Tjoet Nyak Dhien Menikah di Usia Belia
Ketika perang Aceh meletus dalam tahun 1873 Tjoet Nyak Dhien telah menikah dengan Teuku Ibrahim Lamnga anak dari Teuku Abas Ujung Aron. Pernikahan itu bahkan sudah dilaksanakan secara kawin gantung pada tahun 1862 yang dilangsungkan di desa Lampadang di rumah ayahandanya ketika Tjoet Nyak Dhien berusia 12 tahun. Setelah dewasa barulah mereka berkumpul sebagai sepasang suami-istri. Waktu perang meletus mereka sudah dikaruniai seorang anak.
Perjuangan Teu Ibrahim Teuku Ibrahim Lamnga ketika Belanda untuk pertama kali menyerbu Aceh tahun 1875 telah ikut dalam pertempuran – pertempuran sehingga beliau ialah seorang tokoh dalam perjuangan dari tempat VI Mukim. Tanggal 28 Desember 1875 Belanda menyerang tempat VI Mukim dan Meuraksa sebelah Utara sehingga terpaksa Tjoet Nyak Dhien beserta keluarga dan ibunya mengungsi dari Lampadang dengan lewat Lamtengah dan Lampagar menuju ke Leupeung. Selama bertahun-tahun semenjak itu terjadi pertempuran-pertempuran yang sengit di tempat VI Mukim.
Dalam suatu peperangan di Sela Glee Tarun Teuku Ibrahim Lamnga gugur gotong royong dengan adiknya Tueku Ajat dan Teuku Nyak Man (29 Juni 1878). Dengan memakan waktu perjalanan tiga hari tiga malam jenazah Teuku Ibrahim Lamnga dibawa ke Leupeung dan dimakamkan di Montasik dalam suatu upacara yang didatangi oleh pejuang-pejuang Aceh yang telah berikrar untuk melanjutkan perang melawan Belanda hingga sahid.
Bagi Tjoet Nyak Dhien sahidnya Teuku Ibrahim Lamnga ialah suatu kesedihan yang amat mendalam tetapi tidak menggoyangkan semangatnya terus berjuang mengusir Belanda dari Tanah Aceh. Sumber buku Pahlawan Nasional Tjoet Nyak Dhien 1989.