Ibadah utama di bulan Ramadhan ialah puasa. Rukun Islam yg kewajibannya hanya ada di bulan Ramadhan & tak ada di bulan yang lain. Apa hakikat puasa? Ceramah Ramadhan singkat ini menjelaskannya.
Dalam bahasa Arab, puasa adalah ash Shiyam (الصيام) yg artinya al imsaaku anisy syai’i (الإمساك عن الشيئ) yakni menahan dr sesuatu. Secara istilah, puasa ialah menahan diri dr makan, minum, berhubungan & hal-hal sejenisnya sejak fajar sampai terbenamnya matahari dgn niat memenuhi perintah & taqarrub pada Allah.
Daftar Isi
Hakikat Puasa adalah Meninggalkan Kemaksiatan
Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda perihal hakikat puasa.
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشُّرْبِ، إِنمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ. فَإِنْ سَابَكَ أَحَدٌ أَوْ جَهْلِ عَلَيْكَ فَقُل: إِنِّى صَائِمٌ إِنِّى صَائِمٌ
Puasa itu bukan cuma meninggalkan makan & minum. Akan namun, puasa itu meninggalkan hal-hal yg sia-sia & hal-hal keji. Jika ananda dicaci atau dicemooh orang lain, maka katakanlah, “aku sedang puasa.., gue sedang puasa.” (H.R. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hiban & Hakim)
Inilah hakikat puasa. Bukan sekadar menahan diri dr makan & minum tetapi pula menahan diri dr segala bentuk kemaksiatan & hal-hal yg Allah haramkan.
Laghwun mencakup segala bentuk perkataan & perbuatan yg tidak berguna. Mulai dr gurauan soal musuh jenis hingga aktifitas yg tak ada keuntungannya. Sedangkan rafats adalah perkataan keji yg mempunyai kecenderungan pada syahwat. Atau perumpamaan lainnya pornografi.
Hakikat puasa pula mengurus emosi sehingga tak gampang murka, tak mudah terprovokasi. Bahkan kalaupun ada yg mencaci atau membully, orang yg sungguh-sungguh berpuasa akan bersabar & cukup merespon dgn ucapan, “saya sedang berpuasa.”
Meninggalkan Kebohongan & Kezaliman
Dalam hadits yg lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerangkan hakikat puasa yaitu meninggalkan kebohongan & kezaliman.
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Barangsiapa tak meninggalkan perkataan palsu & pengamalannya, maka Allah tak mempunyai kebutuhan untuk meninggalkan masakan & minumannya (puasanya). (HR. Bukhari)
Berbohong memang tak membatalkan puasa, namun pada hakikatnya ia bukanlah orang yg puasa. Pahalanya menyusut, bahkan hangus sama sekali. Meskipun seharian ia menahan lapar & dahaga.
Apalagi jika kebohongannya mempunyai efek besar. Misalnya sumpah imitasi, membohongi orang, mencuri & korupsi. Semakin besar imbas negatif yg timbul, makin jauh ia dr hakikat puasa. Maka, walaupun sama-sama berdosa, antara mencuri ayam tetangga dgn korupsi milyaran uang negara pasti besaran dosanya berlainan.
Bukanlah puasa kalau seseorang masih suka berbohong, mendustai, menzalimi orang lain, menzalimi hak banyak orang dgn korupsi, & sejenisnya.
Hakikat Puasa ialah Membentuk Taqwa
Hakikat puasa lalu terangkum dlm tujuannya. Yakni membentuk taqwa. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yg beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana sudah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. (QS. Al Baqarah: 183)
Inilah hakikat taqwa, membentuk pribadi bertaqwa. Maka orang yg benar-benar berpuasa, ia akan kian taat kepada perintah Allah & menjauhi larangan-Nya. Sebagaimana Ibnu Katsir rahimahullah merangkum hakikat puasa dikala menafsirkan ayat ini.
“Di dlm ibadah puasa itu terdapat kesucian & kebersihan jiwa, serta mensterilkan dr kotoran yg buruk & adab yg hina,” kata Ibnu Katsir dlm tafsirnya. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/Wargamasyarakat]
*Untuk wangsit ceramah Ramadhan singkat yang lain, silakan baca Kultum Ramadhan 2022