Cara Berafiliasi Kelamin Dalam Islam

TENNTANG BERHUBUNGAN SEX DENGAN ISTRI

آداب الجماع :

للجماع آداب كثيرة ثابتة في السنة النبوية منها مايأتي (1) : تستحب التسمية قبله، ويقرأ قل هو الله أحد [الإخلاص:1/112]، ويكبر ، ويهلل، ويقول ولو مع اليأس عن الولد: « باسم الله العلي العظيم، اللهم اجعلها ذرية طيبة، إن كنت قدرت أن تخرج ذلك من صلبي » « اللهم جنِّبني الشيطان، وجنب الشيطان مارزقتني » رواه أبو داود. وينحرف عن القبلة، ولايستقبل القبلة با…لوقاع، إكراماً للقبلة. وأن يتغطى نفسه هو وأهله بغطاء، وألا يكونا متجردين (2) فذلك مكروه كما سيأتي.وأن يبدأ بالملاعبة والضم والتقبيل. وإذا قضى وطره، فليتمهل لتقضي وطرها ، فإن إنزالها ربما تأخر. ويكره الإكثار من الكلام حال الجماع، ولايخليها عن الجماع كل أربع ليال مرة بلا عذر. وتأتزر الحائض بإزار مابين السرة والركبة إذا أراد الاستمتاع بها.

__________

(1) المغني: 25/7، إحياء علوم الدين: 46/2 ومابعدها، كشاف القناع: 216/5 ومابعدها، مختصر منهاج القاصدين: ص73، فتح المعين: ص 107،الأذكار للنووي: ص 159، نيل الأوطار: 194/6.

(2) روى ابن ماجه حديثاً عن عتبة بن عبد السُّلمي: « إذا أتى أحدكم أهله، فليستتر، ولايتجردا تجرد العَيْرين » أي الحمارين ( نيل الأوطار: 194/6).

ومن أراد أن يجامع مرة ثانية، فليغسل فرجه، ويتوضأ؛ لأن الوضوء يزيد نشاطاً ونظافة. وليس في السنة استحباب الجماع في ليال معينة كالاثنين أو الجمعة، ومن العلماء من استحب الجماع يوم الجمعة….ويستحب في ليلة الزفاف قبل الجماع أن يأخذ الرجل بناصية المرأة ويقول: «اللهم إني أسألك من خيرها وخير ما جبلتها عليه، وأعوذ بك من شرها وشر ما جبلتها عليه» (1) .

_________

(1) ثبت ذلك بحديث رواه ابن ماجه وأبو داود عن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده (نيل الأوطار: 189/6).

*********************************

Dalam menjalani hubungan ‘intim’ antara suami istri, islam mengajarkan berbagai macam budpekerti yang sudah diatur menurut hadits Nabi, diantaranya :

• Disunahkan membaca BASMALAH sebelum menjalani senggama lalu membaca “QUL HUWA ALLAAHU AHAD” dilanjutkan dengan membaca takbir (ALLAAHU AKBAR), tahlil (LAA ILAAHA ILLALLAAH) dan disunahkan meskipun tidak sedang mengharapkan keturunan dari persenggamaannya untuk berdoa :

بسم الله العلي العظيم، اللهم اجعلها ذرية طيبة، إن كنت قدرت أن تخرج ذلك من صلبي » « اللهم جنِّبني الشيطان، وجنب الشيطان مارزقتني

BISMILLAAHIL ’ALIYYIL ‘AZHIIM, ALLAAHUMA IJ’ALHAA DZURRIYYATAN THOYYIBATAN IN KUNTA QADDARTA AN TAKHRUJA DZAALIKA MIN SHULBII, ALLAAHUMMA JANNIBNII AS-SYAITHAANA WA JANNIBIS SYAITHAANA MAA ROZAQTANII

“Dengan menyebut nama Allah yang agung, Ya Allah, jadikanlah dia anak yang bagus bila Engkau takdirkan ia lahir dari keturunanku, jauhkanlah aku dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari anak yang hendak Engkau karuniakan kepadaku.” (HR. Abu Daud).

• Berpaling dari arah kiblat, jangan menghadap kiblat ketika menjalani senggama sebagai bentuk penghormatan pada kiblat.

• Memakai epilog, jangan melakukan persenggamaan dengan telanjang lingkaran alasannya ini hukumnya makruh sepert sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa salam “Bila salah seorang diantara kalian hendak mendatangi istrinya, pakailah penutup dan janganlah kalian berdua telanjang mirip telanjangnya keledai” (HR. Ibn Maajah Nail al-Authaar VI/194).

