MENGEMBANGKAN PERPUSTAKAAN SEJALAN DENGAN KEBUTUHAN NET GENERATION
Generasi yang berkembang dan meningkat saat ini dibesarkan dalam dominasi penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi yang disebut selaku internet atau net generation.
Ketergantungan yang sangat tinggi kepada internet menjadikan mereka lebih menggunakan
internet sebagai sumber berita dibandingkan perpustakaan. Dari berbagai survey ditemukan
bahwa net generation mengakui pentingnya perpustakaan sebagai sumber isu, namun bagi
mereka internet lebih menjanjikan fasilitas penggunaan dan kecepatan kanal.
Perpustakaan perlu melakukan pengembangan perpustakaan dari sisi teknologi info,
kemudahan fisik, koleksi maupun layanan perpustakaan sesuai dengan karateristik net generation
semoga mereka mau melirik dan kepincut untuk datang ke perpustakaan secara fisik maupun maya.
Abad 21 membawa kita pada suatu kurun besar transisi sejarah, yakni pergantian yang
sedang mensugesti kita tidak terbatas di satu daerah di muka bumi, namun menjangkau
nyaris setiap tempat alasannya adalah perubahan teknologi gosip yang bersifat konvergensi, dimana
teknologi pembuatan, penyimpanan dan penyebaran gosip terkait dalam telekomunikasi
(Giddens, 2001; Webster, 2006). Sehingga saluran berita dapat dengan gampang dikerjakan
menggunakan teknologi isu yang sekaligus berfungsi selaku alat telekomunikasi.
Perubahan tersebut tentu saja membawa pergeseran pada ekonomi, sosial dan budaya pada
penduduk , dan pastinya pada generasi yang dibesarkan dalam masyarakat informasi, dimana
penggunaan teknologi gosip sungguh mendominasi berbagai bidang kehidupan insan.
Generasi yang dibesarkan dalam dominasi penggunaan teknologi berita dikenal
dengan istilah internet generation atau net generation. Generasi ini lahir tahun 1994 hingga
dengan sekarang. Generasi ini disebut dengan net generation untuk merepresentasikan generasi
yang lahir di tengah kemajuan komputer dan internet yang sungguh pesat. Mereka tumbuh
dalam dunia world wide web. Net generation disebut juga sebagai Z generation atau generasi
platinum atau the native gadget (Suprapto, 14 Maret 2010).
Apapun definisinya, net generation sangat berlawanan dengan generasi-generasi sebelumnya
utamanya kemampuannya dalam mempergunakan gadget. Mereka ini sangat paham berinteraksi
dengan gadget atau perlengkapan teknologi berita dan komunikasi (information and
communication technology). Mereka seakan dikendalikan oleh industri teknologi informasi dan
komunikasi, dan mereka tidak dapat membayangkan kehidupan tanpa internet. Akibatnya net
generation juga memiliki teladan pencarian berita atau memiliki sikap penelusuran info
yang sangat berlainan dengan generasi sebelumnya terkait dengan penggunaan teknologi
berita untuk mengakses berita. Tulisan ini mencoba menjawab aneka macam pertanyaan
seputar karakteristik net generation berhubungan dengan pergeseran acuan penggunaan perpustakaan
oleh net generation dan memberikan ide pengembangan perpustakaan sejalan dengan
keperluan mereka.
KARAKTERISTIK NET GENERATION
Ada banyak artikel dan observasi yang telah mempelajari karakteristik generasi ini
(Lippincott, 2005; Woodall, 2004, Morgan, 2005 Generasi internet yaitu generasi yang sangat
pintar teknologi. Internet telah menjadi media utama mereka. E-mail dan pesan instan yaitu
bentuk yang lebih disukai dalam komunikasi. Hal ini tak aneh bahwa survei OCLC
menunjukkan mahasiswa di universitas yang ada di seluruh wilayah di Amerika memulai
penelitian mereka dari search engine. Ini sudah dikonfirmasi di berbagai studi dan jumlah
tampaknya untuk meningkat selama beberapa tahun.
