Budaya Tionghoa pastinya berefek pada agama dan kehidupan mereka selaku manusia, yang akan mempunyai nilai dan moralitas terhadap berbagai insiden serta faktor dilema budaya, dan kehidupan mereka sepanjang sejarah hidup mereka.
Dengan dasar itu juga, bahwa mereka berperan terhadap manusia biadab sepatutnya selaku insan yang mempunyai mentalitas menghancurkan, mirip penduduk Orang Indonesia pada abad kolonial hingga dikala ini pada revolusi Industri, orang Batak (Sihombing), Dayak serta Tionghoa Kalimantan Barat, diantara kepentingan ekonomi, politik, budaya kesehatan dan pendidikan.
Asimilasi budaya pada masyarakat Indonesia, lekat dengan kebudayaan setempat mereka selama mereka hidup dengan sistem ekonomi mereka ketika ini. Budaya asimilasi, lebih dimoninan pada masyarakat suku Jawa, Tionghoa, dan Dayak di Kalimantan Barat, tanpa menetralisir identitas mereka sebagai insan yang mempunyai kelayakan terhadap makhluk Tuhan.
Seriap peristiwa dengan berbagai pertentangan sosial yang mereka perbuat, baik itu di sengaja dan tidak di sengaja, tanpa mempunyai rasa malu, khususnya orang Batak Sihombing pada kehidupan budaya mereka di Kalimantan Barat, dan Tionghoa pada faktor pendidikan dan kesehatan di Kalimantan Barat.
Siapa mereka, patut dimengerti bahwa mereka hidup dengan kondisi agama mereka yang pantas dimengerti dari hasil perjuangan kelas sosial, kegagalan dalam kehidupan mereka, dan aneka macam kepentingan ekonomi yang ditemukan secara kotor.
Lobby politik 2008-17, dengan kesadaran mereka selaku etniksitas, dan asimilasi budaya, guna masuk dalam metode kelas sosial, keatas, dan pejabat Negara tentunya berlawanan jauh dengan rupa yang akan diketahui oleh mereka sebagai manusia.
Hal ini terang bagaimana mereka hidup dengan ketidaksadaran mereka selaku manusia, baik itu duduk perkara kelas sosial, keadaan ekonomi politik selama di Indonesia, jelas bagaimana mereka hidup sesuai dengan faktor kehidupan yang sepantasnya begitu buruk terutama pada tata cara konsumsi.
Dari pulau Jawa, dengan berbagai perpindahan daerah yang mereka terapkan sampai memahami bagaimana faktor kehidupan sosial mereka, selama hidup guna bertahan dengan status sosial, dan ekonomi politik dibangun.
Agama menjadi alat bagaimana mereka hidup pada faktor pendidikan dan kesehatan, terperinci bagaimana mereka berpindah urbanisasi, baik itu pekerjaan, kelas sosial, dan faktor kehidupan budaya politik mereka melalui apa yang dihasilkan dalam tata cara ekonomi mereka.
Kesadaran itu timbul dengan adanya persoalan kelas sosial, dan tata cara ekonomi mereka terima dalam menghadapi berbagai keadaan yang mereka terapkan. Hal ini juga, menjadi penting dikala seksualitas politik yang dipraktekkan dikala ini, Sihombing – Marpaung (Jawa), Pontianak Kalimantan Barat, moralitas dan nilai budaya tiada dalam kehidupan mereka selaku orang beragama Nasrani – Protestan – Islam dan hidup menurut etniksitas mereka.