• Diawali dengan cumbuan, sentuhan dan ciuman.

• Saat seorang suami sudah mencapai orgasme, jangan berlalu begitu saja, hantarkan secara perlahan-lahan istrinya dalam meraih orgasme karena tak jarang pencapaian klimaks seorang wanita datangnya cenderung belakangan.

• Dimakruhkan terlampau banyak pembicaraan dikala melakukan senggama.

• Bila tanpa adanya ‘udzur (hambatan), jangan biarkan empat malam sekali berlalu tanpa korelasi badan.

• Saat istri tengah tiba bulan, sementara cita-cita berafiliasi tak dapat tertahankan, untuk menghindari keharaman sebaiknya istri menggunakan kain penutup pada anggota tubuh antara pusar dan lutut saat mencumbuinya.

• Bagi yang menginginkan mengulangi senggama untuk yang kesekian kalinya semestinya terlebih dulu dicuci kelaminnya, alasannya hal ini mampu memperbesar gairah dan mampu mempertahankan kebersihan.

• Tidak ada tawaran khusus menjalani senggama dimalam-malam tertentu mirip malam senin atau jumah namun sebagian ulama ada yang mensunahkan menjalaninya dimalam jumah.

• Disunahkan bagi seorang suami dimalam pengantin dikala berkeinginan menjalani persenggamaan apalagi dulu memegang rambut depan (ubun-ubun) istrinya sambil berdoa :

اللهم إني أسألك من خيرها وخير ما جبلتها عليه، وأعوذ بك من شرها وشر ما جبلتها عليه

Allahumma inni as-aluka min khairihaa wa khairi ma jabaltuhaa ‘alaiih, wa a’uudzubika min syarrihaa wa syarri maa jabaltuhaa ‘alaiih.

“Ya Allah sebetulnya aku memohon terhadap mu kebaikannya (isteri) dan kebaikan apa yang aku ambil dari padanya, serta saya berlindung kepadaMu dari kejahatannya dan kejahatan apa yang saya ambil daripadanya” (HR. Ibn Majah dan Abu Dawud dari Umar Bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, Nail al-Authaar VI/189). Wallaahu A’lamu Bis Showaab

Referensi :

Al-Mughni VII/25, Ihyaa’ ‘Uluumiddiin II/46, Kisyaf alQana’ V/216, Mukhtashar Minhaj alQaashidiin hal. 73, Fath al-Mu’iin hal. 107, al-Adzkaar li an-Nawaawi hal. 159 dan Nail al-Authaar VI/194, Al-Fiqh al-Islaam IV/194-19

(الروايات التي ذكرت علة إطفاء المصابيح عند النوم (الخوف من النار)

الرواية الأولي:

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ (لا تَتْركوا النَّارَ فِي بُيُوتِكُمْ حِينَ تَنَامُون) متفق عليه.

”Janganlah kalian meninggalkan api di rumah kalian saat kalian tidur” (HR. Mutafaq ‘alaih)

الرواية الثانية:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ بُرَيْدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ (احْتَرَقَ بَيْتٌ بِالْمَدِينَةِ عَلَى أَهْلِهِ مِنْ اللَّيْلِ فَحُدِّثَ بِشَأْنِهِمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ هَذِهِ النَّارَ إِنَّمَا هِيَ عَدُوٌّ لَكُمْ فَإِذَا نِمْتُمْ فَأَطْفِئُوهَا عَنْكُم) رواه البخاري.

Sebuah rumah dimadinah terbakar lalu beritanya diceritakan pada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ia bersabda “Sungguh api bias menjadi musuh kalian, ketika kalian tidur padamkan ia terlebih dulu dari kalian” (HR. Bukhari)

الرواية الثالثة:

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ كَثِيرٍ هُوَ ابْنُ شِنْظِيرٍ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (خَمِّرُوا الْآنِيَةَ وَأَجِيفُوا الْأَبْوَابَ وَأَطْفِئُوا الْمَصَابِيحَ فَإِنَّ الْفُوَيْسِقَةَ رُبَّمَا جَرَّتْ الْفَتِيلَةَ فَأَحْرَقَتْ أَهْلَ الْبَيْت) رواه البخاري.

