Dalam hadits, kita temukan beberapa doa buka puasa. Yang paling shahih di antara doa-doa itu ialah riwayat Ibnu Umar dlm Sunan Abu Dawud:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
Telah hilang rasa haus, urat-urat sudah berair, & pahala akan kekal insya Allah. (HR. Abu Dawud)
Doa yg biasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam baca setelah minum air saat berbuka ini mengajarkan pada kita bahwa rasa haus itu cuma sebentar. Ia hilang ketika kita berbuka. Sedangkan pahala puasa akan baka selamanya.
Syaikh Majdi bin Abdul Wahab Al-Ahmad menjelaskan dlm Syarah Hisnul Muslim, selesai berbuka maka hilanglah rasa haus & hilanglah kepayahan serta teraihlah pahala. Kepayahan cuma berlangsung sebentar sebab balasannya lenyap & pergi. Yang kemudian muncul adalah pahala yg banyak, kekal & baka.
Saat puasa, kita merasa lapar, kita merasa haus, namun kita menerima pahala. Saat berbuka, Allah cabut rasa lapar, Allah cabut rasa haus, namun Allah tak mencabut pahalanya. Lapar & haus hilang, tinggal ingatan. Sedangkan pahala puasa akan awet.
Daftar Isi
Hilang Lelah, Abadilah Pahala
Demikian pula saat kita beribadah & bederma. Ibadah apa pun. Amal shalih apa pun. Kadang kita lelah. Kadang kita letih. Namun percayalah, itu cuma sementara. Sebentar saja. Sedangkan pahalanya akan infinit selamanya.
Ketika kita shalat, tergolong tarawih & sholat tahajud, mungkin kita lelah. Kaki kita mungkin pegal dikala bangun usang. Namun, lelah itu akan hilang. Rasa pegal pula kesannya tak terasa. Sedangkan pahalanya kekal. Lelahnya bangkit dlm shalat gampang-mudahan menjadi pengurang lelah kita berdiri di yaumul mahsyar nanti.
Kita pula bisa letih ketika tilawah. Semakin banyak kita membaca Al-Qur’an, kian banyak energi yg kita butuhkan. Semakin banyak kita mengkhatamkan Al-Qur’an, wajar kita lelah fisik kita bertambah. Namun, letih itu akan sirna. Yang awet yakni pahalanya.
Pun saat kita melakukan pekerjaan , mencari nafkah untuk keluarga. Tentu ada letihnya, pasti ada lelahnya, apalagi di bulan Ramadhan dlm kondisi berpuasa. Namun percayalah, letih akan sirna. Lelah akan hilang tak lagi terasa. Yang infinit adalah pahalanya.
Karenanya, kita optimalkan semangat mujahadah kita. Lebih rajin di bulan Ramadhan yg Allah lipatgandakan pahala seluruh amal kebaikan.
Imam Syafi’i lazimnya membagi malamnya menjadi tiga pecahan. Satu bagian untuk menulis, satu belahan untuk istirahat, satu penggalan untuk shalat. Di bulan Ramadhan, beliau mengkhatamkan Al-Qur’an hingga 60 kali.
Dan inilah pesan tersirat Imam Syafi’i: “Ketika kamu-sekalian sudah berada di jalan yg benar menuju Allah, maka berlarilah. Jika sukar bagimu, maka berlari kecillah. Jika ananda lelah, berjalanlah. Jika itu pun tak bisa, merangkaklah. Namun, jangan pernah berhenti atau berbalik arah.”
Istirahat Kita Kelak di Surga
Imam Ahmad bin Hanbal pula demikian. Malam hari ia menulis kitab & memperbanyak shalat. Hanya tiga sampai empat jam tidurnya. Siang hari nyaris tak bisa istirahat. Beliau berdakwah, mengajar, & membina umat.
Hingga salah seorang murid yg merasa Imam Ahmad tak pernah istirahat bertanya, “Wahai Imam, kapankah waktunya istirahat?” Beliau pun menjawab, “Nanti, tatkala kaki kita sudah menginjak nirwana.”
Masya Allah, jawaban ini laksana cambuk bagi kita yg jam tidurnya masih usang. Masih sedikit amal ibadahnya. Dan kadang-kadang kurang betul-betul berupaya.
Maka Ramadhan ini menjadi momentum bagi kita untuk lebih sungguh-sungguh dlm mujahadah. Sebagaimana belakang layar di balik makna doa buka puasa, letih kita nanti akan hilang, tinggal kenangan. Sedangkan pahala, akan kekal infinit di segi-Nya. Dan mudah-mudahan kelak kita bahu-membahu menuainya di surga. [Muchlisin BK/Wargamasyarakat]
*Tema-tema lain dgn konten lebih panjang ketimbang ceramah Ramadhan singkat ini bisa dibaca di Ceramah Ramadhan