Ceramah Ramadhan 2021: Ramadhan Bulan Taubat

Selain dikenal sebagai syahrul shiyam, syahrush shabr, syahrul Qur’an & syahrul jihad, Ramadhan pula diketahui selaku syahrut taubah. Ramadhan bulan taubat. Sebab Ramadhan memang saat-saat yg sempurna untuk bertaubat.

Sebaik-baik taubat ialah taubat yg secepatnya, tanpa menunggu & menunda-nunda. Maka terkumpullah dua keutamaan jikalau kita bertaubat saat ini: keutamaan lantaran Ramadhannya & keistimewaan karena menyegerakan taubat.

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ

Dan bersegeralah menuju ampunan Tuhanmu … (QS. Ali Imran: 133)

Allah Gembira ketika hamba-Nya bertaubat

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyeru kita dgn ayat di atas untuk menyegerakan taubat. Juga dlm ayat lainnya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا

Wahai orang-orang yg beriman, bertaubatlah pada Allah dgn taubat nasuha. (QS. At-Tahrim: 8)

Allah menyeru hamba-Nya untuk bersegera bertaubat karena ia menghendaki hamba-Nya mendapatkan ampunan & nirwana.

وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ

Dan Allah menyeru kalian pada surga & ampunan dgn izin-Nya. (QS. Al-Baqarah: 221)

Allah sangat sayang pada hamba-Nya. Dibukakan pintu taubat. Diserunya kita menuju ampunan & nirwana-Nya. Allah sangat gembira saat hamba-Nya bertaubat. Kegembiraan Allah bahkan lebih besar dibandingkan dengan seorang musafir yg mendapatkan kembali untanya sehabis hilang di gurun sahara berikut segala perbekalan yg ada padanya.

لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يَتُوبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضِ فَلاَةٍ فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ فَأَيِسَ مِنْهَا فَأَتَى شَجَرَةً فَاضْطَجَعَ فِى ظِلِّهَا قَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَبَيْنَا هُوَ كَذَلِكَ إِذَا هُوَ بِهَا قَائِمَةً عِنْدَهُ فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ اللَّهُمَّ أَنْتَ عَبْدِى وَأَنَا رَبُّكَ.  أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ

Sungguh Allah lebih gembira dgn taubat hamba-Nya tatkala ia bertaubat terhadap-Nya dibandingkan dengan seseorang yg menunggang untanya di tengah gurun sahara yg sangat tandus. Lalu unta itu terlepas menjinjing lari bekal masakan & minumannya. Ia putus harapan untuk menerimanya kembali. Kemudian ia menghampiri sebatang pohon lalu berbaring di bawah keteduhannya karena telah frustasi mendapatkan unta tunggangannya tersebut. Tatkala ia dlm kondisi demikian, tiba-tiba ia mendapati untanya sudah berdiri di hadapannya. Lalu secepatnya ia mempesona tali kekang unta itu sambil berucap dlm keadaan sangat gembira: Ya Allah, Engkau yaitu hambaku & gue yaitu Tuhan-Mu.” ia salah mengucapkan karena sangat gembira. (HR. Muslim)

Apapun dosa kita, bertaubatlah

Ada dua titik ekstrem bagi orang yg berdosa. Ekstrem pertama yakni mereka yg merasa dosanya terlalu besar hingga putus asa dr ampunan Allah. Maka, ia pun tak kunjung bertaubat lantaran kekhawatiran taubatnya tak diterima.

Ekstrem kedua adalah mereka yg merasa dosa-dosanya mudah terhapus. Merasa dosa-dosanya hanya dosa kecil. Sehingga menjadikannya berlarut-larut dlm dosa demi dosa. Kalaupun bertaubat, ia hanya melakukan taubat sambal. Sekarang berhenti, besok kembali mengulangi. Tak pernah betul-betul melaksanakan taubat nasuha.

