Keberadaan penduduk kota tampak pada kehidupan sosial budaya di masyarakat yang sampai saat ini berada pada kondisi insan dengan dinamika budaya yang menempel pada kecurangan hidup, dan budaya mereka secara khusus.
Hidup dengan budaya yang menyimpang antara masyarakat Jawa – Batak dengan berlindung pada tembok gereja, terlihat mereka hidup di penduduk dengan baik, tanpa terkecuali tentang siapa mereka dalam kehidupan sosial mereka hingga saat ini.
Keberadaan mereka hidup dengan baik, tanpa menyaksikan aneka macam aktivitas kehidupan sosial mereka sehari –hari, terlihat mereka hidup dengan budaya yang menjijikan terhadap penduduk lokal mereka sendiri. Hal ini menjelaskan bagaimana mereka hidup dan tinggal, ikut –ikutan misalnya, pada tata cara ekonom budaya yang mereka terima berasal dari mana.
Suatu citra menawan dikala berada di sini, dengan kehidupan sosial budaya dan agama mereka, selama di gereja Kristen MRPD, dan GKE Kalimantan, dan persekolahan, dimana dalam hal ini orang mencari potensi , secara konkret, dan di media umum.
Kepentingan itu timbul dengan adanya kompetisi kelas sosial, budaya dan agama mereka, antara Islam – Katolik, dan Protestan – Islam, dimana mereka menumpang hidup selaku penduduk budaya Batak – Jawa, pastinya.
Hal ini menjelaskan bagaimana mereka hidup dan sosial budaya yang mereka terapkan dengan sangat baik, dalam dinamika budaya mereka selama berkehidupan budaya utamanya pada pendidikan mereka dan kehidupan sosial mereka dalam hidup, yang tidak genah tentunya.
Berawal dari hal itu juga, maka tampak merekja hidup, dengan tata cara ekonomi yang sebelumnya mendapatkan kecurangan dalam hidupa sosial dan budaya, orang tersebut hidup dengan cara mereka pastinya makin cerdas tentunya mereka curang dalam segala hal utamanya pada pergaulan dan interaksi, serta seksualitas Sihombing (perompak kapal) Batak – Dayak, Pontianak 2011 – 2019, dalam mencari panggung, dan berimajinasi .