Beberapa puluh menit sehabis bawah umur ngaji pulang ke rumahnya masing-masing, kami kedatangan tamu. Seorang Muslimah berkerudung rapi, suami, & anaknya yg gres dua tahun. Mereka bertiga menggunakan kendaraan roda dua, dibarengi bawaan yg terdiri dr dua plastik hitam ukuran lima kilogram.
Saya menyambut suaminya, si Muslimah yg menggendong bayi kecilnya pribadi ke belakang, menemui istri saya. Setelah duduk dgn sempurna, kami terlibat dialog ringan tentang kehidupan.
Mulai belum dewasa pengajian di rumah, isu-isu nasional yg tengah berkembang, hingga politik internasional terkait perang yg terjadi di tempat Timur Tengah. Tak lupa, kami pula menyebarkan tips ihwal bagaimana mendidik anak & banyak hal lain.
Saat hendak pulang, tamu kami ini menerangkan perihal dua plastik besar yg ia bawa. Rupanya, ada pohon buah tin & pohon bunga wijaya. Si Muslimah sudah janjian dgn istri saya beberapa hari lalu, cuma baru sempat mengirimkan.
Mereka pun pulang. Kami memasukkan dua plastik ke dlm rumah. Memasukkan motor. Menutup & mengunci pintu. Periksa jendela. Matikan lampu. Dan, tidur.
***
Kami memacu motor dgn kecepatan sedang. Butuh usaha menahan pegel di kaki karena di bagian depan ada dua kantong plastik lengkap dgn isinya. Menempuh jarak dua puluhan kilometer dgn melintas Kota Tangerang-Tangerang Selatan-Kabupaten Tangerang bukan problem yg bisa disederhanakan.
Peluang macet terbuka lebar. Dan ia tak memandang siapa yg tengah menempuh perjalanan.
Alhamdulillah, perjalanan cukup tanpa kendala. Sampai di sekolah tempat istri mengajar dgn selamat, dilanjutkan dgn menurunkan barang bawan.
***
“Mas,” tutur istri sore hari sepulang mengajar, “Alhamdulillah pohon buah tin & bunga wijaya laku semua.”
“Malahan,” lanjut istri yg makin cantik seiring berjalannya waktu, “ada lima orang memesan pohon buah tin lagi, satu orang memesan bunga wijaya.”
“Alhamdulillah…” jawab saya, sambil senyum, memandang mata istri, & menawarkan kado kepadanya.
***
Teman-sobat, inilah cara menghadirkan uang yg paling gampang. Jualan. Cobalah putuskan urat malu. Buanglah gengsi. Tidak usah mempersoalkan komentar orang. Sebab hidup yakni sepenuhnya tanggungjawab diri sendiri.
Kisah ini sengaja kami hadirkan sebab faktual. Kami tak perlu mengeluarkan modal. Penjual pohonnya tiba ke tempat tinggal. ia memperlihatkan harga biro & mengumumkan berapa harga pasaran.
Kami menjinjing barang jualan itu tanpa modal. Sebab mengantar istri sudah menjadi aktivitas harian. Beban operasional dimasukkan dlm budget sehari-hari.
Hasilnya, kami mendapatkan untung seratus persen lebih sedikit dr harga yg diberikan oleh penjual pohon. Tanpa mengeluarkan satu rupiah pun. Bonusnya repeat order dua kali lipat dr barang jualan pertama.
Siapa bilang tak mampu mengawali bisnis bila tak memiliki modal? Bukankah modalnya sudah Allah Ta’ala berikan?
“Sungguh, Kami sudah menciptakan insan dgn sebaik-baik penciptaan.” (Qs. at-Tiin [95]: 4)
Wallahu a’lam. [Pirman/wargamasyarakat]
*Ikuti kelas bisnis di http://bit.ly/2coEVQi untuk mengetahui cara praktis menghadirkan uang lainnya