Biografi Wali Songo

Bagi masyarakat muslim Indonesia sebutan Walisanga memberikan makna khusus terhadap eksistensi tokoh-tokoh yang berperan penting dalam pengembangan Islam pada masa ke -15 hingga 16 Masehi di pulau Jawa. Kehadiran Walisanga dengan anutan-ajarannya mempunyai efek yang besar lengan berkuasa dalam penduduk Islam di Jawa. 

Masyarakat Jawa mengundang Sunan kepada para Walisanga. Kata Sunan atau Susuhunan berasal dari kata suhun-kasuhun-sinuhun memiliki arti yang dijunjung tinggi/ dijunjung di atas kepala juga bermakna paduka yang mulia. Gelar atau sebutan Sunan digunakan oleh para raja Mataram Islam hingga kerajaan Surakarta cukup umur ini. 
Bagi sebagian besar penduduk Jawa, Walisanga dianggap memiliki nilai kekeramatan dan kesanggupan-kesanggupan di luar kelaziman. Walisanga merupakan sembilan ulama yang ialah penggerak dan pejuang penyiaran Islam di Jawa pada abad XV dan XVI. Masih terdapat perbedaan pendapat wacana nama-nama Walisanga. 
Namun yang biasa disebut selaku Wali Songo ialah selaku berikut :  
1. Sunan Gresik Maulana Malik Ibrahim 
2. Sunan Ampel Raden Rahmatullah 
3. Sunan Bonang Maulana Makhdum Ibrahim 
4. Sunan Kalijaga Raden Mas Syahid 
5. Sunan Giri Raden ‘Ainul Yaqin 
6. Sunan Drajat Raden Qasim 
7. Sunan Kudus Raden Ja’far Shadiq 
8. Sunan Muria Raden Umar Said 
9. Sunan Gunung Jati Raden Syarif Hidayatullah Walisanga diterima dengan baik oleh masyarakat, sebab kehadiran para wali di tengah-tengah masyarakat Jawa tidak dipandang sebagai sebuah bahaya. 
Para wali memakai unsur-unsur budaya lama (Hindu dan Buddha) selaku media dakwah. Dengan sabar bertahap Walisanga memasukkan nilai-nilai anutan Islam ke dalam komponen-bagian lama yang telah berkembang. Perjuangan Walisanga dalam dakwah nyaris tanpa pertentangan, alasannya Walisanga sangat halus dalam mengajar penduduk dan semua dilakukan dengan jalan hening. 
1. Syaikh Maulana Malik Ibrahim (w. 882 H/ 1419 M) 
 Ada perbedaan usulan terkait asal ajakan Syaikh Maulana Malik Ibrahim, ada pertimbangan berasal dari Turki dan ada usulan lain menyatakan berasal dari Kashan sebuah daerah di Persia (Iran) sebagaimana tercatat pada prasasti makamnya. Syaikh Maulana Malik Ibrahim yaitu seorang ahli tata negara yang menjadi penasehat raja, guru para pangeran dan juga dermawan kepada fakir miskin. 
Menurut Babad ing Gresik beliau datang bersama kawan-mitra dekatnya dan berlabuh di Gresik pada tahun 1293/1371 M. Syaikh Maulana Malik Ibrahim ialah keturunan Ali Zainal Abidin cicit Nabi Muhammad Saw. 
Syaikh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik berdomisili di Gresik untuk menyiarkan pemikiran Islam sampai tamat hayatnya pada tanggal 12 Rabiul awwal 822 H, bertepatan dengan 8 April 1419 M dan di makamkan di desa Gapura kota Gresik. Makamnya banyak diziarahi penduduk hingga kini. Sunan Gresik dianggap sebagai penyiar Islam pertama di tanah Jawa, sehingga dianggap selaku Ayah dari Walisanga. 

2. Sunan Ampel atau Raden Rahmat (w. 1406 M) 
Raden Rahmat yakni putra cucu Raja Champa, ayahnya berjulukan Ibrahim As-Samarkandi yang menikah dengan Puteri Raja Champa yang bernama Dewi Candra Wulan. Raden Rahmat ke tanah Jawa eksklusif ke Majapahit, sebab bibinya Dewi Dwara Wati diperistri Raja Brawijaya, dan istri yang paling disukainya. 
Raden Rahmat berhenti di Tuban dan ditempat itu dia berkenalan dengan dua tokoh masyarakat yaitu Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning, yang kemudian masuk Islam keduanya beserta keluarganya. 
Dengan masuk Islamnya Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning, usaha Sunan Ampel makin gampang dalam mendekati penduduk dan melaksanakan dakwah Islam, sedikit demi sedikit mengajarkan Ketauhidan dan Ibadah. Sunan Ampel wafat pada tahun 1406 M. Beliau dimakamkan di Kompleks Masjid Ampel, Surabaya. Sampai kini makam beliau banyak dikunjungi peziarah dari berbagai derah diseluruh pelosok Indonesia.