Ciri-ciri net generation (Oblinger & Oblinger, 2005)
1. Digital literate
Setelah terbiasa dan tumbuh dengan jalan masuk yang luas kepada teknologi net generation
berkembang sebagai generasi yang memiliki kesanggupan digital yang baik. Mereka dengan
mudah menggunakan berbagai teknologi digital dan visual dan lebih menyukai performa
visual dibanding dengan teks (Oblinger & Oblinger, 2005).
2. Selalu terhubung
Net generation selalu terhubung dengan dunia luar melalui internet mobile yang mereka
bawa kemana-mana. Melalui laptop, mobile phone mereka selalu terkoneksi dengan
informasi dan komunitas dunia maya. Keterhubungan dengan dunia maya inilah yang
menimbulkan mereka sangat tergantung dengan keberadaan internet.
3. Segera
Net generation selalu mengharapkan kecepatan, apakah itu berafiliasi dengan respon
yang mereka inginkan maupun kecepatan dalam memperoleh berita. Mereka terbiasa
melakukan multitasking dalam mendapatkan informasi ataupun dalam melakukan apapun,
Mereka dengan cepat bergerak dari satu aktifitas ke aktifitas lainnya dan kadang mereka
melakukannya secara bersamaan. Mereka dengan cepat membalas email ataupun
undangan respon dari komunitasnya, bahkan mungkin mereka lebih mengutamakan
kecepatan ketimbang ketepatan.
4. Experiential
Kebanyakan siswa net generation lebih senang mencar ilmu dengan melakukan dibandingkan dengan dengan
diberitahu apa yang mesti mereka kerjakan. Siswa net generation berguru dengan
baik melalui penemuan-dengan mengeksplorasi untuk diri sendiri atau dengan teman
sebaya mereka. Gaya eksplorasi mereka memungkinkan untuk lebih baik menyimpan
gosip dan menggunakannya secara kreatif dan memiliki arti.
5. Sosial
Mereka terbuka terhadap keragaman, perbedaan,
dan mereka tenteram berinteraksi dengan orang aneh yang tidak dikenal sekalipun. Dalam
berinteraksi kadang kala mereka mengaku anggota dari golongan tersebut supaya dapat
diterima oleh kelompok tersebut, kadang mereka juga menggunakan identitas alternatif
yang sering kali jauh berbeda dengan keseharian pribadi mereka. Net generation suka
melakukan pekerjaan dalam tim dan berinteraksi dalam peer group mereka.
6. Tim
Net generation lebih menyukai mencar ilmu dan bekerja dalam tim. Pendekatan peer to peer
biasanya dipakai dan siswa saling menolong. Bahkan terkadang mereka memperoleh
peer group yang lebih kredibel dibandingkan dengan gurunya (Manuel, 2002 dalam
Oblinger & Oblinger, 2005).
7. Struktur
Net generation sungguh berorientasi pada prestasi. Mereka ingin parameter, hukum,
prioritas, dan mekanisme … mereka berpikir bahwa seluruhnya mesti serba terjadual, dan
setiap orang harus mempunyai jadwal. Sebagai akhirnya, mereka ingin tahu apa yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuannya (Oblinger & Oblinger, 2005).
8. Keterlibatan dan Pengalaman
Net generation berorientasi pada penemuan dan cara mencar ilmu induktif atau pengamatan
membuat, merumuskan hipotesis dan mencari tahu aturan. Mereka mengharapkan
interaktifitas. Dan sejalan dengan harapan mereka dalam mendapatkan info berarti
mereka sering tidak mengamati bila kelas tidak interaktif, tidak komunikatif dan
terlalu lambat (Prensky dalam Oblinger & Oblinger, 2005).
9. Visual dan Kinesthetic (Manuel dalam Oblinger & Oblinger, 2005)
Net generation merasa lebih tenteram di lingkungan yang kaya gambar dibandingkan
dengan teks. Para peneliti banyak menghasilkan temuan bahwa net generation menolak
untuk membaca banyak teks, mereka lebih menyukai isyarat visual yang menuntuk
kepada langkah demi langkah dalam mengerti suatu pengetahuan.