  Organisasi Pemerintahan

“Tutuplah baskom-baskom, tutuplah pintu-pintu, padamkan lampu-lampu sebab seekor tikus mampu melalui sumbu lampu dan memperabukan seluruh penghuni rumah” (HR. Bukhori)

Apa saja yang penting jangan kelihatan telanjang, bisa pakai selimut, jikalau ngga punya selimut ya terpaksa pakai busana yang dikenakan, berikut sedikit uraian hadits diatas menurut Syekh Abd Ro’uf alMunaawi

(إذا أتى أحدكم أهله) أي أراد جماع حليلته (فليستتر) أي فليتغط هو وإياها بثوب يسترهما ندبا وخاطبه بالستر دونها لأنه يعلوها وإذا استتر الأعلى استتر الأسفل (ولا يتجردان) خبر بمعنى النهي أي ينزعان الثياب عن عورتيهما فيصيران متجردين عما يسترهما (تجرد العيرين) تشبيه حذفت أداته وهو بفتح العين تثنية عير وهو الحمار الأهلي وغلب على الوحشي وذلك حياء من الله تعالى وأدبا مع الملائكة وحذرا من حضور الشيطان فإن فعل أحدهما ذلك كره تنزيها لا تحريما إلا إن كان ثم من ينظر إلى شئ من عورته فيحرم وجزم الشافعية بحل نظر الزوج إلى جميع عورة زوجته حتى الفرج بل حتى ما لا يحل له التمتع به كحلقة دبرها

(Apabila salah seorang diantara kalian hendak mengunjungi istrinya) artinya berkeinginan menggauli istri halalnya (maka pakailah epilog) artinya disunahkan baginya dan istrinya menggunakan kain yang dapat menutupi keduanya, yang terkena khithab (perintah menutup) dirinya (suami) bukan istri karena lazimnya dikala menjalani senggama suami diatas, dikala yang diatas telah menggunakan epilog dengan sendirinya yang dibawah juga tertutup.

(Dan jangan kalian telanjang) artinya keduanya tanpa epilog kain busana. Unsur pelarangan ini disebabkan sebab aib dengan Allah, beretika dengan malaikat serta menangkal datangnya syaithan pada keduanya, jika salah seorang dari keduanya melakukan telanjang saat berafiliasi hukumnya makruh tanzih kecuali saat disekitar mereka berdua terdapat orang yang dapat melihat aurat keduanya maka hukumnya menjadi haram.

Kalangan syafi’iyyah menganggap bolehnya seorang suami menyaksikan aurat istrinya secara keseluruhan hingga alat kelaminnya bahkan sampai hal yang tidak halal baginya untuk mendatanginya mirip lubang anus istrinya. [ Faidh alQadiir I/308 ].

Dengan gaya apapun diperbolehkan, sambil duduk, bangkit, jongkok, tengkurap, gaya dada, kupu-kupu, katak meloncat…. BEBAS asalkan tepat target….

نساؤكم حرث لكم فأتوا حرثكم أنى شئتم قال يقول يأتيها من حيث شاء مقبلة أو مدبرة إذا كان ذلك في الفرج

Istri-istrimu adalah (seperti) tanah daerah kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah daerah bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu harapkan. (QS. 2:223). Artinya gaulilah dia sesukamu baik dari depan atau belakang asalkan semuanya mengarah pada kelaminnya. [ alMuhaddzab II/62 ].

الاستمتاع واجب على الرجل للمرأة إذا انتفى العذر، بما يحقق الإعفاف والصون عن الحرام، وتباح كل وجوه الاستمتاع إلا الإتيان في الدبر فهو حرام. ومكان الوطء باتفاق المذاهب: هو القبل، لا الدبر (1) ، لقوله تعالى: نساؤكم حرث لكم، فأتوا حرثكم أنى شئتم [البقرة:223/2] (2) أي على أية كيفية: قائمة، أو قاعدة، مقبلة، أو مدبرة، في أقبالهن (3) . قال ابن عباس: إنما قوله: فأتوا حرثكم أنى شئتم [البقرة:223/2]. قائمة، وقاعدة، ومقبلة، ومدبرة، في أقبالهن، لا تعدو ذلك إلى غيره. وله عبارة أخرى في الآية: إن شئت فمقبلة، وإن شئت فمدبرة، وإن شئت فباركة، وإنما يعني ذلك موضع الولد للحرث، يقول: ائت الحرث حيث شئت.

Menggauli hukumnya wajib bagi seorang suami pada istrinya jika tanpa adanya udzur untuk menjauhkan dan menjaga dari dari keharaman, dan diperbolehkan senggama dalam aneka macam cara asalkan bukan pada lubang anusnya karena ini haram. Tempat yang digunakan ‘bercinta’ berdasarkan kesepakan ulama yaitu kelaminnya bukan duburnya, berdasarkan firman Allah ta’aalaa  : Istri-istrimu adalah (mirip) tanah daerah kau bercocok-tanam, maka datangilah tanah kawasan bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. (QS. 2:223). Artinya dengan aneka macam macam cara dan gaya : Berdiri, duduk, dari depan, belakang asal dikelaminnya.

