Berbicara Selaku Sebuah Keahlian Berbahasa

Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa

Linguis berkata bahwa “speaking is language”. Berbicara ialah suatu keterampilan berbahasa yang meningkat pada kehidupan anak, yang cuma didahului oleh ketrampilan menyimak, dan pada abad tersebutlah kesanggupan berbicara atau berujar dipelajari.

Berbicara telah barang pasti bekerjasama dekat dengan kemajuan kosakata yang diperoleh oleh sang anak; melalui kegiatan mendengarkandan membaca. Kebelum-matangan dalam pertumbuhan bahasa juga ialah suatu keterlambatan dalam aktivitas-aktivitas berbahasa.

Perlu kita sadari juga bahwa keterampilan keahlian yang diharapkan bagi aktivitas berbicara yang efektif banyak persamaannya dengan yang dibutuhkan bagi komunikasi efektif dalam keterampilan-kemampuan berbahasa yang lainnya im (Greene & Petty, 1971: 39-40).

Untuk memeroleh gambaran yang lebih terang, berikut ini akar kita tinjau secara lebih terang kekerabatan antara:

a) mengatakan dan menyimak,
b) berbicara dan membaca,
c) lisan verbal dan lisan tulis.

1. Hubungan antara berbicara dan menyimak

Berbicara dan menyimak ialah aktivitas komunikasi dua arah yang eksklusif serta ialah komunikasi tatap-wajah atau face- to-face communication (Brooks, 1964: 134).

Hal-hal yang mampu memberikan eratnya relasi antara mengatakan dan menyimak, adalah selaku berikut.

  • Ujaran (speech) lazimnya dipelajari melalui mendengarkandan meniru (imitasi). Oleh sebab itu, teladan atau model yang disimak atau direkam oleh sang anak sangat penting dalam penguasaan kecakapan berbicara.
  • Kata-kata yang akan dipakai serta dipelajari oleh sang anak biasanya diputuskan oleh perangsang (stimulus) yang mereka jumpai (misalnya kehidupan desa/kota) dan kata-kata yang paling banyak memberi pemberian atau pelayanan dalam memberikan wangsit-wangsit atau gagasan mereka.
  • Ujaran sang anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan dalam penduduk tempatnya hidup. Misalnya, ucapan, intonasi, kosakata, penggunaan kata-kata, dan teladan-acuan kalimat.
  • Anak yang lebih muda lebih dapat mengerti kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan rumit dibandingkan dengan kalimat-kalimat yang dapat diucapkannya.
  • Meningkatkan keahlian menyimak berarti membantu mengembangkan kualitas mengatakan seseorang.
  • Bunyi atau bunyi merupakan aspek penting dalam mengembangkan cara pemakaian kata-kata sang anak. Oleh alasannya itu sang anak akan tertolong jikalau mereka menyimak ujaran-ujaran yang bagus dari para guru, rekaman-rekaman yang bermutu, dongeng-dongeng yang bernilai tinggi, dan lain-lain.
  • Berbicara dengan pinjaman alat-alat peraga (visual aids) akan menciptakan penangkapan info yang lebih baik pada pihak penyimak. Umumnya, sang anak mempergunakan/memalsukan bahasa yang didengarnya. (Tarigan, 1980: 1 – 2; Dawson [et al], 1963: 29).
  Kebijakan Evaluasi Pendidikan Dalam Rangka Merdeka Berguru

2. Hubungan antara berbicara dan membaca

Beberapa proyek penelitian telah memperlihatkan adanya kekerabatan yang erat antara pertumbuhan kecakapan berbahasa lisan dan kesiapan baca. Telaah-telaah tersebut menawarkan bahwa kesanggupan-kesanggupan lazim berbahasa lisan turut melengkapi suatu latar belakang pengalaman-pengalaman yang menguntungkan.

