Biografi Tokoh-Tokoh Pembaruan Dalam Islam

Dalam perjalanan waktu dan pasang surutnya arah usaha umat Islam dalam meninggikan kalimat sang Maha Pencipta, meski dalam kondisi terpuruk sekalipun akan senantiasa ada para pembaharu yang dengan kemampuan ilmu wawasan yang dimilikinya maju tandang kedepan dalam menyuarakan kembali ayat-ayat Tuhan yang telah usang ada tetapi ditinggalkan.
Arah pedoman para pembaharu Islam ini tertuju terhadap bagaimana cara supaya kondisi umat yang ndeso menjadi umat yang berperadaban, mempunyai martabat serta derajat kembali ditengah-tengah kehidupan insan hingga mendulang kejayaan. Allah Swt telah  menggariskan melalui firmannya dalam kitab suci Al-Alquran bahwa kejayaan dimuka bumi ini akan senantiasa dipergilirkan.

Berikut ini ialah biografi tokoh-tokoh pembaruan dalam Islam

1. Muhamamd Ali Pasha (1765-1849 M) 

Muhammad Ali Pasha lahir bulan Januari 1765 di Kawalla Albania Yunani akrab pantai Macedonia dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. Negeri ini telah menjadi bagian negara Daulah Usmani semenjak ditaklukkannya oleh Sultan Muhammad II al-Fatih pada tahun 857 H/1453 M dan gres mampu melepaskan diri dari kekuasaan Istanbul pada tahun 1245/1829 M. 
Ayah Muhammad Ali Pasha bernama Ibrahim Agha, seorang imigran Turki, kelahiran Yunani. Sejak kecil, Muhammad Ali Pasha memiliki kemampuan dan kecerdasan hebat. Dalam perjalanan kariernya, banyak usaha yang dilakukan untuk memperbaharukan atau memodernisir keadaan umat Islam yang telah jauh tertinggal dari negara-negara Barat. 
Setelah besar ia bekerja selaku pemungut pajak, alasannya adalah kecakapannya dalam pekerjaannya ini beliau menjadi kesayangan Gubernur Daulah Usmani setempat, risikonya dia diangkat sebagai menantu oleh gubernur tersebut dan mulai dari waktu itu kariernya makin meningkat. Muhammad Ali Pasha diangkat menjadi menantu Gubernur Usmani di tempatnya bekerja. 
Setelah masuk dalam dinas militer, dia juga memperlihatkan kecakapan dan kemampuan sehingga pangkatnya cepat naik menjadi perwira. Ketika pergi ke Mesir beliau memiliki kedudukan wakil perwira yang memimpin pasukan yang diantardari wilayahnya. Setelah prajurit prancis keluar dari Mesir di tahun 1801. Muhammad Ali Pasha turut memainkan peran penting dalam dunia politik. 
Muhammad Ali Pasha mewariskan peninggalan yang megah di perbukitan Jabal Muqatam. Dengan mengerahkan desainer Yunani berjulukan Yusuf Bushnak balasannya berhasil menciptakan Masjid indah dengan corak menara Turki yang berwarna putih perak. 
Masjid tersebut terbuat dari materi marmer yang menawan, masyarakatMesir menamainya sebagai masjid Alabaster. Muhammad Ali Pasha meninggal dunia pada tahun 1849 M di Alexandria kemudian jenazahnya dimakamkan di komplek masjid Alabaster. 
2. Jamaluddin Al-Afghani (1838-1897 M) 

