasi (memudahkan) supaya anak mampu melaksanakan proses asimilasi dan proses kemudahan.