Berkata Ibn Abbas ra. “maka datangilah tanah kawasan bercocok-tanammu itu bagaimana saja kau kehendaki. (QS. 2:223). Artinya dengan berbagai macam cara dan gaya : Berdiri, duduk, dari depan, belakang asal dikelaminnya jangan melampaui batas pada yang selain kelamin.

Ibn Abbas juga punya pernyataan lain sehubungan ayat ini “Bila kamu ingin gaya dari depan silahkan, Bila kamu ingin gaya dari belakang silahkan, Bila kau ingin gaya setengah menderumpun silahkan, aku mengartikannya khusus pada kawasan lahirnya anak (kelamin), datangilah dengan gaya sesukamu”. [ alFiqh al-Islaam IV/191 ].

BERSENGGAMA Bernilai SHODAQAH

ثَوَابُ الْوَطْءِ الْمَشْرُوعِ :

8 – وَرَدَ عَنْ أَبِي ذَرٍّ الْغِفَارِيِّ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – أَنَّ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال : وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ . (1) قَالُوا : يَا رَسُول اللَّهِ، أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ، وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ ؟ قَال : أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ، أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِي الْحَلاَل كَانَ لَهُ أَجْرٌ (2) .

وَبِنَاءً عَلَى ذَلِكَ ذَهَبَ جَمَاهِيرُ أَهْل الْعِلْمِ إِلَى ثَوَابِ الرَّجُل عَلَى جِمَاعِهِ لِحَلِيلَتِهِ إِذَا قَارَنَتْهُ نِيَّةٌ صَالِحَةٌ كَإِعْفَافِ نَفْسِهِ أَوْ حَلِيلَتِهِ عَنْ إِتْيَانِ مُحَرَّمٍ، أَوْ قَضَاءِ حَقِّهَا مِنْ مُعَاشَرَتِهَا بِالْمَعْرُوفِ الْمَأْمُورِ بِهِ، أَوْ طَلَبِ وَلَدٍ صَالِحٍ يُوَحِّدُ اللَّهَ تَعَالَى، وَيَقُومُ بِنَشْرِ الْعِلْمِ وَالدِّينِ، وَيَحْمِي بَيْضَةَ الإِْسْلاَمِ، أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ مِنَ الأَْغْرَاضِ الْمَبْرُورَةِ (3) .

9 – أَمَّا إِذَا لَمْ يَنْوِ الْمُجَامِعُ غَيْرَ قَضَاءِ شَهْوَتِهِ

وَنَيْل لَذَّتِهِ، فَقَدِ اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِي ثَوَابِ جِمَاعِهِ عَلَى قَوْلَيْنِ :

أَحَدُهُمَا : لِبَعْضِ أَهْل الْعِلْمِ، وَإِلَيْهِ مَال ابْنُ قُتَيْبَةَ، وَهُوَ أَنَّهُ يُثَابُ وَيُؤْجَرُ فِي جِمَاعِ حَلِيلَتِهِ مُطْلَقًا دُونَ أَنْ يَنْوِيَ شَيْئًا (1) ، وَاسْتَدَلُّوا عَلَى ذَلِكَ : بِمَا رَوَى أَبُو ذَرٍّ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَال : وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ (2) حَيْثُ دَل ظَاهِرُ إِطْلاَقِهِ عَلَى أَنَّ الإِْنْسَانَ يُؤْجَرُ فِي جِمَاعِ حَلِيلَتِهِ مُطْلَقًا، إِذْ إِنَّهُ كَمَا يَأْثَمُ فِي الزِّنَا الْمُضَادِّ لِلْوَطْءِ الْحَلاَلِ، فَإِنَّهُ يُؤْجَرُ فِي فِعْل الْحَلاَل (3) .