Keterampilan-keterampilan tersebut meliputi ujaran yang jelas dan tanpa kendala, kosa kata yang luas dan bermacam-macam, penggunaan kalimat-kalimat lengkap serta sempurna jika diharapkan, pembedaan pendengaran yang sempurna, dan kemampuan mengikuti serta menelusuri kemajuan urutan suatu cerita, atau menghubungkan peristiwa peristiwa dalam urutan yang wajar serta logis.

Hubungan-korelasi antara bidang kegiatan ekspresi dan membaca telah dapat dikenali dari beberapa telaah penelitian, antara lain:

  • performansi atau tampilan membaca berbeda sekali dengan kecakapan berbahasa lisan.
  • pola-contoh ujaran yang tuna-aksara mungkin mengusik pelajaran membaca bagi anak-anak.
  • jikalau pada tahun-tahun permulaan sekolah, ujaran membentuk sebuah dasar bagi pelajaran membaca, maka membaca bagi belum dewasa kelas yang lebih tinggi turut membantu mengembangkan bahasa lisan mereka; misalnya: kesadaran linguistik mereka terhadap perumpamaan-ungkapan baru, struktur kalimat yang bagus dan efektif, serta penggunaan kata-akta yang sempurna.
  • kosa kata khusus perihal bahan bacaan haruslah diajarkan secara langsung. Seandainya timbul kata-kata baru dalam buku bacaan siswa, maka sang guru hendaknya mendiskusikannya dengan siswa semoga mereka mengerti maknanya sebelum mereka mulai membacanya. (Tarigan, 1980: 4; Tarigan, 1980: 6-7, Dawson [et al], 1963:30).

3. Hubungan antara lisan mulut dan verbal tulis

Adalah wajar jikalau komunikasi verbal dan komunikasi tulis erat sekali berhubungan sebab keduanya mempunyai banyak persamaan antara lain:

(a) Sang anak berguru mengatakan jauh sebelum dia dapat menulis dan kosa kata, pola-pola kalimat, serta organisasi ilham-ide yang memberi ciri terhadap ujarannya ialah dasar bagi mulut tulis selanjutnya.

  Kreteria Pokok Ilmu Manajemen Dan Manajemen

(b) Sang anak yang sudah mampu menulis dengan tanpa hambatan lazimnya dapat pula menuliskan pengalaman pengalaman pertamanya secara tepat tanpa diskusi verbal pendahuluan tetapi dia masih perlu membahas wangsit inspirasi yang rumit yang diperolehnya dari tangan kedua.

Bila seorang anak harus menulis sebuah uraian, menjelaskan sebuah proses ataupun melaporkan suatu kejadian sejarah yang secara langsung belum pernah dialaminya), maka beliau memetik pelajaran dari suatu diskusi golongan pendahuluan.

Dengan demikian maka ia mampu mempercerah pikirannya, mengisi kekosongan-kekosongan, memperbaiki impresi atau kesan-kesan yang salah, serta menertibkan pandangan baru-idenya sebelum ia mulai menulis sesuatu.

(c) Perbedaan-perbedaan terdapat pula antara komunikasi lisan dan komunikasi tulis. Ekspresi lisan cenderung ke arah kurang berstruktur, lebih sering berubah-ubah, tidak tetap, dan biasanya lebih kacau serta membingungkan dibandingkan dengan komunikasi tulis.

Kebanyakan pidato atau pembicaraan bersifat informal, dan seringkali kalimat-kalimat orang yang berpidato atau mengatakan itu tidak ada keterkaitannya satu dan yang lain.

Si pembicara mempertimbangkan wangsit-idenya sambil berbicara, dan kadang-kadang ia lupa bagaimana terjadinya sebuah kalimat usang sebelum dia menyelesaikannya. Karena adanya duduk perkara-duduk perkara seperti ini pada verbal verbal, pengajaran mengenai keahlian berbicara dan mendengarkanperlu menerima perhatian.