FAKTA-FAKTA PENGGUNAAN INTERNET VS PERPUSTAKAAN OLEH NET GENERATION
Perkembangan penggunaan internet selaku sumber informasi dari tahun ke tahun
makin meningkat dan menawarkan kenaikan yang luar biasa. Kemudahan, kecepatan
terusan, serta minimnya gangguan teknis, menjadikan internet sungguh disenangi oleh net
generation, meskipun mereka sadar bahwa tidak semua informasi yang ditemukan di internet
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Berikut ini fakta-fakta yang diperoleh dari hasil penelitian yang merefleksikan tingkat
penggunaan dan iman yang sangat tinggi kepada internet dan sumber-sumber elektronik
(dalam Jia dan Nesta, 2006):
- Hampir empat perlima dari mahasiswa setuju bahwa penggunaan internet membawa dampak positif pada pengalaman akademis mereka di sekolah tinggi tinggi (Jones dan Madden, 2002).
- Sebanyak 83 persen dari dosen kini mereka merasa menghabiskan waktu lebih sedikit di perpustakaan ketika memiliki terusan ke internet dibanding sebelumnya (Jones dan Johnson-Yale, 2005)
- Sebanyak 94 % dosen di fakultas memperbolehkan mahasiswa untuk mengutip sumber dari internet dalam menjalankan peran perkuliahan (Jones dan Johnson-Yale, 2005).
- Jurnal elektro selaku persentase dari semua jurnal sudah berkembang83,3 persen pada lembaga dengan jenjang sarjana dan 71,3 persen di forum-forum pasca sarjana (McCracken,2003)
- Sebanyak 79 persen dari mahasiswa dalam survei tahun 2002 menggunakan search engine sebagai pilihan utama sumber informasi web untuk melaksanakan sebagian besar peran-tugas mereka (OCLC, 2002).
- Sebanyak 89 persen mahasiswa di seluruh beberapa daerah negara mengawali pencarian berita dari search engine. Hanya 2 persen dari mahasiswa yang mengawali penelitian mereka dengan memakai website perpustakaan (De Rosa, et. al, 2005).
- Sebanyak 71 persen mahasiswa menggunakan internet sebagai sumber utama gosip pada tahun 2002 (Jones dan Madden, 2002).
- Google Scholar menjinjing lebih dari tujuh kali lebih hadirin ke British Medical
- Jurnal daripada PubMed (Giustini, 2005).
Meskipun penulis belum memperoleh observasi sejenis di Indonesia, tetapi observasi Jia dan Nesta (2006) tersebut dapat menjadi contoh bagi pustakawan di Indonesia untuk mengetahui fakta penggunaan internet oleh net generation di Indonesia.
PENDAPAT NET GENERATION TERHADAP PERPUSTAKAAN
Survei OCLC memperlihatkan walaupun 45 persen mahasiswa “sungguh-sungguh baiklah “bahwa
website perpustakaan menawarkan gosip yang bermanfaat, namun hanya 2 persen dari
mereka mengawali penelitian mereka dari situs web perpustakaan. Dalam perpustakaan, 72 persen
mahasiswa sungguh baiklah dan setuju bahwa database online menawarkan gosip berharga ; 85
persen mahasiswa sangat baiklah dan setuju bahwa majalah/ jurnal eektronik menawarkan
gosip yang bermanfaat (De Rosa et al, 2005, p. 1.30, dalam Jia dan Nesta, 2006.).
Net generation mengakui nilai perpustakaan dan sumber daya perpustakaan. Net
generation mengakui bahwa perpustakaan itu penting, namun bagi mereka internet lebih
prospektif kemudahan penggunaan dan kecepatan kanal.
Dalam observasi OCLC itu juga ditanyakan tentang pertimbangan responden kepada
atribut yang membandingkan antara search engine dan perpustakaan, dan balasannya adalah
perpustakaan memiliki nilai tinggi hanya pada dapat dipercaya dan akurasi. Search engine
mengalahkan perpustakaan dalam hal kehandalan, efektivitas ongkos, akomodasi penggunaan,
kenyamanan dan kecepatan, dengan 85 persen responden lebih menentukan search engine untuk
kemudahan penggunaan, 89 persen untuk kenyamanan, dan 92 persen untuk kecepatan (De Rosa
et al., 2005, p. 2.18).