وَالثَّانِي : لِجَمَاعَةٍ مِنَ الْعُلَمَاءِ – مَال إِلَيْهِ ابْنُ حَجَرٍ الْهَيْتَمِيُّ – وَهُوَ أَنَّهُ إِنْ لَمْ يَنْوِ بِجِمَاعِ حَلِيلَتِهِ إِعْفَافَ نَفْسِهِ أَوْ زَوْجِهِ أَوْ طَلَبَ وَلَدٍ فَلاَ أَجْرَ لَهُ عَلَى ذَلِكَ الْوَطْءِ، وَاحْتَجُّوا عَلَى ذَلِكَ بِمَا جَاءَ فِي رِوَايَةٍ لِحَدِيثِ أَبِي ذَرٍّ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – مِنَ التَّصْرِيحِ بِالاِحْتِسَابِ لِنَيْل الثَّوَابِ، وَنَصُّهَا : قُلْتُ : نَأْتِي شَهْوَتَنَا وَنُؤْجَرُ ؟ قَال : أَرَأَيْتَ لَوْ جَعَلْتَهُ فِي حَرَامٍ أَكُنْتَ تَأْثَمُ ؟ قَال : قُلْتُ : نَعَمْ . قَال : فَتَحْتَسِبُونَ بِالشَّرِّ وَلاَ تَحْتَسِبُونَ بِالْخَيْرِ ؟ (4) .

  Makalah Riba Dan Bunga Bank

وَوَرَدَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَال لِسَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : لَسْتَ تُنْفِقُ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا، حَتَّى اللُّقْمَةَ تَجْعَلُهَا فِي فِي امْرَأَتِكَ (1) .

وَوَرَدَ أَيْضًا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَال : إِذَا أَنْفَقَ الْمُسْلِمُ نَفَقَةً عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ يَحْتَسِبُهَا، كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً ” (2) . فَدَل ذَلِكَ عَلَى أَنَّ الْعَبْدَ إِنَّمَا يُؤْجَرُ فِيهَا إِذَا احْتَسَبَهَا (3) . وَإِذَا كَانَ هَذَا فِي الإِْنْفَاقِ الْوَاجِبِ مُشْتَرَطًا، فَأَوْلَى فِي الْجِمَاعِ الْمُبَاحِ (4)

PAHALA BERSENGGAMA

Dari Abu Dzar al-Ghiffaary ra bahwa Rasulullaah bersabda : Persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) yaitu SHODAQOH”. Para sobat bertanya, “ Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami menyanggupi syahwatnya, dia menerima pahala?”. Rasulullah menjawab, “Tahukah engkau jika seseorang menyanggupi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa. Demikian pula jika beliau menyanggupi syahwatnya itu pada yang halal, beliau menerima pahala”. (HR. Muslim II/697-698 No. 2376).

Berdasarkan hadits ini Mayoritas Ulama menyatakan berpahalanya seorang suami ketika menggauli istrinya kalau disertai niat yang benar dan baik seperti agar menghindarkan dirinya atau istrinya dari tindakan hina (zina) yang diharamkan, untuk menyanggupi kebutuhun istrinya dalam rangka melakukan perintah wajibnya bergaul dengannya dengan baik, menerima keturunan shalih yang dikemudian hari diperlukan menjadi sosok yang bertauhid terhadap Allah Ta’aalaa, menyebarkan ilmu dan agama, menjadi pemuka dalam islam serta tujuan-tujuan baik lainnya

Sedang bila dalam senggamanya seseorang tidak didahului dengan niat-niat diatas kecuali sekedar melampiaskan syahwatnya, mencari kepuasan seksnya para Ulama Fuqaha berlawanan pertimbangan dalam menjangkau pahala senggama tidaknya :

1. Ibn Qutaibah menyatakan seseorang berhak mendapatkan pahala secara mutlak saat menyenggamai istrinya walaupun tanpa diikuti niat seperti keterangan diatas menurut hadits riwayat Abu Dzar diatas dimana dari zhahirnya hadits terang menyatakan bahwa asalkan seseorang menyetubuhi istrinya maka pahala beliau dapatkan sebagaimana jika ia zina maka saat itu juga dosa juga ia dapatkan.

2. Ibn Hajar al-Haytami menganggap berhaknya seseorang atas pahala senggama disyaratkan dengan disertaai niat berargumentasi hadits riwayat Abu Dzar yang menerangkan dapatnya seseorang atas pahala senggama :

“Aku bertanya, Wahai Rasulullah, apakah (bila) saya memenuhi syahwatnya, aku mendapat pahala?”. Rasulullah menjawab, “Tahukah engkau jikalau seseorang menyanggupi syahwatnya pada yang haram, ia berdosa ?”. Aku menjawab “Ya”. Rasulullah berkata “maka perhitungkanlah dalam keburukan dan jangan memperhitungkannya dalam kebaikan” (HR. Ahmad V/154).

Juga menurut hadits nabi lain saat bersabda pada Sa’d Bin Abi Waqash ra “Tidaklah engkau menafkahkan satu nafkah yang dengannya engkau mengharap keridhaan Allah kecuali engkau akan diberi pahala dengannya sampaipun satu suapan yang engkau berikan ke ekspresi istrimu. (HR. Bukhari-Fath alBaari VIII/109 dan Muslim IV/1251).

