Ibadah utama di bulan Ramadhan yakni puasa. Hal pertama yg kita puasakan ialah perut. Namun, puasa perut bukan sekedar mempuasakannya dr lapar & dahaga. Meskipun ada kuliner & minuman halal, kita tak akan mengkonsumsi & meminumnya dikala puasa. Apalagi jikalau masakan & minuman itu haram.
Dari puasa Ramadhan, kita berguru untuk mempuasakan perut kita. Menjaganya semoga tak ada masakan haram yg masuk ke dalamnya. Bahkan yg syubhat pun, kita berupaya menghindarinya.
Di luar Ramadhan, dlm keadaan tak puasa pun kita perlu memutuskan semoga tak makan berlebihan. Meskipun kuliner itu halal. Bukan saja untuk menjaga kesehatan, namun pula untuk mempertahankan ruhiyah & semangat ibadah. Juga produktifitas dlm kebaikan.
Daftar Isi
Mempuasakan perut dr makanan haram
Hal pertama yg perlu kita tentukan dlm puasa perut yaitu mempuasakannya dr kuliner haram. Sebab kuliner yg haram akan menciptakan doa tertolak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ». ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
Wahai manusia, sesungguhnya Allah Maha Baik & hanya mendapatkan yg baik. Sesungguhnya Allah sudah menyuruh orang-orang mukmin untuk sama seperti yg ditugaskan pada para nabi.
Kemudian dia membaca firman Allah yg artinya, “Wahai para rasul, makanlah masakan yg baik & kerjakanlah amal shalih.” ia pula berfirman yg artinya, “Hai orang-orang mukmin, makanlah masakan yg baik yg sudah Kami anugerahkan kepadamu.”
Kemudian beliau menceritakan seorang laki-laki yg melaksanakan perjalanan jauh hingga rambutnya kusut & kotor, ia menengadahkan tangannya ke langit seraya berdoa, “Ya Rabb, ya Rabb.” Akan namun makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram & ia kenyang dgn yg haram. Maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan.” (HR. Muslim)
Ketika menjelaskan hadits arbain ini, para ulama pertanda bahwa laki-laki tersebut sudah menyanggupi empat hal yg sebaiknya menciptakan doanya terkabul yakni ia seorang musafir, ia lelah, ia menengadahkan dua tangan & sungguh berharap pada Allah. Namun karena kuliner & minumannya haram, doanya tertolak. Sebab masakan haram, minuman haram & pakaian haram ialah penghalang terkabulnya doa.
Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ‘anhu adalah sobat yg terkenal dgn doa mustajab-nya. Apa yg ia minta pasti dikabulkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tatkala seseorang bertanya rahasia doanya yg selalu Allah perkenankan, Sa’ad menjawab, “Tidaklah saya memasukkan satu suapan ke dlm mulutku melainkan saya mengetahui dr mana hadirnya.”
Wahb bin Munabbih, seorang pemuka tabi’in sekaligus pakar sejarah, menasehatkan, “Siapa yg ingin doanya Allah kabulkan, hendaklah ia memperbaiki makanannya.”
Pernah seorang ibu mengajukan pertanyaan pada seorang ustadz alasannya anaknya bandel & tak ingin berubah.
“Saya sudah mendoakan anak saya untuk sekian lama, Ustadz. Selesai shalat fardhu, akhir shalat malam. Tapi anak saya tetap badung. Tidak ada pergeseran sama sekali. Doa saya seperti tak mempan,” kata ibu tersebut menceritakan keadaan anaknya yg duduk di dingklik sekolah menengah.
Sang ustadz diam sejenak. Ia mencoba mencerna keseluruhan dongeng ibu tadi. Dengan nada waspada ia mencoba menggali pertanyaan. “Mohon maaf… apakah Ibu pernah menawarkan makanan dr hasil syubhat atau haram pada anak Ibu?”
Mendengar pertanyaan itu, sang ibu termenung. Air mukanya menyiratkan kekalutan & perlahan matanya berkaca-beling.