Jamaluddin Al-Afghani dilahirkan di Asadabad, erat Kanar di Distrik Kabul, Afghanistan, pada tahun 1838 M (1254 H). Al-Afghani menghabiskan era kecilnya di Afghanistan, namun banyak berjuang di Mesir, India bahkan Perancis. Dalam usia 18 tahun, Al-Afghani tidak cuma menguasai ilmu keagamaan tetapi juga mendalami filsafah, aturan, sejarah, metafisika, kedokteran, sains, astronomi dan astrologi. 
Jamaluddin al-Afghani ialah salah seorang pemimpin pergerakan Islam pada selesai kurun XIX. Ayah Afghani, yakni Sayyid Sand, dikenal dengan gelar Shadar Al-Husaini. Ayahnya tergolong bangsawan terhormat dan memiliki korelasi nasab dengan Hussein Ibn Ali r.a., dari pihak Ali At-Tirmizi, seorang perawi hadis. 
Oleh karena itu, pada nama depan Jamaluddin Al-Afghani diberi perhiasan Sayyid. Al-Afghani melanjutkan mencar ilmu ke India selama satu tahun. Di India Afghani menggeluti sejumlah ilmu wawasan melalui metode modern. Didorong keyakinannya, Al-Afghani melanglang buana ke berbagai negara. Dari India, AlAfghani melanjutkan perjalanan ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. 
Sepulangnya ke Kabul Al-Afghani diminta penguasa Afghanistan Pangeran Dost Muhammad Khan, untuk membantunya. Tahun 1864, Al-Afghani diangkat menjadi penasehat Shir Ali Khan, dan beberapa tahun kemudian diangkat menjadi Perdana Menteri oleh Muhammad A’zam Khan. 
Namun alasannya adalah campur tangan Inggris, Al Afghani balasannya meninggalkan Kabul ke Mekkah. Inggris menganggap Al-Afghani selaku tokoh berbahaya alasannya adalah wangsit-inspirasi pembaruannya, oleh alhasil pihak Inggris terus mengawasinya. 
3. Muhammad Abduh (1849 – 1905 M) 

Muhammad Abduh lahir di pedusunan delta Nil Mesir pada tahun 1849. Keluarganya terkenal berpegang teguh terhadap ilmu dan agama. Dalam usia 12 tahun Muhammad Abduh telah hafal al-Qur’an. Kemudian, pada usia 13 tahun beliau dibawa ke Tanta untuk berguru di Masjid Al-Hamdi. 
Masjid ini sering disebut Masjid Syeikh Ahmad, yang kedudukannya dianggap sebagai level kedua sehabis Al-Azhar. Di masjid ini Muhammad Abduh menghapal dan mencar ilmu al-Qur’an selama 2 tahun. Pada dikala Muhammad Abduh berumur 16 tahun, tepatnya pada tahun 1865, Muhammad Abduh menikah dan bekerja sebagai petani. 
Namun hal itu hanya berlangsung selama 40 hari, alasannya adalah kemudiania pergi ke Tanta untuk berguru kembali. Pamannya, seorang Syekh (guru spiritual) Darwisy Khadr seorang ulama shufi dari Tarekat Syadzili sudah membangkitkan kembali semangat berguru dan antusiasme Abduh terhadap ilmu dan agama. 
Syeikh ini mengajarkan kepadanya disiplin etika dan tabiat serta praktek kezuhudan tarekat nya. Meski Muhammad Abduh tidak usang bareng Syeikh Darwisy, sepanjang hidupnya Muhammad Abduh tetap terpesona kepada kehidupan ruhaniah tasawuf. 
Namun lalu beliau jadi kritis kepada banyak bentuk lahiriah dan aliran tasawuf, dan sebab lalu ia memasuki kehidupan Jamaluddin Al-Afghani yang karismatis itu. Tahun 1866 Muhammad Abduh meninggalkan isteri dan keluarganya menuju Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Tiga tahun sehabis Muhammad Abduh di Al-Azhar, Jamaluddin Al-Afghani datang ke Mesir. 
Di bawah bimbingan Al-Afghani, Muhammad Abduh mulai memperluas studinya sampai mencakup filsafat dan ilmu sosial serta politik. Sekelompok pelajar muda Al-Azhar bergabung bersamanya, termasuk pemimpin Mesir di lalu hari, Sa’dZaghlul. Al-Afghani aktif menunjukkan dorongan kepada murid-muridnya ini untuk menghadapi intervensi Eropa di negeri mereka dan pentingnya menyaksikan umat Islam sebagai umat yang satu. 
Muhammad Abduh meninggal pada tanggal 11 Juli 1905. Banyaknya orang yang memperlihatkan hormat di Kairo dan Alexandria, mengambarkan betapa besar penghormatan orang kepada dirinya. Meskipun Muhammad Abduh menerima serangan sengit alasannya persepsi dan tindakannya yang reformatif, terasa ada pengesahan bahwa Mesir. 
4. Muhammad Rasyid Ridha (1865 – 1935 M) 