Dan juga hadits nabi lain, Beliau bersabda “Apabila seorang muslim memberi nafkah terhadap keluarganya dan ia menghendaki pahala dengannya maka nafkah tadi teranggap selaku sedekahnya. (HR. Bukhari -Fath alBaari IX/97 dan Muslim II/795 dari hadits riwayat Abi Mas’ud al-Anshaary).

Dari hadits-hadits diatas dijelaskan bahwa seorang diganjar atas yang dia kerjakan dikala ia berharap pahala, dan jikalau dalam masalah nafkah lahir yang notabene ialah keharusan bagi suami disyaratkan dalam menerima pahala kalau dia berencana mengaharapkannya maka dalam hal senggama yang hukumnya mubah pasti lebih diperlukan pensyaratannya. [ Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah 44/15-16 ].

لَمْسُ فَرْجِ الزَّوْجَةِ :

11 – اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّهُ يَجُوزُ لِلزَّوْجِ مَسُّ فَرْجِ زَوْجَتِهِ . قَال ابْنُ عَابِدِينَ : سَأَل أَبُو يُوسُفَ أَبَا حَنِيفَةَ عَنِ الرَّجُل يَمَسُّ فَرْجَ امْرَأَتِهِ وَهِيَ تَمَسُّ فَرْجَهُ لِيَتَحَرَّكَ عَلَيْهَا هَل تَرَى بِذَلِكَ بَأْسًا ؟ قَال : لاَ ، وَأَرْجُو أَنْ يَعْظُمَ الأَْجْرُ (2) .

وَقَال الْحَطَّابُ : قَدْ رُوِيَ عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ قَال : لاَ بَأْسَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى الْفَرْجِ فِي حَال الْجِمَاعِ ، وَزَادَ فِي رِوَايَةٍ : وَيَلْحَسَهُ بِلِسَانِهِ ، وَهُوَ مُبَالَغَةٌ فِي الإِْبَاحَةِ ، وَلَيْسَ كَذَلِكَ عَلَى ظَاهِرِهِ (3) .

وَقَال الْفَنَانِيُّ مِنَ الشَّافِعِيَّةِ : يَجُوزُ لِلزَّوْجِ كُل تَمَتُّعٍ مِنْهَا بِمَا سِوَى حَلْقَةِ دُبُرِهَا ، وَلَوْ بِمَصِّ بَظْرِهَا (4)

وَصَرَّحَ الْحَنَابِلَةُ بِجَوَازِ تَقْبِيل الْفَرْجِ قَبْل الْجِمَاعِ ، وَكَرَاهَتِهِ بَعْدَهُ (1) .

__________

(2) حاشية ابن عابدين 5 / 234 .

(3) مواهب الجليل 3 / 406، والخرشي على مختصر خليل 3 / 166 .

(4) إعانة الطالبين 3 / 340 ط مصطفى الحلبي 1938م .

(1) كشاف القناع 5 / 16، 17 .

MEMEGANG KELAMIN ISTRI

Ulama Fiqh setuju bolehnya seorang suami menjamah kemaluan istrinya. Berkata Ibn ‘Abidin “Abu Yusuf yakni Abu Hanifah ditanya perihal seorang pria yang menjamah kemaluan istrinya dan istrinya juga menyentuh kelaminnya untuk saling membangkitkan gairah, adakah yang demikian berdosa ?”. Abu Hanifah menjawab “Tidak, bahkan aku berharap yang demikian dilipat gandakan pahalanya” (Hasyiyah Ibn ‘Aabidiin V/234). Berkata al-Hatthaab “Diriwayatkan dari Imam malik ia berkata “Tidak berdosa jika seseorang melihat kemaluan ketika senggama” Dan dalam riwayat lain terdapat penambahan “Dan menjilati kemaluan istrinya dengan lidahnya” hal demikian sangat diperbolehkan berdasarkan Imam Malik padahal tidak demikian (dalam I’anah Imam malik melarangnya tetapi kalangan madzhab lain memperbolehkannya). Berkata al-Fannaany dari kalangan Syafi’iyyah “Diperbolehkan bagi suami bersenang-bahagia dengan segala cara bersama istrinya bahkan hingga menghisap kelentitnya asal bukan menyetubuhi anusnya. Kalangan Hanabilah menilai mencium kelamin istri sebelum senggama diperbolehkan namun sesudah senggama di makruhkan. [ Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah 32/90 ].