3. Sunan Bonang atau Makhdum Ibrahim (w.1525 M) 
Raden Maulana Makhdum Ibrahim adalah putra Sunan Ampel dari istri yang berjulukan Dewi Candrawati. Sunan Bonang diketahui selaku hebat IlmuKalam dan Ilmu Tauhid. Maulana Makhdum Ibrahim banyak berguru di Pasai, kemudian sekembalinya dari Pasai, Maulana Makhdum Ibrahim mendirikan pesantren di kawasan Tuban. Santri yang mencar ilmu pada pesantren Maulana Makhdum Ibrahim, berasal dari penjuru kawasan di tanah air.

  Perkembangan Peradaban Islam Masa Dinasti Safawi

Dalam melaksanakan kegiatan dakwahnya Maulana Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang) memiliki keunikan dengan cara mengubah nama-nama tuhan dengan nama-nama malaikat sebagaimana yang diketahui dalam Islam. Hal ini dimaksudkan selaku upaya persuasif terhadap penganut pedoman Hindu dan Budha yang telah usang dipeluk sebelumnya. Sunan Bonang meninggal pada tahun 1525 dan dimakamkan di Tuban, daerah pesisir utara Jawa yang menjadi basis usaha dakwahnya.

4. Sunan Kalijaga atau Raden Syahid (w. kurun 15) 

Sunan Kalijaga memiliki nama kecil Raden Sahid, dia juga dijuluki Syekh Malaya. Ayahnya bernama Raden Sahur Tumenggung Wilwatikta keturunan Ranggalawe yang sudah Islam dan menjadi bupati Tuban, sedangkan ibunya bernama Dewi Nawangrum. Sunan Kalijaga ialah salah satu wali yang asli orang Jawa. 
Sebutan Kalijaga menurut sebagian riwayat berasal dari rangkaian bahasa Arab qadi zaka yang artinya ‘pelaksana’ dan ‘membersihkan’. Menurut usulan penduduk Jawa menunjukkan arti kata qadizaka dengan Kalijaga, yang berarti pemimpin atau pelaksana yang menegakkan kesucian atau kebersihan. Sunan Kalijaga meninggal pada pertengahan masa XV dan makamnya ada di desa Kadilangu, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. 
5. Sunan Giri atau Raden ‘Ainul Yaqin (w. Abad 15) 
Raden ‘Ainul Yaqin (Raden Paku) ialah putra dari Syekh Maulana Ishaq (murid Sunan Ampel). Raden ‘Ainul Yaqin dan dikenal dengan sebutan Sunan Giri. Sunan Giri merupakan kerabat ipar dari Raden Fatah, di karenakan istri mereka bersaudara. Raden ‘Ainul Yaqin kecil di bawah asuhan seorang perempuan kaya raya yang bernama Nyai Gede Maloka atau Nyai Ageng Tandes. 
Setelah menginjak remaja, Raden ‘Ainul Yaqin belajar di Pesantren Ampel Denta (Surabaya) milik Sunan Ampel. Di sini ia berjumpa dan berteman baik dengan putra Sunan Ampel yang berjulukan Maulana Makdum Ibrahim. Ketika hendak melaksanakan ibadah haji bareng Sunan Bonang, keduanya meluangkan singgah di Pasai untuk memperdalam ilmu keimanan dan tasawuf. 
Pada sebuah cerita diceritakan bahwa Raden Paku bisa meraih tingkatan ilmu laduni. Dengan prestasi yang dicapainya inilah, Raden Paku juga terkenal dengan panggilan Raden ‘Ainul Yaqin. Sunan Giri meninggal sekitar awal kurun ke-16, makam ia ada di Bukit Giri, Gresik.

  Sejarah Pertumbuhan Islam Di Italia

6. Sunan Drajad atau Raden Qasim (w. 1522 M) 

Sunan Drajad memiliki nama asli Raden Qasim. Disebut Sunan Drajad alasannya dia berdakwah di kawasan Drajad kecamatan Paciran Lamongan. Masyarakat juga menyebutnya selaku Sunan Sedayu, Raden Syarifudin, Maulana Hasyim, Sunan Mayang Madu. Raden Qasim adalah putra Sunan ampel dari istri kedua yang berjulukan Dewi Candrawati. 
Raden Qasim mempunyai enam saudara seayah-seibu, diantaranya Siti Syareat (istri R. Usman Haji), Siti Mutma’innah (istri R. Muhsin), Siti Sofiah (istri R. Ahmad, Sunan Malaka) dan Raden Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang). Di samping itu, beliau mempunyai dua orang kerabat seayah lain ibu, ialah Dewi Murtasiyah (istri R. Fatah) dan Dewi Murtasimah (istri Sunan Giri). Sedangkan istri Sunan Drajad, yaitu Dewi Shofiyah putri Sunan Gunung Jati.