Untuk ekstrem pertama, lihatlah bagaimana seorang yg sudah membunuh 99 nyawa. Saat ia mengajukan pertanyaan pada spesialis ibadah apakah ada kesempatan bertaubat, ternyata dijawab tak mampu. Lalu ia pun dibunuh sebagai orang ke-100 yg mati di tangannya.

Niatnya bertaubat tak berhenti. Tatkala bertemu seorang alim, ia pun mengajukan pertanyaan serupa. Oleh sang alim ini dijawab kalau dosanya mampu diampuni. Dan sebagai upaya taubat nasuha, ia dianjurkan hijrah ke suatu kawasan yg aman bagi taubatnya.

Di tengah perjalanan, ia meninggal. Hingga berdebatlah malaikat rahmat & malaikat azab, orang ini menjadi urusan siapa. Lalu datanglah malaikat lain yg diutus Allah untuk menyelesaikan pertikaian itu. “Ukurlah jarak kedua tempat tersebut. Mana yg jaraknya lebih dekat, apakah tempat maksiat atau tempat hijrahnya, maka ia yg berhak atas orang ini.”

Ketika diukur jaraknya, ternyata ia lebih erat ke tujuan hijrah. Hingga ruhnya pun menjadi urusan malaikat rahmat. Dalam riwayat lain disebutkan, Allah memendekkan jarak pria itu dgn tujuan hijrah.

Contoh lain dialami oleh seorang perempuan dr Juhanah. Ia mengaku sudah berzina & sekarang ia hamil. Wanita itu bertaubat & meminta ditegakkan hudud (rajam) atasnya. Rasulullah menyuruh wanita itu kembali untuk menjaga kandungannya hingga bayinya lahir. Setelah berselang beberapa lama & bayinya telah lahir, wanita itu tiba lagi meminta dirajam. Akhirnya ia dirajam. Rasulullah menshalatkan jenazahnya.

“Ya Rasulullah, kau-sekalian menshalatinya padahal ia sudah berbuat zina?” tanya Umar bin Khatab meminta penjelasan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ قُسِمَتْ بَيْنَ سَبْعِينَ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ لَوَسِعَتْهُمْ وَهَلْ وَجَدْتَ تَوْبَةً أَفْضَلَ مِنْ أَنْ جَادَتْ بِنَفْسِهَا لِلَّهِ تَعَالَى

Sungguh ia sudah bertaubat. Seandainya taubatnya dibagikan pada 70 penduduk Madinah, taubat itu pasti mencukupinya. Apakah ananda menjumpai seseorang yg lebih utama dibandingkan dengan seorang yg mengorbankan dirinya untuk Allah Ta’ala? (HR. Muslim)

Karenanya, apapun dosa kita, kita segera bertaubat. Kita perbanyak membaca istighfar.

Pembagian dosa

Imam Al-Ghazali di dlm Ihya’ Ulumuddin menyebutkan sifat-sifat pembangkit dosa yg kemudian diringkas oleh Ibnu Qudamah dlm Mukhtashar Minhajul Qashidin. Menurut ia, sifat pembangkit dosa dibagi menjadi empat:

1.   Sifat rububiyah (ketuhanan). Dari sini timbul takabur, membanggakan diri, menyayangi kebanggaan & sanjungan, mencari popularitas, & lain sebagainya. Ini tergolong dosa-dosa yg merusak, sekalipun banyak orang yg melalaikannya & menilai bukan dosa

2.   Sifat syaithaniyah (kesetanan). Dari sini timbul kedengkian, kesewenang-wenangan, membohongi, berdusta, makar, kemunafikan, memerintahkan pada kerusakan, & lain-lain.

3.   Sifat-sifat bahamiyah (kebinatangan). Dari sini timbul kejahatan, memenuhi nafsu perut & syahwat kemaluan, zina, homoseks, mencuri, & lain-lain.

4.   Sifat sabu’iyah (kebuasan). Dari sini timbul amarah, dengki, menyerang orang lain, membunuh, merampas harta, & lain-lain.