“Iya, Ustadz. Kalau dr duit syubhat sering. Suami saya sering menemukan duit yg tak terperinci. Kadang selaku bentuk terima kasih rekanan yg telah dilayaninya. Kadang sumbangan pimpinan yg tak terperinci dr mana. Kadang pula ada rekayasa laporan di tempat kerjanya.”
“Nah, itu Bu. Tatkala anak-anak menemukan asupan makanan yg haram atau syubhat, salah satu efeknya ia bisa terhijab dr doa. Apalagi orang tuanya pula memakan kuliner haram. Semakin tak nyambung itu doanya. Allah tak berkenan mengabulkan doa orang tua tersebut.”
Makanan haram pula mampu membuat seseorang jauh dr hidayah. Bergelimang kemaksiatan atau terjerumus dlm kelamnya dosa.
Kisah yg pernah dialami seorang ustadz perlu menjadi renungan kita bareng . Sudah kesekian kalinya ustadz ini mengunjungi rumah Su’ul, bukan nama sesungguhnya. Namun, ia kembali mendapatkan jawaban serupa.
“Su’ul belum ke sini. Sudah lama ia tak timbul. Sebagai keluarga, kami pasrah saja jikalau Bapak mau memprosesnya ke polisi,” kata sang paman. Dari lelaki paruh baya tersebut pula ustadz ini tahu, Su’ul telah berkali-kali menjinjing lari kendaraan beroda empat orang. Dan kini, ia menjadi salah satu korbannya.
Ustadz memiliki bisnis rental mobil. Beberapa bulan yg lalu Su’ul tiba meminjam kendaraan beroda empat untuk satu bulan. “Ada proyek dr perusahaan,” katanya saat itu. Karena KTP-nya ada, tertera terang alamatnya cuma beda kelurahan, Sang Ustadz melepas kendaraan beroda empat itu. Sebulan berlalu, Su’ul mengembalikan kendaraan beroda empat tersebut.
Beberapa hari kemudian, Su’ul datang lagi. Ia meminjam kendaraan beroda empat dgn alasan yg sama untuk jangka waktu yg sama pula. Selesai satu bulan, Su’ul mengembalikan mobil itu.
Demikian ia ulangi sekali lagi. Namun pada rental yg keempat, satu bulan berlalu belum ada kabar dr Su’ul. Mobil belum dikembalikan, HP Su’ul pula tak mampu dihubungi. Ustadz mulai panik. Hitungan hari sudah berganti pekan.
Ustadz tersebut kemudian mencari Su’ul ke rumahnya sesuai alamat KTP. “Saya istrinya & ini rumah orang tua saya. Su’ul sudah lama nggak pulang. Coba Bapak cari di rumah orang tuanya, mungkin ia di sana,” kata sang istri sambil menyerahkan alamat orang bau tanah Su’ul.
Ustadz ini seperti dipimpong. Di rumah mertuanya tak ada, di rumah orang tuanya pula tak ada. Mendengar dongeng keluarga Su’ul, ia jadi kasihan bercampur geram. Keluarganya sudah pasrah kalau Su’ul masuk penjara. Apalagi melihat ibu Su’ul. Perempuan tua itu terlihat sungguh duka kalau ditanyai tentang anaknya. “Sebaiknya jangan tanya-tanya Su’ul lagi pada ibu, kasihan ia jadi murung nggak mau makan,” kata keluarga Su’ul.
“Apakah Su’ul sewaktu kecil diberi kuliner haram?,” Sang Ustadz tiba-tiba teringat pertanyaan itu. Di luar pencariannya atas mobil yg hilang, ia pula tergelitik untuk menilik latar belakang Su’ul. Ibu Su’ul hanya menangis. Rupanya di waktu kecil, mereka terlibat ‘penzaliman tanah’ & tentu saja Su’ul pula diberi makan dr uang haram tersebut.