( تتمة ) يجوز للزوج كل تمتع منها بما سوى حلقة دبرها ولو بمص بظرها أو استمناء بيدها لا بيده وإن خاف الزنا خلافا لأحمد ولا افتضاض بأصبع

ويسن ملاعبة الزوجة إيناسا وأن لا يخليها عن الجماع كل أربع ليال مرة بلا عذر وأن يتحرى بالجماع وقت السحر وأن يمهل لتنزل إذا تقدم إنزاله وأن يجامعها عند القدوم من سفره وأن يتطيبا للغشيان وأن يقول كل ولو مع اليأس من الولد بسم الله اللهم جنبنا الشيطان وجنب الشيطان ما رزقتنا وأن يناما في فراش واحد والتقوي له بأدوية مباحة بقصد صالح كعفة ونسل وسيلة لمحبوب فليكن محبوبا فيما يظهر قاله شيخنا ويحرم عليها منعه من استمتاع جائز ويكره لها أن تصف لزوجها أو غيره امرأة أخرى لغير حاجة

  Klarifikasi Ihwal Nur Muhammad

( قوله بما سوى حلقة دبرها ) أما التمتع بها بالوطء فحرام لما ورد أنه اللوطية الصغرى وأنه لا ينظر الله إلى فاعله وأنه ملعون ( قوله ولو بمص بظرها ) أي ولو كان التمتع بمص بظرها فإنه جائز

قال في القاموس البظر بالضم الهنة وسط الشفرة العليا

[ PELENGKAP ] Diperbolehkan bagi suami bersenang-senang dengan segala cara bersama istrinya asal bukan menyetubuhi anusnya bahkan dibolehkan menghisap kelentitnya, berusaha mengeluarkan sperma dengan tangan istrinya dan bukan tangannya sendiri meskipun beliau khawatir akan melaksanakan zina berbeda berdasarkan Imam Ahmad dan tidak boleh memecahkan keperawanan menggunakan jari.

Etika senggama :

• Disunahkan menggembirakan istri dengan berbagai cumbuan

• Bila tanpa adanya ‘udzur (halangan) jangan biarkan empat malam sekali berlalu tanpa relasi tubuh

• Memilih menjalani senggama disepertiga malam akhir

• Mehantarkan istrinya mencapai orgasme periode dirinya telah meraih titik puncak

• Menggaulinya setelah pulang dari bepergian

• Memakai wewangian

• Masing-masing dari suami istri disunahkan meskipun tidak sedang menghendaki keturunan dari persenggamaannya untuk berdoa :

بسم الله اللهم جنبنا الشيطان وجنب الشيطان ما رزقتنا

BISMILLAAHI ALLAAHUMMA JANNIBNAA AS-SYAITHAANA WA JANNIBIS SYAITHAANA MAA ROZAQTANAA

“Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari anak yang mau Engkau karuniakan terhadap kami.” (HR. Abu Daud).

• Tidur dalam satu selimut

• Memakai oramuan-ramuan berpengaruh yang dilegalkan

• Memiliki tujuan baik mirip menghindari perbuatan hina (zina), menerima keturunan “Perantara hal yang disukai bermakna juga disenangi”

• Diharamkan bagi istri melarang suaminya melakukan kesenangan-kesenangan yang diperbolehkan bersamanya

• Dimakruhkan bagi istri menggambarkan wanita lain pada suaminya atau pada laki-laki yang lain tanpa ada kepentingan

Kenapa dalam akhlak tersebut memilih waktu pada sepertiga malam terakhir? ?_

ويسن أن يتحرى بالجماع وقت السحر لانتفاء الشبع والجوع المفرطين حينئذ إذ هو مع أحدهما مضر غالبا

Disunahkan memilih senggama diwaktu menjelang subuh alasannya adalah tidak adanya rasa terlalu kenyang atau lapar diwaktu ini, alasannya adalah ketika senggama dalam keadaan kenyang atau lapar kebanyakan menyakitkan. [ I’aanah at-Thoolibiin III/273 ].