Di antara empat sifat itu, penjenjangannya bermula dr bahamiyah. Bahamiyah yg secara umum dikuasai lalu disertai oleh sabu’iyah, kemudian syaithaniyah & rububiyah.

Dari keempat jenis itu, menurut sasarannya, dosa dibagi menjadi dua, yakni dosa yg berhubungan dgn hak Allah & dosa yg berhubungan dgn hak sesama insan. Dosa yg berhubungan dgn hak Allah ada yg diampuni & ada yg tak diampuni. Yang tak diampuni yaitu dosa syirik, sementara dosa yg lain akan diampuni oleh Allah, bila ia Menghendaki.

Sedangkan dosa pada sesama insan akan diampuni oleh Allah bila hak itu telah dihalalkan atau ditegakkan qishash atasnya di darul baka nanti.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الظلم ثلاثة فظلم لا يتركه الله وظلم يغفر وظلم لا يغفر فأما الظلم الذي لا يغفر فالشرك لا يغفره الله وأما الظلم الذي يغفر فظلم العبد فيما بينه وبين ربه وأما الظلم الذي لا يترك فظلم العباد فيقتص الله بعضهم من بعض

Kezaliman itu ada tiga: kezaliman yg Allah tak meninggalkannya, kezaliman yg mendapat ampunan, & kezaliman yg tak mendapat ampunan. Kezaliman yg tak mendapat ampunan ialah syirik, maka Allah takkan mengampuninya. Kezaliman yg mendapat ampunan ialah kezaliman antara hamba pada Rabb-nya. Sedangkan kezaliman yg tak akan ditinggalkan/dibiarkan Allah ialah kezaliman antar insan, maka Allah akan memberi qashash sebagian atas sebagian yang lain. (HR. Thayalisi; hasan)

Yang paling lazim, umumnya dosa dibagi menjadi dua: dosa besar & dosa kecil. Jika kita telusuri hadits, dosa besar yg biasa disebutkan adalah syirik, sihir, riba, makan harta anak yatim, lari dr medan perang, & menuduh perempuan mukminah yg baik sebagai pezina. Tujuh jenis dosa besar ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari & Imam Muslim. Sedangkan dlm riwayat Imam Bukhari yg lain disebutkan durhaka pada orang bau tanah termasuk dosa besar, sedangkan dlm riwayat Imam Muslim yg lain disebutkan pula perkataan atau kesaksian imitasi.

Ibnu Qudamah dlm Mukhtashar Minhajul Qashidin menyebutkan pendapat Abu Thalib Al-Makki yg merinci dosa besar menjadi 17 jenis. Empat jenis di hati: syirik, fasiq, putus asa dr rahmat Allah, & merasa aman dr tipudaya-Nya. Empat jenis di lisan: kesaksian palsu, menuduh wanita mukminah, sumpah imitasi, & sihir. Tiga di perut: minum khamr, menyantap harta yatim, & riba. Dua di kemaluan: zina & homoseks. Satu di kaki: lari dr medan perang. Dan satu di seluruh tubuh: durhaka pada orang tua.

Imam Adz Dzahabi menulis kitab Al Kabair. Dosa-dosa besar. Dalam kitab itu diterangkan ada 70 dosa besar.

Jangan remehkan dosa kecil

Seringkali kita terjebak pada perilaku meremehkan dosa kecil. Saat kita ghibah, bercanda yg sudah masuk kategori rafats (porno), bahkan bergaul dgn lawan jenis yg tak islami, kita beralasan “itu kan dosa kecil, tak apa-apa”.

Padahal orang yg meremehkan dosa ia tak sadar sedang berhadapan dgn siapa. Siapakah yg ia maksiati? Allah Subhanahu wa Ta’ala yg Maha Besar & Maha Keras adzab-Nya. Juga, tak ada dosa kecil jikalau dilakukan terus menerus.

