![]() |
Bantahan Untuk Imaduddin |
Rabu, 28 Ramadhan 1444 H setelah sahur saya mempublikasikan Risalah Ilmiah mengupas tuntas syubhat Imaduddin Utsman perihal keabsahan nasab Habaib Baalawi, cuma berselang beberapa belas Jam kemudian, seorang sahabat saya mengantarlink yg berisi jawaban Imaduddin Utsman kepada Risalah Ilmiah yg saya susun yg dimuat dlm web resmi pondok pesantrennya. Luar biasa, di satu segi saya salut betapa konsentrasi & cepatnya KH Imaduddin Utsman mengkaji problem ini, tetapi di segi lain, agresi cepat tanggap Imaduddin tersebut justru menelisik betapa sembrononya ia dlm meneliti & mengambil kesimpulan. Ada beberapa poin penting yg ingin saya soroti, diantaranya :
Dalam tulisannya, Imaduddin menyampaikan “ Risalah Hanif ini, belum dapat membantah terputusnya nasab Ba Alawi. Karena di dalamnya cuma mengetengahkan perihal obrolan para ulama kepada nasab Ba Alawi mulai dr kurun 9 “ – kemudian ia pula mengatakan – “ Tatkala ketersambungan dr 345-996 hijriah ini tak ada maka semua pujian ulama setelah tahun 996 H tak berfaidah dlm itsbat nasab Ba Alawi” & seterusnya.
Pernyataan Imaduddin di atas memperlihatkan bahwa ia tak betul-betul membaca Risalah Ilmiah saya. Padahal siapapun yg membaca Risalahtersebut maka akan menyaksikan dengan-cara terperinci & gamblang bahwa saya mengutip kesaksian-kesaksian Ulama dr kitab-kitab mereka sebelum tahun 996 H tentang keabsahan Nasab Baalwi; Seperti al-Imam al-Janadi (W : 732 H), al-Imam al-Yafi’i (W : 768 H), al-Imam ar-Rosuli (W : 778 H), al-Imam al-Khozroji (W : 812 H) al-Imam Husein al-Ahdal (W : 855 H) al-Imam Abdurrahman al-Khothib ( W : 855 H ), an-Nassbah Kazdhim alMusawi (W : 880) al-Imam As-Syarji az-Zabidi (W : 893 H) al-Hafidz asSakhowi (W : 902 H), al-Imam Bamakhromah (W : 947 H) Al-Mutawakkil ‘Alallah Yahya bin Syarafuddin al-Mahdi (W : 965 H) Syaikhul Islam Ibnu Hajar al-Haitami ( W : 974 H ), baru lalu an-Nassabah asSamarqondi ( W : 996 H ) dlm kitabnya Tuhfatutholib, & seterusnya.
Artinya, Imaduddin menanggapi & menghukumi apa yg saya tulis dlm risalah tersebut sebelum mengenali (Tashawwur) isinya , dengan-cara Ilmu manthiq apa yg dilakukan Imaduddin (Tashdiq sebelum Tashawwur deengan benar) sudah merupakan cacat nalar. Dari sini terlihat terperinci bahwa apa yg dikerjakan Imaduddin tak lebih dr sekedar Safsathoh & pemutar balikkan fakta, bukan dlm rangka mencari kebenaran sebagaimana yg ia dengungkan, akan tetapi mengkaburkan kebenaran & mencari pembenaran.