Camkanlah, Jika Kau Terbunuh Karena Kebenaran, Kau Syahid!

Al-Akh menggigit bibir, ia dlm ragu. Ia gamang untuk ikut berjuang di medan demo menyuarakan penolakan atas kedatangan Presiden Kudeta Mesir Abdul Fattah al-Sisi yg dipastikan akan berkunjung ke Indonesia September ini. Kunjungan Sisi ini ialah rangkaian lawatannya ke beberapa negara Asia, Singapura, Cina & Indonesia. Sisi yg awalnya direncakanan akan tiba antara tanggal 4-6 September dimajukan menjadi tanggal 3-5 September.

Suatu kali seorang Arab dusun mendengar fitnah yg dialami Imam Ahmad & ia khawatir hatinya melemah dlm menghadapi siksa yg telah disiapkan biar ia sependapat dgn rezim yg memercayai Al-Quran itu mahluk. Orang Arab tersebut membuntuti tentara yg menggelendang Imam Ahmad dlm kondisi terikat menuju istana khalifah.

Orang Arab tersebut bertanya ihwal Imam Ahmad & para serdadu menunjukkannya pada Imam Ahmad. Orang Arab tersebut berdiri di depan Imam Ahmad dlm kondisi takut kalau Imam Ahmad murtad sesudah sebelumnya tegar. Ia berkata pada Imam Ahmad, guna menenangkannya & menghiburnya.

“Wahai Ahmad, bila kau terbunuh sebab kebenaran, kau-sekalian mati syahid. Jika kamu-sekalian tetap hidup, kamu-sekalian hidup mulia.”

Imam Ahmad berkata, “Hatiku pun menjadi besar lengan berkuasa.”

Setelah fitnah rampung, Imam Ahmad ingat kalimat tersebut yg menguatkan hatinya & menegarkannya dlm menghadapi cambuk.

Ia berkata, “Sejak gue punya duduk perkara seperti yg pernah gue alami (dipaksa untuk meyakini Al-Qur’an itu mahluk), gue tak pernah mendengar perkataan yg lebih berbobot dr perkataan orang Arab dusun yg berkata kepadaku di tanah lapang Tahuq (nama tempat).”

Mendengar dongeng tentang pendirian yg berpengaruh dr seorang Imam Ahmad tersebut, Al-Akh langsung menarik bibirnya yg tadi ia gigit. Ragu agak memudar, ia menjajal untuk berpendar. Memang perlu dipaksa agar terbiasa. Orang-orang yg berjuang di medan amal perlu sosok-sosok yg menguatkan hati. Agar, tatkala yg lain ditempa keloyoan, yg lain membangkitkan hati. Loyo tak butuh koyo. [Paramuda/ Wargamasyarakat]

Rujukan: Manaqibu Al-Imam Ahmad, hal.313.

  Kisah Tsa’labah: Lena dan Kikir Membawa Sengsara