لَا صَغِيْرَةٍ مَعَ الْإِصْرَارِ

Tidak ada dosa kecil selagi terus dikerjakan. (HR. Dailami)

Ibarat sebuah bintik noda, dosa kecil pun akan mengotori hati. Semakin banyak dosa bertambah banyak pula noda di hati.

إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِى قَلْبِهِ فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صُقِلَ قَلْبُهُ فَإِنْ زَادَ زَادَتْ

Sesungguhnya, apabila seorang mukmin berbuat dosa, maka timbul bintik hitam dlm kalbunya. Kemudian kalau ia bertaubat, meninggalkan dosa & memohon ampun, maka hatinya higienis. Dan kalau dosa-dosanya bertambah, bintik hitam itupun bertambah. (HR. Ibnu Majah & Ahmad; hasan)

Mari taubat sebelum terlambat

Marilah kita sambut undangan Allah untuk bertaubat sebelum terlambat. Kini Allah menganugerahkan saat-saat yg luar biasa pada kita untuk menjalani taubatan nasuha.

Ramadhan yg sungguh aman dgn amal shalih & minim imbas negatif dibandingkan bulan yang lain, adalah kesempatan berguna yg belum tentu tiba lagi pada kita. Bukankah kita tak pernah mampu menjamin bahwa kita akan tetap hidup sampai Ramadhan berikutnya kalau kita menangguhkan taubat dikala ini? Lihatlah betapa banyak orang yg Ramadhan lalu masih ada, kini sudah tiada. Bahkan tatkala terjadi pandemi Covid-19 seperti ini, betapa banyak orang yg kemudian meninggal sesudah terjangkit virus corona.

Marilah kita sambut undangan Allah untuk bertaubat sebelum kita telat. Dan bukankah pintu taubat akan ditutup dikala kita mengalami sakaratul ajal?

إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ

Sesungguhnya Allah mendapatkan taubat hamba selagi ia belum sekarat. (HR. Tirmidzi, Ahmad, Thabrani, Ibnu Hibban; hasan)

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِىءُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِىءُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا

Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya di malam hari agar orang yg bermaksiat di siang hari bertaubat, & Allah membentangkan tangan-Nya di siang hari biar orang yg berbuat maksiat di malam hari bertaubat. (Demikian itu tetap terjadi) sampai matahari terbit dr barat. (HR. Muslim)

Baca juga: Niat Sholat Taubat

Syarat taubat

Imam An-Nawawi dlm Riyadhus Shalihin memaparkan syarat bertaubat dengan-cara singkat dlm tiga langkah. Pertama, berhenti dr dosa yg dilakukan. Kedua, menyesali dosa yg sudah dilakukan. Dan ketiga, bertekad untuk tak mengulangi dosa itu. Ini kalau bertaubat terhadap dosa yg berhubungan dgn hak Allah.

Sedangkan jika dosa berkaitan dgn hak insan, maka syarat taubat ditambah satu lagi, yakni membebaskan diri dr hak insan tersebut. Pembebasan ini tentu dgn penghalalan dr yg terzalimi atau mendapat keikhlasan darinya.

Maka orang yg minum khamr dlm kesendirian contohnya, untuk bertaubat cukup ia berhenti minum khamr, menyesalinya, & tak mengulanginya. Namun jika seseorang mencuri harta orang lain, selain tiga langkah tersebut ia harus mendapat maaf dr orang yg dicuri dgn mengembalikan hartanya atau mendapatkan kehalalan darinya.

Semoga Ramadhan yg pula dinamakan syahrut taubah ini kita manfaatkan bersama sebagai momentum taubatan nasuha. Dan jadinya Allah menganugerahkan ampunan & surga-Nya pada kita. [Muchlisin BK/Wargamasyarakat]

*Untuk ceramah Ramadhan yang lain yg lebih lengkap, silakan baca Ceramah Ramadhan

  Kisah Infaq Tukang Becak, Bikin Ketua DKM Menangis Haru