Melihat angka-angka dan kenyataan di atas tampaknya perpustakaan harus melaksanakan
upaya yang cukup fenomenal untuk membuat net generation tidak saja mengakui dan
menghargai keberadaan perpustakaan selaku sumber berita, namun perlu menciptakan mereka
terpesona untuk datang ke perpustakaan baik secara fisik maupun maya.
MENGEMBANGKAN PERPUSTAKAAN SESUAI DENGAN KEBUTUHAN NET GENERATION
Teknologi Informasi dan Sistem Temu Kembali Informasi One stop searching
Biasanya pustakawan menggolong-golongkan susukan terhadap koleksinya sesuai dengan
jenisnya masing-masing, misalnya OPAC digunakan untuk mengakses koleksi yang
secara fisik ada di dalam perpustakaan, sedangkan akses ke koleksi digital pada alamat
yang berlawanan, begitu pula dengan jalan masuk ke koleksi database jurnal memakai alamat
yang berlainan juga. Net generation tidak menyukai versi mirip itu, mereka lebih
menggemari kalau semua koleksi perpustakaan dapat dicari pada satu pintu atau one stop
searching mirip pada search engine internet. Perpustakaan mesti mampu
mengintegrasikan sistem temu kembali informasinya dalam suatu pintu yang hendak
menjadi pintu masuk pada koleksi yang dimiliki oleh perpustakan, tersedia secara bebas
di internet maupun koleksi yang dilanggan oleh perpustakaan seperti database.
Single Sign On
Single sign on yaitu teknologi yang membolehkan pengguna jaringan semoga dapat
mengakses sumber daya dalam jaringan hanya dengan memakai satu akun pengguna
saja. Teknologi ini sangat disukai, terutama dalam jaringan yang sungguh besar dan
bersifat heterogen (di dikala tata cara operasi serta aplikasi yang digunakan oleh komputer
yakni berasal dari banyak vendor, dan pengguna dimintai untuk mengisi berita
dirinya ke dalam setiap platform yang berbeda tersebut yang hendak diakses oleh
pengguna). Dengan memakai SSO, seorang pengguna cuma cukup melaksanakan
proses autentikasi sekali saja untuk mendapatkan izin kanal terhadap semua layanan yang
terdapat di dalam jaringan (Wikipedia, 14 Mei 2011). Single sign on pada jaringan
kampus tergolong perpustakaan adalah fasilitas layanan yang memungkinkan sivitas
akademika untuk mengakses banyak sekali layanan dan sumberdaya kampus hanya dengan
memakai 1 akun dan 1 password saja. Jadi pada perpustakaan, aplikasi single sign
on bisa dimanfaatkan untuk mengakses internet memakai fasilitas WIFI kampus,
mengakses database jurnal, melaksanakan atau melihat transaksi perpustakaan seperti
tagihan, denda, history peminjaman perpanjangan koleksi, dan lain-lain. Single sign on
sejalan dengan kebutuhan net generation yang lebih menggemari fasilitas, sebab
mereka tidak perlu mengingat-ingat masing-masing akun dan password untuk mampu
mengakses kemudahan layanan perpustakaan.
Sistem susukan informasi perpustakaan yang mampu didapatkan dengan gampang di Search Engine
Seperti kita ketahui bahwa sebanyak 89 persen mahasiswa di seluruh beberapa wilayah
Negara bagian di Amerika mengawali penelusuran informasi dari search engine. Dan cuma
2 persen dari mahasiswa mengawali observasi mereka dengan menggunakan website
perpustakaan (De Rosaet al, 2005.). Fakta ini tidak mampu kita pungkiri. Maka
perpustakaan perlu memperoleh suatu cara biar susukan ke tata cara gosip dapat lebih
sering dikunjungi oleh siswa dengan mengingkatkan kemunculan website perpustakaan
pada search engine internet mirip Google Scholar. Perpustakaan mesti mampu
mengintegrasikan tata cara gosip perpustakaan ke dalam Google atau search engine
lainnya.
