أَنَّ رَجُلًا تَوَضَّأَ فَتَرَكَ مَوْضِعَ ظُفُرٍ عَلَى قَدَمِهِ فَأَبْصَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ» فَرَجَعَ، ثُمَّ صَلَّى
Ada seseorang yang berwudhu kemudian beliau membiarkan seluah satu kuku di jari kakinya tidak terkena air. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperhatikannya dan menyuruhnya,
Orang inipun mengulangi wudhunya, lalu beliau shalat. (HR. Muslim 243).
Dalam riwayat Ahmad, diceritakan :
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَجُلًا يُصَلِّي، وَفِي ظَهْرِ قَدَمِهِ لُمْعَةٌ، قَدْرُ الدِّرْهَمِ لَمْ يُصِبْهَا الْمَاءُ ” فَأَمَرَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُعِيدَ الْوُضُوءَ “
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyaksikan seseorang shalat, sementara di punggung kakinya ada selebar koin yang belum tersentuh air. Kemudian beliau memerintahkan orang ini untuk mengulangi wudhunya. (HR. Ahmad 15495 dan dinilai hasan oleh Syuaib al-Arnauth).
Berdasarkan hadis di atas, para ulama memastikan bahwa wudhu tidak sah, jika masih ada bab anggota wudhu yang tidak terkena air. Meskipun itu cuma seluas koin atau kuku di jari kaki.
Ketika wudhu batal, maka shalat yang dilaksanakan juga batal.
فِي هَذَا الْحَدِيث : أَنَّ مَنْ تَرَكَ جُزْءًا يَسِيرًا مِمَّا يَجِب تَطْهِيره لَا تَصِحّ طَهَارَته وَهَذَا مُتَّفَق عَلَيْهِ،
Semakna dengan keringnya anggota wudhu yakni adanya bagian anggota wudhu yang tertutupi benda tertentu, sehingga air tidak bisa mengenai permukaan kulit anggota wudhu itu.
Imam An-Nawawi mengatakan :
إذا كان على بعض أعضائه شمع أو عجين أو حناء وأشباه ذلك فمنع وصول الماء إلى شيء من العضو لم تصح طهارته سواء أكثر ذلك أم قل
Sebaliknya, bila ada benda yang menutupi anggota wudhu, namun tidak menghalangi air terkena permukaan kulit, wudhunya sah, walaupun ada bekasnya di kulit, misal bekas warna atau semacamnya.
Imam An-Nawawi melanjutkan penjelasannya :
ولو بقي على اليد وغيرها أثر الحناء ولونه ، دون عينه ، أو أثر دهن مائع بحيث يمس الماء بشرة العضو ويجري عليها لكن لا يثبت : صحت طهارته
Rincian ini juga disampaikan dalam pedoman Lajnah Daimah, ketika ditanya perihal hukum cat atau pacar kuku,
إذا كان للطلاء جرم على سطح الأظافر ، فلا يجزئها الوضوء دون إزالته قبل الوضوء ، وإذا لم يكن له جرم أجزأها الوضوء كالحناء
Jika tidak ada zat yang menghalangi permukaan kulit, boleh digunakan untuk wudhu, seperti hena (pacar kuku). (Fatawa Lajnah Daimah, 5/218)
Berdasarkan informasi di atas, bila kita amati, tinta pemilu tergolong jenis yang kedua.
Tinta ini seperti hena, yang masuk ke dalam pemukaan kulit. Sehingga tinta ini tidak membatasi air untuk tentang permukaan kulit.
Berbeda dengan cat, lem, atau stiker yang ada di permukaan kulit. Benda mirip ini bisa menghalangi air tentang permukaan kulit.