7. Sunan Kudus atau Raden Ja’far Shadiq (w.1550 M)

Sunan Kudus biasa juga diketahui Ja’far Sadiq atau Raden Undung, ia juga dijuluki Raden Amir Haji sebab dia pernah bertindak selaku pimpinan Jama’ah Haji (Amir). Dikenal selaku seorang pujangga pintar yang luas dan mendalam keilmuannya.

Ja’far Sadiq (Sunan Kudus) ialah putra Raden Usman Haji yang menyebarkan agama Islam di kawasan Jipang Panolan, Blora, Jawa Tengah. Dalam silsilah, Sunan Kudus masih keturunan Nabi Muhammad Saw. Tercatat detail dalam silsilah: Ja’far Sadiq bin R. Usman Haji bin Raja Pendeta bin Ibrahim as-Samarkandi bin Maulana Muhammad Jumadal Kubra bin Zaini al-Husein bin Zaini al-Kubra bin Zainul Alim bin Zainul Abidin bin Sayid Husein bin Ali ra. 

Sunan Kudus juga dikenal dengan julukan wali al-ilmi, sebab sangat menguasai ilmu-ilmu agama, utamanya tafsir, fikih, undangan fikih, tauhid, hadits, serta nalar. Sunan Kudus juga dipercaya selaku panglima perang Kesultanan Demak. 
Ia mendapat dogma untuk mengontrol pemerintahan di tempat Kudus, sehingga dia menjadi pemimpin pemerintahan (Bupati) sekaligus pemimpin agama. Sunan Kudus meninggal di Kudus pada tahun 1550, makamnya berada di dalam kompleks Masjid Menara Kudus.

  Gerakan Pembaruan Islam Di Indonesia

8. Sunan Muria atau Raden Umar Said (w. kurun 15)

Sunan Muria yakni putera Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Nama aslinya ialah Raden Umar Said, semasa kecil ia lazimdipanggil Raden Prawoto. Dikenal sebagai Sunan Muria alasannya adalah sentra dakwah dan bertempat tinggal ia di Bukit Muria. Dalam dakwah, dia mirip ayahnya. Ibarat mengambil ikan “tidak sampai keruh airnya”. Dalam sejarah tidak dikenali secara persis tahun meninggalnya dan berdasarkan perkiraan, Sunan Muria meninggal pada abad ke-16 dan dimakamkan di Bukit Muria, Kudus.

9. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah (w. 1570 M)

Dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati, nama asli beliau adalah Syarif Hidayatullah. Beliau yaitu salah seorang dari Walisanga yang banyak menunjukkan bantuan dalam menyebarkan agama Islam di pulau Jawa, utamanya di kawasan Jawa Barat. Syarif Hidayatullah diketahui selaku pendiri Kesultanan Cirebon dan Banten.

Dalam bukunya Sadjarah Banten, Hoesein Djajadiningrat menyatakan kedua nama yaitu Fatahillah dan Nurullah merupakan nama satu orang. Nama aslinya yakni Nurullah, lalu dikenal juga dengan nama Syekh Ibnu Maulana. Nurullah yang lalu diketahui dengan nama Sunan Gunung Jati berasal dari Pasai. 

Penguasaan Portugis atas Malaka pada 1511 dan kesannya Pasai pada tahun 1521 membuat Nurullah tidak tinggal lama di Pasai. Beliau secepatnya berangkat ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji. Setelah kembali dari Tanah Suci pada tahun 1524, kemudian eksklusif menuju Demak dan beristri adik Sultan Trenggana. 
Atas pemberian dari Sultan Trenggana, ia berangkatlah ke Banten untuk mendirikan sebuah pemukiman muslim. Kemudian dari Banten, Nurullah melebarkan pengaruhnya ke tempat Sunda Kelapa. Di sini, pada tahun 1526 ia berhasil mengusir bangsa Portugis yang hendak mengadakankerja sama dengan Raja Padjajaran. 
Berkat kemenangannya ini, Nurullah mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Di Banten, dia meninggalkan putranya yang berjulukan Hasanuddin untuk memimpin Banten. Sunan Gunung Jati wafat di Cirebon pada tahun 1570 dan usianya diperkiran sekitar 80 tahun. Makamnya terdapat di kompleks pemakaman Wukir Sapta Pangga di Gunung Jati, Desa Astana Cirebon, Jawa Barat.
Demikianlah bahasan bahan tentang biografi Wali Songo.