Macam-macam niat mandi :

نَوَيْتُ رَفْعَ الْجنابة (aku niat menetralisir janabat)

نَويْتُ رَفْعَ اْلحَدَثْ اْلاكْبَر (saya niat menetralisir hadats besar)

نَوَيْتُ فَرْضَ الْغُسْلِ (aku niat mandi wajib)

Adapun untuk lebih lengkapnya, bisa menggunakan niat-niat dibawah ini :

• Niat Mandi Jinabah

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ الْجِنَابَةِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari jinabah, fardlu karena Allah ta’ala

• Niat Mandi Haidl

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ الْحَيْضِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Aku niat mandi untuk menetralisir hadats besar dari haidl, fardlu alasannya Allah ta’ala

• Niat Mandi Nifas

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ النِّفَاسِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari nifas, fardlu karena Allah SWT

• Niat Mandi Wiladah (melahirkan)

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ الْوِلَادَةِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

Aku niat mandi untuk menghilangkan hadast wiladah, fardlu alasannya Allah ta’ala

• Niat Mandi Shalat Jum’at

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِصَلَاةِ الْجُمْعَةِ سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى

Aku niat mandi untuk shalat Jum’at, sunnah sebab Allah ta’ala

• Niat Mandi Shalat ‘Iedul Fitri

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِعِيْدِ الْفِطْرِ سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى

Aku niat mandi untuk shalat ‘iedul fithri, sunnah alasannya adalah Allah ta’ala

• Niat Mandi Shalat ‘Iedul Adha

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِعِيْدِ الَاضْحَى سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى

Aku niat mandi untuk shalat ‘iedul adha, sunnah sebab Allah ta’ala

MAKAN BAGI ORANG JUNUB HUKUMNYA MAKRUH

قال أصحابنا ويكره للجنب أن ينام حتي يتوضأ ويستحب إذا اراد أن يأكل أو يشرب أو يطأ من وطئها أولا أو غيرها أن يتوضأ وضوءه للصلاة ويغسل فرجه في كل هذه الاحوال

Berkata Para pengikut as-Syafi’i “Dimakruhkan bagi orang junub tidak sampai ia wudhu dan disunahkan bila hendak makan atau minum atau menggauli istri yang beliau gauli pertama atau yang lain melaksanakan wudhu sebagaimana wudhu ketika ia hendak shalat dan juga disunahkan membasuh kemaluannya”. [ Al-Majmuu’ ala Syarh al-Muhaddzab II/156 ].

ويكره للجنب الأكل والشرب والنوم والجماع قبل غسل الفرج والوضوء وكذا منقطعة الحيض والنفاس

Dimakruhkan bagi orang junub makan, minum, tidur dan senggama sebelum ia membasuh kemaluannya dan melakukan wudhu begitu pula bagi perempuan yang sudah putus haid dan nifasnya. [ Al-Muqaddimah al-Hadramiyyah I/43 ].

( ويكره للجنب الأكل والشرب والنوم والجماع قبل غسل الفرج والوضوء ) لما صح من الأمر به في الجماع وللاتباع في البقية إلا الشرب فمقيس على الأكل

( وكذا منقطعة الحيض والنفاس ) فيكره لها ذلك كالجنب بل أولى

Dimakruhkan bagi orang junub makan, minum, tidur dan senggama sebelum ia membasuh kemaluannya dan melakukan wudhu karena berdasarkan perintah agama yang shahih dalam duduk perkara senggama dan mengikuti nabi dalam problem yang lain kecuali dalam duduk perkara minum yang hukumnya diqiyaskan pada persoalan makan, begitu pula bagi perempuan yang sudah putus haid dan nifasnya maka makruh baginya sebagaimana orang junub bahkan baginya lebih utama. [ Minhaj alQawim I/95 ].

DAN BAGI ORANG JUNUB YANG MAU MAKAN (SEBELUM BERKESEMPATAN MANDI) DISUNAHKAN MENGAMBIL AIR WUDHU

Orang junub yang hendak makan disunahkan wudhu, ibarohnya :

وفي الصَّحِيحَيْنِ كان النبي صلى اللَّهُ عليه وسلم إذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ وهو جُنُبٌ غَسَلَ فَرْجَهُ وَتَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ وكان صلى اللَّهُ عليه وسلم إذَا كان جُنُبًا فَأَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ أو يَنَامَ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ

وقيس بالجنب الحائض والنفساء إذا انقطع دمهما وبالأكل والشرب والحكمة في ذلك تخفيف الحدث غالبا والتنظيف وقيل لعله ينشط للغسل

Dalam Riwayat Bukhari dan Muslim : ”ialah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam jikalau hendak tidur sementara dia junub membasuh kelaminnya dan mengambil wudhu sebagaimana wudhunya untuk melakukan shalat”. ”yaitu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau junub dan berkehendak makan mengambil wudhu sebagaimana wudhunya untuk melakukan shalat”.

Hikmah wudhu bagi orang junub melaksanakan wudhu:

1. Meringankan hadats yang sedang beliau tanggung

2. Kebersihan

3. Memberi kesemangatan dalam bersegera mandi