Lanjutan dr Beberapa Larangan Terkait Kuburan
Jika Anda menyampaikan, “Bagaimana bila seseorang membangun di atas kuburan dgn asumsi untuk menjaganya?”
Kami katakan, pengawalan kepada kuburan tak mesti dgn melaksanakan hal tersebut, mirip bisa dibuatkan pagar yg mengelilingi pekuburan dengan-cara lazim kalau memang itu di kuburan biasa , atau cuma satu kuburan saja.
Adapun jikalau ada kekhawatiran akan dibongkarnya kuburan, maka kuburan tersebut diratakan dgn tanah.
Oleh lantaran itu, para ulama mengatakan,
“Jika seorang muslim meninggal dunia di negeri kafir, lalu dikhawatirkan akan dibongkarnya kuburannya, maka kuburan tersebut diratakan dgn tanah.”
Maksudnya, tak ditampakkan, karena adanya kekhawatiran terhadapnya. Makara, bila seseorang cemas terhadap keselamatan kuburan orang lain, maka kekhawatirannya bisa dihilangkan dgn cara lain selain membangun bangunan di atasnya.
Sebab, bagaimana pun juga, membangun bangunan di atas kuburan hukumnya haram.
4. Adanya konsekuensi aturan terkait satu wasilah (perantara), & bahwa wasilah mempunyai hukum sama dgn maksudnya.
Ini merupakan kaidah syariah yg dipandang selaku hujjah oleh para ulama.
Kaidah ini memiliki dalil yg lumayan banyak di antaranya hadits yg sudah disebutkan di atas. Dalil lainnya ialah firman Allah Ta’ala,
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ
“Dan Janganlah ananda memaki sesembahan yg mereka sembah selain Allah, lantaran mereka nanti akan menghujat Allah dgn melampaui batas tanpa dasar pengetahuan.” (QS. Al-An’aam: 108)
Hal itu disebabkan lantaran tatkala menghujat sesembahan orang-orang kafir, maka itu menjadi penyebab dimakinya Allah Ta’ala. Sehingga, Allah Ta’ala melarang memaki sesembahan orang-orang kafir.
Karena wasilah (perantara) memiliki aturan yg sama dgn tujuannya.
5. Syariat menutup semua jalan yg mampu menghantarkan pada kesyirikan, meskipun jalan itu jauh.
Hal ini tercermin dr larangan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk mengapuri & membangun kuburan.
6. Haramnya menghinakan kuburan, berdasarkan perkataannya, “Duduk di atasnya (kuburan).”
Di antara bentuk menghinakan kuburan yaitu mengencinginya atau berak di atas atau di sekitarnya.
Oleh lantaran itu, para ulama menuturkan,
“Diharamkan kencing di antara kuburan & di atasnya, demikian pula berak. Sebab, dlm tindakan tersebut terkandung penghinaan terhadap kuburan, sementara kuburan itu dimuliakan.”
Jika seseorang mengatakan, “Apakah bisa ditarik kesimpulan dr perkataannya, “Duduk di atasnya (kuburan),” sebagai dasar bantuan terhadap kuburan?”
Kita katakan, bisa saja ditarik kesimpulan demikian, walaupun acap kali seseorang menyampaikan,
“Kuburan pada masa Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam tidaklah berdinding?”
Hal tersebut mampu dijawab, bahwa memberi derma terhadap kuburan bukanlah perkara yg dihentikan, bahkan itu merupakan mediator untuk melindungi kuburan dr penghinaan.
Alasannya, kalau kuburan tak diberi dinding mungkin saja orang-orang akan menghinakannya, atau mungkin saja mereka berbuat jahat kepada tanah kuburan sehingga mereka memasukkan sebagian tanah kuburan pada tanah milik mereka. Wallahu A’lam.
[Abu Syafiq/Wargamasyarakat]