Sebuah masjid di Tolikara, Papua dibakar ketika shalat Idul Fitri, Jum’at (17/7/2015) kemudian. Segera, kejadian itu menjadi gosip di nyaris seluruh media. Namun, ternyata banyak pemberitaan yg mengaburkan kebenaran.
Berikut ini 6 cara media mengaburkan perkara pembakaran Masjid di Tolikara Papua:
Daftar Isi
‘Yang dibakar yaitu mushala’
Banyak media memberitakan bahwa yg dibakar ialah mushala. Baik di judul maupun tubuh gosip, yg disebut adalah mushala. Istilah mushala tentu menciptakan publik mempunyai pandangan berbeda. Mushala itu kecil, tak digunakan shalat Jum’at. Faktanya, yg dibakar yakni Masjid Baitul Muttaqin.
‘Yang dibakar yakni kios’
Lebih bias lagi, gosip-gosip yg menyebutkan bahwa yg dibakar yakni kios bukan masjid atau mushala. Berita-gosip tersebut bersumber dr Kepala Staf Presiden Republik Indonesia, Luhur Binsar Panjaitan. CNN Indonesia menurunkan dlm gosip berjudul “Luhut: Pembakaran Terjadi di Kios Bukan di Musala”
‘Aksi tak ditujukan pada umat Islam’
Selain menyebut yg dibakar yaitu kios, Luhut pula menyebut bahwa aksi tersebut tak ditujukan pada umat Islam. Padahal, golongan massa yg dikenali berasal dr jemaat GIDI itu sempat menyerang ke arah jamaah shalat Idul Fitri sebelum akhirnya aben masjid.
Mengubah isu menjadi bias
Metrotvnews dikenali melakukan pergantian informasi yg semula berjudul “Saat Imam Takbir Pertama, Sekelompok Orang Datang & Lempari Musala di Tolikara” menjadi “Amuk Massa Terjadi di Tolikara”. Isi berita pun diubah, yg semula menyebut “Sejam kemudian, orang-orang itu melempari Musala Baitul Mutaqin yg berada di sekitar lokasi insiden. Mereka pula mengkremasi rumah ibadah tersebut” diubah menjadi “Sejam kemudian, orang-orang itu melempar batu & mengkremasi bangunan di sekeliling lokasi peristiwa. Enam rumah & sebelas kios pun menjadi sasaran amukan orang-orang itu.”
Mengarahkan pada persepsi umat Islam yg salah
Kendati memberitakan rumah ibadah umat Islam dibakar, sejumlah media banyak memberitakan dr sumber yg menyebut penyebab peristiwa tersebut adalah umat Islam yg memakai speaker atau umat Islam sudah diingatkan tak merayakan hari raya. Berita-isu tersebut agaknya membentuk pandangan pembaca bahwa bagaimanapun pula yg salah adalah umat Islam.
Tidak menyebut tindakan teror & pelakunya teroris
Ketika ada perusakan rumah ibadah non Muslim, dgn serta merta media-media menyebut agresi tersebut sebagai langkah-langkah teror & pelakunya yakni teroris. Namun tatkala yg dibakar ialah masjid, banyak media enggan menyebut langkah-langkah tersebut sebagai teror & pelakunya adalah teroris. [Ibnu K/wargamasyarakat]