Pengalaman telah menawarkan bahwa memajukan ekspresi lisan pada individu memiliki arti turut pula mengembangkan daya pikir mereka.

Membasmi kebiasaan-kebiasaan yang ceroboh ketidakteraturan dalam ujaran, kalimat-kalimat yang tidak menentu ujung pangkalnya serta berulang-ulang, anggapan-pikiran yang tidak tepat dan tidak konsekuen dalam ekspresi lisan memang sangat perlu dan selalu harus dilakukan semoga kita dapat membimbing para individu ke arah kebiasaan berpikir yang tepat dan logis.

Sebaliknya, komunikasi tulis condong lebih unggul dalam isi pikiran maupun struktur kalimat, lebih formal dalam gaya bahasa dan jauh lebih terencana dalam pemahaman ide-wangsit.

Sang penulis biasanya sudah menimbang-nimbang dalam-dalam setiap kalimat sebelum ia menulis naskahnya; dia sering menyelidiki serta memperbaiki kalimat-kalimatnya beberapa kali sebelum ia menuntaskan tulisannya.

  Pemahaman Psikologi Humanistik Menurut Para Andal

(d) Pembuat catatan serta pembuat skema atau rangka ide-inspirasi yang akan disampaikan pada sebuah pembicaraan, akan menolong siswa untuk mengutarakan ilham-inspirasi tersebut kepada para pendengar.

Para siswa harus belajar mengatakan dari catatan-catatan. Mereka membutuhkan banyak latihan berbicara dari catatan biar penyajiannya jangan terputus-putus dan tertegun-tegun.

Biasanya bagan atau rangka yang dipakai sebagai fatwa dalam mengatakan sudah cukup memadai, kecuali dalam masalah laporan formal dan terperinci yang membutuhkan penulisan naskah yang lengkap sebelumnya.

***

Begitulah, guru bahasa haruslah melihat instruksi atau pengajarannya dalam konteks yang sempurna lagi masuk akal. Sang guru mesti melihat bahwa pengajaran menyimak, mengatakan, dan menulis itu haruslah sering berhubungan serta berhubungan akrab dengan keterampilan berbahasa yang keempat, yakni membaca.

Segala perjuangan yang dikerjakan untuk meningkatkan salah satu segi tersebut jelas akan kuat kepada ketiga sisi lainnya; dan melewatkan salah satu di antaranya, terang pula memberi efek buruk pada yang yang lain. Yah, kita mesti senantiasa mengenang bahwa “learning is an ie grated thing” (Dawson [et al], 1063: 30 32; Tarigan, 1980: 571).

Demikianlah dalam pendahuluan ini sudah kita bicarakan sepintas kilas tentang ketrampilan berbahasa yang dalam bahasa Inggris disebut language (arts and) skills. Istilah art “seni dipergunakan untuk melukiskan sesuatu yang bersifat personal, inovatif, dan.original; sedangkan kata skill “keterampilan” dipakai untuk menyatakan sesuatu yang bersifat mekanis, eksak, impersonal.

Menyimak dan membaca bersahabat berhubungan dalam hal bahwa keduanya ialah alat untuk menerima komunikasi. Berbicara dan menulis erat bekerjasama dalam hal bahwa keduanya merupakan cara untuk mengekspresikan makna atau arti. Dalam penggunaannya, keempat ketrampilan tersebut sering sekali bekerjasama satu sama lain.

Seorang mahasiswa menulis catatan waktu dia mendengarkanatau membaca. Seorang pembicara menafsirkan respons telinga kepada suaranya sendiri. Dalam percakapan jelas tampakbahwa mengatakan dan menyimak nyaris-hampir ialah proses yang sama. (Anderson, 1972: 3).

Sumber:

Buku Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa (Hal 3 – 8)
Penulis: Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan
Penerbit: Angkasa Bandung
Tahun 1979 (Cetakan Pertama) & Tahun 2008 (Edisi Revisi)