Salah satu kaligrafi yg sering kita temui di masjid & mushala yakni kaligrafi lafazh Allah & Muhammad. Demikian pula di rumah-rumah. Bagaimanakah hukum memajangnya?
Komisi Tetap Untuk Riset Ilmiah & Fatwa Arab Saudi mendapatkan pertanyaan perihal hal ini,
“Saya ingin bertanya yg sebagian orang mempersoalkan problem ini. Yaitu tentang penulisan lafazh Allah & lafazh Muhammad bergabung antara satu dgn yang lain, yg terpampang di atas pintu suatu masjid yg ada di satu provinsi dgn perbedaan usulan selaku berikut,
Sebagian orang berpendapat penulisan dlm bentuk seperti itu tak boleh, dgn dalil hal itu menyebabkan Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam sama kedudukannya dgn Allah Ta’ala. Tentunya ini tak masuk akal.
Sementara sebagian yg lain berpendapat, hal itu boleh karena tak ayat yg mengharamkan hal itu. Juga karena Allah Ta’ala menjadikan nama-Nya bersanding dgn nama Rasul-Nya Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Oleh sebab itu, mohon penjelasan yg benar & terima kasih banyak atas jawabannya.”
Daftar Isi
Jawaban
Menurut nash syar’i (dalil), adalah dua kalimat syahadat dgn mendampingkan antara kesaksian untuk Allah dgn tauhid (syahadat tauhid) & kesaksian untuk Nabi-Nya Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dgn risalah (syahadat risalah) terdapat di beberapa daerah. Seperti dlm adzan & iqamah shalat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ
“Islam dibangun atas lima dasar, yaitu kesaksian bahwa tak ada Tuhan yg berhak disembah selain Allah & Muhammad yaitu delegasi Allah….” (HR. Al-Bukhari & Muslim).
Masih banyak dalil lainnya. Semua dalil tersebut menegaskan keharusan setiap muslim untuk mengimaninya, seperti perkataan seorang,
“Tidak ada Tuhan yg berhak disembah selain Allah & Muhammad utusan Allah.”
Adapun penggabungan kedua nama itu dlm satu goresan pena, maka hal itu tak pernah ada dlm Al-Qur`an & Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Di samping itu, dlm penulisan tersebut terdapat bahaya yg besar. Sebab ibarat kepercayaan orang-orang nashrani yg sesat dgn doktrin trinitas, yg mana menurut mereka ada ilahi bapak, tuhan anak & ruh kudus.
Hal itu pula ciri kepercayaan sesat wihdatul wujud (bersatunya makhluk dgn Tuhan). Serta mendorong seseorang untuk bertindak melampaui batas kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, & menyembahnya bersama Allah Ta’ala.
Oleh karena itu, wajib dihentikan penulisan nama Allah Ta’ala & nama Rasul-Nya Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dlm bentuk tulisan. Yang mana kedua lafazh itu bergabung antara satu & lainnya, atau karakter-huruf itu digandengkan dgn nama-nama yg lain.
Begitu pula tak boleh menulis bentuk tulisan mirip ini ( الله – محمد ) (Allah – Muhammad) di atas pintu masjid atau kawasan lainnya, semoga tak terjadi kerancuan sebagaimana penjelasan di atas.
Semoga shalawat & salam terlimpahkan atas Nabi kita Muhammad beserta keluarga & shahabat-shahabatnya.
Baca juga: Ayat Kursi
Pendapat Lain
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah menerbitkan buku Prinsip & Panduan Umum Seni Islami. Di dalamnya banyak pembahasan panjang lebar mengenai banyak sekali seni mulai dr sastra islami, seni musik islami, seni rupa islami, hingga film & teater islami.
Dalam menjelaskan aturan, MUI sungguh memperhatikan tujuan. Karenanya kaligrafi Allah – Muhammad tak dihentikan sepanjang maksudnya bukan menyamakan kedudukan Allah & Muhammad. Dan hampir semua takmir masjid & kaum muslimin yg memasang kaligrafi Allah – Muhammad di masjid atau di rumah meyakini bahwa Allah yakni Rabb & Ilah, sedangkan Muhammad yaitu utusan-Nya. Dengan demikian, kekhawatiran ulama Arab Saudi tak terbukti di Indonesia.
Ada pun pedoman para ulama seperti Imam Al-Qurthubi & Umar bin Abdul Aziz, mereka melarang kaligrafi ayat Al-Qur’an di dinding dgn argumentasi bisa mengurangi kehormatan Al-Qur’an terutama kalau jatuh. Sehingga, hukumnya makruh.
Jadi, jika kekalutan para ulama terkait kepercayaan menyamakan kedudukan Allah & Muhammad serta memutuskan kaligrafi tersebut aman & terhormat, boleh saja memasang kaligrafi tersebut alasannya tak ada dalil yg mengharamkannya. Paling banter, hukumnya yaitu makruh. Wallahu a’lam bish shawab.
[Abu Syafiq/Wargamasyarakat]