Kini kendaraan beroda empat Ustadz itu telah kembali. Tetapi kisahnya menjadi ibrah tersendiri. Sebelumnya pula ada sejumlah perkara yg agak berlainan tetapi mempunyai satu benang merah. Banyak pemuda & orang-orang bermasalah –baik terjerat aturan atau cacat moral- ternyata mereka mengecap duit haram di waktu kecilnya.
Yang lebih angker, kuliner haram akan menyeret tubuh ke neraka. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada Ka’ab bin Ujrah radhiyallahu ‘anhu:
يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, tidaklah daging manusia berkembang dr barang yg haram kecuali neraka lebih berhak atasnya. (HR. Tirmidzi; shahih lighairihi)
Baca juga: Niat Puasa Ramadhan
Mempuasakan perut dr makanan syubhat
Makanan haram sudah terperinci. Baik karena zatnya seperti bangkai, darah, daging babi, binatang yg tatkala disembelih tak disebut nama Allah, minuman keras & narkoba. Maupun alasannya cara memperolehnya seperti mencuri, korupsi, membohongi & sebagainya.
Namun ada pula makanan syubhat yg tak terperinci ia halal atau haram. Baik karena zatnya yg masih menjadi perdebatan para ulama maupun karena cara memperolehnya, sebagaimana kisah seorang ibu di atas, yg mengeluhkan anaknya tak berganti meskipun saban hari ia doakan.
إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ
Sesungguhnya yg halal itu terang, sebagaimana yg haram pun terperinci. Di antara keduanya terdapat kasus syubhat -yang masih samar- yg tak dikenali oleh pada umumnya orang. Barangsiapa yg menghindarkan diri dr masalah syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama & kehormatannya. Barangsiapa yg terjerumus dlm perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. (HR. Bukhari & Muslim)
Selain mempuasakan perut dr masakan haram, kita harus berupaya mempuasakan perut dr masakan syubhat. Sungguh telah ada pola terbaik dr para sobat Nabi & tabi’in dlm meninggalkan syubhat. Abu Dzar al Ghifari radhiyallahu ‘anhu menyampaikan, “Kesempurnaan taqwa ialah meninggalkan beberapa hal yg halal karena takut hal itu haram.”
Ibrahim bin Adham rahimahullah tidak ingin minum air zamzam alasannya adalah timba yg ketika itu dipakai ialah timba milik penguasa. Yazid bin Zurai’ rahimahullah tidak mau mengambil warisan ayahnya alasannya adalah sang ayah yaitu pegawai pemerintah. Khawatir ada harta negara yg terbawa. Ini tingkatan para ulama yg sangat tinggi wara’-nya.
Baca juga: Doa Buka Puasa
Mempuasakan perut dr kuliner berlebihan
Meskipun makanan & minuman halal, hasil kerja sendiri yg halal, Allah mengingatkan supaya kita tak berlebih-lebihan.
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوٓا
…Makan & minumlah, tetapi jangan berlebihan… (QS. Al-A’raf: 31)
Di antara tanda berlebihan yakni tatkala seseorang makan sampai kekenyangan. Rasulullah mengajarkan, yg ideal yakni makan seperlunya yg penting mampu menguatkan tubuh untuk beribadah & melaksanakan kewajiban.
مَا مَلأَ آدَمِىٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلاَتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لاَ مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ
Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yg lebih buruk dr perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun kalau ia harus (melebihkannya), hendaknya sepertiga perutnya untuk makanan, sepertiga untuk minuman & sepertiga lagi untuk bernafas. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah & Ahmad; shahih)
Mengapa kekenyangan ini berbahaya? Imam Syafi’i rahimahullah menerangkan, “Kekenyangan membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, menghilangkan kecerdasan, membuat sering tidur & lemah untuk beribadah.” [Muchlisin BK/Wargamasyarakat]
Ceramah Ramadhan yang lain mampu dibaca di Ceramah Ramadhan 2022