Adat Suku Dayak Di Gunung Tabur |
- Judul : Adat Orang Dayak Di Gunung Tabur
- Judul Asli : Dajaksche budpekerti in Goenoeng Taboer
- Penyusun : S.Ahmad,Sultan Gunung Tabur
- Penerbit : Yayasan Idayu – Jakarta
- Tahun cetakan : 1979
- Tebal : 44 halaman
- Dimensi : 21cmx15cm
- Buku : Bekas
- Kondisi : Baik Sekali
- Harga : Rp.75.000 (belum termasuk ongkir)
- Call/SMS : 0821 – 3029 – 2636
Daptar Isi:
- Kepercayaan Kepada Raja-Raja
- Berangkat dan Kembalinya Orang Mengayau Serta Eraunya
Kematian
Cara Mengurus Orang Mati Dan Perlengkapan Bekalnya Serta Makna Dari Perbekalan tersebut
- Adat Istiadat Dalam Perkawinan
- Adat Istiadat Untuk Wanita Yang Melahirkan
- Adat Istiadat Menjatuhkan Hukuman Kepada Orang Yang Berbuat Salah
- Adat Istiadat Mengenai Wewenang Kaum Hawa dan Haknya Dalam
Hubungan Suami Istri
- Adat Pantang-Pantangan Pada Waktu Menanam Dan Memotong Padi
- Erau Sehabis Panen Padi
Kebudayaan Suku Dayak di Gunung Tabur
Jika orang membahas suku Dayak yang menghuni hutan belantara Kalimantan, pastilah terpesona sehubungan adatnya yang mengharuskan memangkas kepala orang. Tidak cuma hal tersebut saja yang unik. Adat dalam menghadapi perempuan yang melahirkan pun juga gila, ialah sang suami tidak boleh menunggui, ada kalanya mesti “mengungsi” ke hutan.
Di samping keanehan-kecacatan itu yang memang tidak dijumpai npada suku-suku lain yang menghuni kepulauan Indonesia ini; dalam hal-hal tertentu ada juga kesamaannya seperti yakin ihwal hari baik dan jelek, hukuman di akhirat ibarat surga dan neraka yang diketahui agama-agama yang lain di dunia.
Itulah hal-hal tentang suku Dayak yang menarik perhatian S. Achmad yang pada tahun 1933, selaku Sultan Gunung Tabur, menciptakan catatan wacana hal-hal di atas dan juga perihal kebiasaan suku Dayak bercocok tanam, menghadapi orang yang mati, perkawinan dan lain-lain. Catatan S. Achmad tersebut dihimpun dalam sebuah buku yang berjudul “Dajaksche Adat in Goenoeng Taboer” (1933).
Konon,sekarang hal-hal yang diuraikan dalam buku ini sudah banyak ditinggalkan, seperti memotong kepala orang yang semenjak jaman penjajahan Belanda juga telah dihentikan, begitu pun hal-hal lain. Kehidupan modern juga banyak besar lengan berkuasa dalam cara hidup mereka. Namun selaku bahan studi antropologi budaya, buku ini mungkin sangat berguna sekali.
Di samping keanehan-kecacatan itu yang memang tidak dijumpai npada suku-suku lain yang menghuni kepulauan Indonesia ini; dalam hal-hal tertentu ada juga kesamaannya seperti yakin ihwal hari baik dan jelek, hukuman di akhirat ibarat surga dan neraka yang diketahui agama-agama yang lain di dunia.
Itulah hal-hal tentang suku Dayak yang menarik perhatian S. Achmad yang pada tahun 1933, selaku Sultan Gunung Tabur, menciptakan catatan wacana hal-hal di atas dan juga perihal kebiasaan suku Dayak bercocok tanam, menghadapi orang yang mati, perkawinan dan lain-lain. Catatan S. Achmad tersebut dihimpun dalam sebuah buku yang berjudul “Dajaksche Adat in Goenoeng Taboer” (1933).
Konon,sekarang hal-hal yang diuraikan dalam buku ini sudah banyak ditinggalkan, seperti memotong kepala orang yang semenjak jaman penjajahan Belanda juga telah dihentikan, begitu pun hal-hal lain. Kehidupan modern juga banyak besar lengan berkuasa dalam cara hidup mereka. Namun selaku bahan studi antropologi budaya, buku ini mungkin sangat berguna sekali.