Aksesibilitas dan kemudahan penggunaan
Kemudahan kanal serta akomodasi penggunaan search engine ternyata benar-benar telah
menjadi salah satu penyebab tingginya frekuensi penggunaan search engine oleh net
generation. Sebuah observasi tentang pencarian gosip profesional dikutip temuan
dari studi 1968 dari Gerstberger dan Allen (1968) didapatkan bahwa aksesibilitas dan
fasilitas penggunaan ialah kunci pada frekuensi penggunaan, bahkan mungkin
dengan mengabaikan mutu (Leckie et al, 1996, dalam Jia dan Nesta, 2006).
Perpustakaan harus dapat membuat tata cara gosip yang dapat diakses secara gampang,
cepat dan user friendly dalam penggunaannya. Kemudahan susukan disini termasuk bahwa
perpustakaan harus memperlihatkan sebuah saluran ke database koleksi yang dilanggan
oleh perpustakaan tanpa batas-batas ruang dan waktu.
Situs web dan tata cara berita perpustakaan yang interaktif
Sesuai dengan karakteristik dari net generation yang serba ingin terlibat (interaktif),
maka perpustakaan perlu mendesign situs web dan tata cara informasinya dengan akomodasi
yang mampu melibatkan penggunanya, contohnya dengan menyediakan situs web semacam
jejaring sosial yang memungkinkan para pengguna perpustakaan saling berinteraksi
dengan pengguna yang lain, melakukan information sharing, memperlihatkan review kepada
koleksi perpustakaan, melaksanakan reservasi koleksi, pengusulan koleksi, bertanya jawab
dengan pustakawan lewat fasilitas email maupun chatting dan lain-lain. Situs web
perpustakaan yang di disain menggunakan rancangan library 2.0 menjadi tanggapan bagi
kebutuhan ini.
Memberi efek-imbas visual pada website perpustakaan dan metode isu perpustakaan
Seperti kita pahami bahwa net generation lebih menyukai tampilan secara visual
dibandingkan tekstual. Mereka ialah pelajar visual yang melihat teks selaku tambahan
bahan visual (Jia & Nesta, 2006). Melihat realita ini maka perpustakaan mesti
mendisain situs web maupun sistem informasinya dengan imbas dan tampilan visual yang
menarik. Sebaiknya perpustakaan melibatkan mahasiswa ketika melakukan design atau
redesign website maupun metode isu perpustakaan, alasannya dengan demikian
perpustakaan dapat mengtahui impian dan kebutuhan net geration kepada performa
website maupun tata cara informasi perpustakaan. Misalnya dengan menampilkan cover
buku, relevansi dengan keyword yang digunakan pada pencarian, menunjukkan
lokasi koleksi secara visual, dan lain sebagainya.
Koleksi Perpustakaan
Lancaster, seorang pustakawan dan pengajar di bidang ilmu perpustakaan di Amerika
telah memprediksi akan kehadiran teknologi gosip dan komunikasi yang dahsyat yang hendak
mengubah kehidupan manusia, yang disebut dengan ”paperless society” seperti yang
diungkapkan berikut ini ” Lebih dari 20 tahun yang lalu, di suatu pertemuan di Finlandia, saya
menggambarkan masyarakat tanpa kertas (paperless society), dan sebagai sebuah bagian besar
dari paperless, akan hadir jaringan berbasis metode komunikasi yang memiliki banyak
karakteristik yang dikala ini terjawab dengan teknologi berbasis internet”. (Lancaster, 1999, p. 48).
Kehadiran komputer dengan jaringan komunikasi didalamnya memungkinkan
perpustakaan untuk tidak hanya mengotomatisasi kegiatan dan menyimpan data-data internal,
namun juga memungkinkan terjadinya jalan masuk ke info yang secara fisik tidak tersedia di
perpustakaan. Pernyataan kedua mengandung arti penting yang mengganti konsep kita wacana
suatu perpustakaan yang ada selama ini dan menggambarkan perpustakaan ke depan selaku
suatu toko besar gosip yang berwujud elektronik/digital dibandingkan dengan sebuah perpustakaan
dengan koleksi berwujud secara fisik (Lancaster, 1985).