Dalam kajian rutin bulanan di Masjid Raya al-A’dham Kota Tangerang, Pemimpin Majlis al-Bahjah Buya Yahya mendapat suatu pertanyaan dr salah seorang jamaah. Muslimah. Wanita itu mengajukan pertanyaan, “Bagaimana dgn orang yg mengatakan bahwa selingkuh yg ia lakukan merupakan keinginanAllah Ta’ala? Apakah pernyataan tersebut benar?”
Tidak cuma laki-laki yg dijadikan objek pertanyaan oleh Muslimah tersebut, sejatinya berbagai orang yg mengaku beragama Islam, tetapi berkeyakinan bathil macam ini. Atas nama pengertian agama & penyandaran diri pada Allah Ta’ala, mereka mengklaim bahwa langkah-langkah buruk, maksiat, & dosa yg mereka kerjakan merupakan belahan dr Kehendak Allah Ta’ala. Sebab ia Maha Berkehendak. Tiada satu pun yg terjadi di muka bumi & alam semesta ini melainkan atas izin dr Allah Ta’ala.
“Semua yg terjadi di semesta raya ini,” jawab Buya Yahya terdengar santun & tegas, “memang atas Kehendak Allah Ta’ala.” Tiada satu pun insiden, pun yg paling kecil & tak mampu dilihat, semuanya atas Kehendak Allah Ta’ala.
“Akan namun,” lanjut dai yg pula pendiri Pondok Pesantren al-Bahjah ini, “Allah Ta’ala pula memberikan hasratpada hamba-Nya untuk berkehendak.”
Atas keinginandr Allah Ta’ala tersebut, seorang hamba mampu menetapkan untuk melaksanakan perbuatan baik atau buruk. Perbuatan inilah yg akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Ta’ala. Jika kebaikan, maka seorang hamba akan menerima pahala. Jika keburukan, maka seorang hamba akan menerima dosa.
Sebagai jawaban pamungkas, sosok yg kerap mengenakan jubah ini memperlihatkan tips jitu untuk membungkam argumen orang-orang berkeyakinan sesat ini.
Andai berjumpa dgn orang yg berkeyakinan seperti ini (yang menyampaikan bahwa maksiatnya atas Kehendak Allah Ta’ala), jelas Buya Yahya, “Ambil saja palu. Pukulkan di kepalanya dgn keras.” Jika orang tersebut murka-murka sembari menahan sakit, jawab saja dgn kalem, “Itu kan Kehendak Allah Ta’ala!”
Atau, masih berdasarkan ia, arahkan saja dua tangan Anda tepat di kedua bola matanya. Coblos dua bola matanya. Saat ia menggerutu kesakitan itu, jawab saja dgn berkata, “Loh? Bukannya hal tersebut merupakan Kehendak Allah Ta’ala?”
Terkait takdir ini, kita memang mendapati dua kubu ekstrem. Kubu pertama menisbahkan semua perbuatan pada Allah Ta’ala, termasuk perbuatan buruk. Sedangkan kubu kedua berpendapat bahwa dirinya mempunyai kekuatan untuk melakukan apa pun tanpa campur tangan Allah Ta’ala.
Maka iman ahlus sunnah wal jamaah yakni iktikad yg pertengahan di antara keduanya. Allah Ta’ala Maha Berkehendak, namun ia menawarkan kehendak pada hamba-hambanya untuk melaksanakan atau meninggalkan sesuatu. Mereka meyakini semua peristiwa atas Kehendak-Nya, namun mereka tak akan menisbatkan kejelekan pada Allah Ta’ala alasannya ia Mahabaik.
Wallahu a’lam. [Pirman/Wargamasyarakat]