Tak disangsikan lagi, riwayat hidup terbaik yg mungkin akan terus dibaca & diperbincangkan banyak orang adalah riwayat tokoh-tokoh besar & para ilmuwan, salah satunya Ibnu Sina (908-1037), as-Syaikh ar-Rais. Banyak orang mungkin belum mengenali guncangan-guncangan ringan & sentakan kecil dlm kehidupan sehari-hari Ibnu Sina, yg boleh jadi pula menimpa setiap orang, khususnya orang-orang yg mempunyai kapasitas intelektual, kebersahajaan, & ketabahan yg tinggi.
Ibnu Sina (Avicenna), dokter filsuf muslim yg diketahui dgn istilah as-syaikh ar-rais (syekh tertinggi). Setelah melalui masa kecil yg luar biasa, Ibnu Sina belajar pada sejumlah ilmuwan besar & mempelajari aneka macam disiplin ilmu.
Singkat cerita, semenjak berumur 10 tahun Ibnu Sina sudah hafal Al-Alquran & menguasai dasar agama, tata bahasa arab (nahwu-sharaf), manthig (nalar), & bayan (ilmu wacana gaya bahasa). Ibnu Sina pula seorang matematikawan, ia hebat dlm hitung-hitungan, hansadah, & aljabar. Ilmu manthig, filsafat, nasihat pun tuntas dipelajari dlm hitungan hari. Dikarenakan sudah tak ada guru lagi yg bisa mengajarinya, maka Ibnu Sina memutuskan untuk mempelajari ilmu kedokteran & membaca buku-buku wacana dunia kedokteran dengan-cara otodidak. Ia terus membaca & membaca. Hal inilah yg harusnya bisa kita tiru. Tatkala siapa saja telah terlelap, Ibnu Sina masih tersadar. Ia masih menaruh lampu minyak di sampingnya, lampu cahaya redupnya bisa menerangi lembar-lembar buku yamg sedang ia baca. Berkat kepandaian & kebersahajaannya, ia menjadi dokter bagi kaum miskin. Tangannya bagai obat yg menyembuhkan aneka macam penyakit.
Sejak kanak-kanak, Ibnu Sina bergaul dgn golongan ulama & ilmuwan. Ia menghabiskan banyak waktu untuk menggeluti berbagai bidang keilmuan & menulis buku. Inilah yg kemudian menciptakan orang-orang di lingkaran kekuasaan terus berusaha menyingkirkan Ibnu Sina, karena merasa dengki melihat kesanggupan & kharisma pemikir hebat itu. Namun dlm kekalutan & ketidaknyamanan itulah Ibnu Sina dapat melahirkan magnum opus Al-Qanun fi at-Thibb & as-Syifa’ yg telah menggemparkan khazanah keilmuan-khususnya kedokteran-diseluruh bagian dunia.
Dalam buku maha karyanya, as-Syifa’, buku yg menitikberatkan pengkajian pada filsafat. As-syifa’ terdiri dr 18 jilid & merupakan salah satu karya paling penting Ibnu Sina. Dalam buku ini, ilmu pengetahuan dibagi menjadi tiga; metafisika, fisika, & matematika. Sedangkan dlm bukunya Al-Qanun, Ibnu Sina membagi dlm beberapa risalah. Risalah pertama terkait dgn definisi ilmu kedokteran & penjelasan terperinci perihal organ badan insan. Risalah kedua menerangkan jenis-jenis obat & beberapa hal yg dihasilkan dr obat-obatan. Dalam bukunya Ibnu Sina mencatat ada 785 jenis berkembang-tumbuhan yg bisa dijadikan selaku obat. Risalah ketiga berisi perihal klarifikasi penyakit yg diderita oleh penduduk lokal Khawarizm, alasannya-sebabnya, tanda-tandanya, & cara pengobatannya. Risalah keempat membicarakan semua jenis penyakit yg dikenal hingga kini. Risalah kelima pula terkait dgn obat-obatan & peracikannya.
Ibnu Sina hidup pada masa pergolakan politik yg panjang, suasana yg kemudian berakibat kurang baik bagi peribadinya. Permainan politik ibarat buah paling pahit yg pernah diciptakan Allah. Sejarah sudah menzaliminya. Namun, sesudah itu, sunatullah mengambarkan kenyataan yg berlawanan. Ibnu Sina dimuliakan dgn kematiannya.
Dari kisah hidup Ibnu Sina tersebut, ada dua hal menarik yg bisa diambil pesan yang tersirat yaitu pentingnya membaca & menulis. Pertama, membaca membukakan cakrawala anutan kita sehingga membentuk contoh pikir yg kritis. Membaca menimbulkan manusia berintelektual tinggi. Kedua menulis, bisa kita lihat sekarang, karya Ibnu Sina sampai kini masih menjadi rujukan dlm dunia kedokteran. Meskipun sudah wafat, beliau masih bisa memberikan manfaat bagi banyak orang. Kaprikornus begitu banyak pahala yg bisa kita dapatkan melalui tabrakan pena yg ditorehkan, tak terkecuali tatkala kita sudah berada di alam kubur sekalipun.