Muḥammad Rasyid Rida lahir di Qalamun, Lebanon akrab dengan Tripoli (Suriyah), 27 Jumadil Ula 1282 H, atau 23 September 1865 M, nama lengkapnya yakni Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Syamsuddin bin Baha’uddin Al Qalmuni Al-Husaini. Ia dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan keluarga terhormat dan taat beragama. 
Rasyid Ridha mengawali pendidikan dengan membaca Al-Qur’an, menulis dan berhitung di kampungnya, Qalamun, Suriyah. Muhammad Rasyid Ridha masuk ke Madrasah ar-Rasyidiyah, ialah sekolah milik pemerintah di Tripoli untuk berguru ilmu bumi, ilmu berhitung, ilmu bahasa, seperti nahwu dan saraf (ilmu tata bahasa Arab); dan ilmu-ilmu agama, seperti akidah dan ibadah. 
Ketika berumur 18 tahun, Ridha kembali melanjutkan studinya dan sekolah yang dipilihnya ialah Madrasah al-Wathaniyyah al-Islamiyyah yang didirikan Syekh Husain al-Jisr. Syekh Husain al-Jisr, diketahui selaku seorang yang sungguh berjasa dalam menumbuh kembangkan semangat ilmiah dan ilham pembaruan dalam diri Rasyid Ridha di kemudian hari. 
Di antara pikiran-anggapan gurunya yang sungguh mensugesti inspirasi pembaruan Rasyid Ridha ialah, satu-satunya jalan yang harus ditempuh umat Islam untuk meraih perkembangan ialah memadukan pendidikan agama dan pendidikan biasa . Rasyid Ridha juga seorang pengikut Thareqat Naqsyabandiyah. 
Berdasarkan pengalamannya di dunia tarekat, ia menyimpulkan bahwa pedoman-pedoman tarekat yang berlebihan dalam cara beribadat dan pengkultusan seorang guru menciptakan seseorang memiliki perilaku statis dan pasif. Rasyid Ridha meninggal di Mesir, 22 Agustus 1935 M (1354 H). Kemudian dimakamkan Kairo, Mesir, bersebelahan dengan makam gurunya, Muhammad Abduh.
5. Muhammad Iqbal (1877 – 1938 M) 
Muhammad Iqbal terlahir di Sialkot, Punjab, India, 9 November 1877. Leluhurnya termasuk dari kalangan kasta Brahmana dari Kashmir yang sudah memeluk agama Islam sekitar tiga abad sebelum Iqbal lahir.Muhammad Iqbal terkenal sebagai seorang sastrawan, filsuf, sekaligus negarawan pada periode XX. 
Muhammad Iqbal berkelana mencar ilmu ke Eropa selama tiga tahun; mulai dari Cambridge bersama seorang filosof neo-Hegelian, JME McTaggert, lalu di Heidelberg dan terakhir di Munich. Dia meninggalkan Eropa dengan gelar sarjana aturan dari Inggris dan gelar doktor dari Jerman dengan tesis ihwal Mistisisme Persia. 
Fakta yang lebih penting yakni ia menguasai pemikiran Eropa secara mendalam, sejak teologi Thomas Aquinas hingga filsafat Henri-Louis Bergson dan Nietzsche. Dalam sastra Urdu, Muhammad Iqbal ialah salah satu tokoh yang penting. Karya-karnya banyak ditulis dalam bahasa Urdu dan Persia. 
Sarjana-sarjana sastra Pakistan, India bahkan Indonesia banyak yang mengakui dan mengagumi karya-karya Muhammad Iqbal.The Reconstuction of Religious Thought in Islam (terbitan Lahore, 1951) mampu dibilang sebagai karya pamuncaknya. Di sanalah, percik-percik gagasannya memancar dan terus memberi inspirasi sampai kini. 
Selama bertahun-tahun Muhammad Iqbal menawarkan pengaruh yang sangat besar pada pertikaian budaya, sosial, religius dan politik. Muhammad Iqbal meninggal di Lahore, 21 April 1938 pada umur 60 tahun.
Demikianlah pembahasan bahan tentang biografi tokoh-tokoh pembaruan dalam Islam.