Kabupaten Muaro Jambi yang merupakan bagian dari Provisni Jambi kaya akan peninggalan bersejarah yang tak ternilai harganya. Sayangnya peninggalan-peninggalan ini masih banya yang belum didapatkan dan dirawat sebagai mana mestinya. Salah satunya ialah suatu situs candi yang terdapat di desa Kemingking Dalam, kecamatan Tanggo Rajo. Di desa ini terdapat beberapa gundukan watu yang pada awalnya tidak dianggap selaku apapun oleh warga sekitar. Namun, dikala lapisan tanah yang menumpuk sedikit demi sedikit mulai luntur, maka terlihatlah bahwa gundukan kerikil itu ialah suatu candi.
Warga tidak terlampau mengetaui perihal asal muasal dari candi ini. Penelitian tentang candi inipun gres saja dikerjakan dan belum dimengerti kesannya. Sesuatu yang mampu diyakini kebenarannya yaitu candi ini mungkin berasal dari era suatu kebudayaan budha alasannya adalah bentuk arsitekturnya yang tidak terlalu berlainan dengan candi yang terletak di situs candi muaro jambi.
Cerita tentang candi ini banyak meningkat di penduduk desa Kemingking Dalam. Ada banyak sekali model kisah wacana candi yang sering disebut warga selaku candi Cino. Salah satunya yaitu bahwa di jaman dulu kala ketika metode perdagangan internasional yang memasuki kerajaan Jambi masih dijalankan lewat pedoman sungai Batanghari, banyak orang asing yang berkunjung bahkan menetap di Jambi termasuk di Desa Kemingking Dalam. Dari sekian banyak penjualyang datang dan pergi ini, ada sekumpulan penjualyang berasal dari negeri Cina.
Pedagang dari negeri Cina ini sering melaksanakan perjalanan bisnis ke daerah Jambi lewat ajaran sungai Batanghari dan dikala mereka berkunjung ke daerah Jambi mereka akan menetap untuk sementara waktu karena telah menempuh perjalanan yang jauh dan bikin capek. Karena mereka berasal dari Cina dan beragama Buddha maka mereka lalu membangun candi yang mereka pakai untuk kepentingan ibadah mereka selama mereka berada di wilayah Jambi. Karena hubungan mereka dengan raja atau penguasa di era cukup baik, mereka diberi ijin untuk mendirikan kompleks candi untuk peribadatan mereka. Karena candi itu dibangun oleh pedagang dari negeri Cina, candi itu kemudian disebut selaku candi Cino, diadaptasi dengan lafal masyarkat sekitar.
Hingga kini kala demi abad sudah berlalu, abad jual beli yang gemilang itu telah lama selsai demikian pula dengan fungsi candi yang sudah dibangun tersebut kian lama makin terkubur hingga sementara waktu kemudian kembali didapatkan keberadaannya oleh warga sekitar. Kini segala pelestarian kebudadayaan antik ini tergantung terhadap pemerintah daerah dan pusat serta koordinasi penduduk sekitar untuk menjaga warisan budaya bangsa ini.