Bacaan Doa Nabi Yunus, Arti Dan Penjelasannya

Nabi Yunus merupakan salah satu Nabi utusan Allah Swt, nama lengkapnya yakni Yunus bin Matta. Sebelum di angkat sebagai Nabi ia sudah menjadi seorang yang shalih dan jago ibadah yang bersungguh-sungguh. Ia termasuk salah seorang yang lurus, namun selaku manusia biasa ia mempunyai sisi kekurangan yaitu mudah frustasi.
Bacaan doa ini dipanjatkan oleh Nabi Yunus ketika beliau masih berada dalam perut ikan yang besar dalam keadaan frustasi, tidak ada keinginan lagi, cuma mengharap ridho dan pinjaman dari Allah Swt. Nabi Yunus terus menerus memanjatkan doa ini dan akibatnya Allah Swt kabulkan doanya dan mengeluarkannya dari dalam perut ikan besar tersebut.

Berikut yaitu doa Nabi Yunus yang terdapat dalam potongan ayat dalam Qs. Al-Anbiya’ ayat 87.

وَذَا النُّوْنِ اِذْ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ اَنْ لَّنْ نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادٰى فِى الظُّلُمٰتِ اَنْ لَّآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ ۚ

Artinya : (Ingatlah pula) Zun Nun (Yunus) saat ia pergi dalam kondisi murka, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya. Maka, dia berdoa dalam kegelapan yang berlapis-lapis, “Tidak ada ilahi selain Engkau. Mahasuci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim.” (Qs. Al-Anbiya’ ayat 87)
Penjelasan Tafsir Ayat 

Pada ayat ini Allah mengingatkan Rasul-Nya dan kaum Muslimin seluruhnya, kepada kisah Nabi Yunus, yang pada awal ayat ini disebutkan dengan nama “Zun Nun”.

Zu berarti “yang mempunyai”, sedang an-Nun bermakna “ikan besar”. Maka Zu an-Nun berarti “Yang empunya ikan besar”. Ia dinamakan demikian, sebab pada suatu saat beliau pernah dijatuhkan ke bahari dan ditelan oleh seekor ikan besar. Kemudian, alasannya adalah derma Allah, maka dia mampu keluar dari perut ikan tersebut dengan selamat dan dalam keadaan utuh.

  Pemahaman Thaharah, Dalil, Jenis Dan Bentuknya Dalam Islam

Perlu diingat, bahwa cerita Nabi Yunus di dalam Al-Qur’an terdapat pada dua buah surah, yaitu Surah al-Anbiya` dan Surah Sad. Apabila kita bandingkan antara ayat-ayat yang terdapat pada kedua Surah tersebut yang mengandung kisah Nabi Yunus ini, terdapat beberapa persamaan, contohnya dalam perumpamaan-istilah yang berbunyi:

كَمْ اَهْلَكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِّنْ قَرْنٍ فَنَادَوْا وَّلَاتَ حِيْنَ مَنَاصٍ

Artinya : Betapa banyak umat sebelum mereka yang sudah Kami binasakan, lalu mereka meminta tolong padahal (waktu itu) bukanlah dikala untuk lari melepaskan diri. (Sad/38: 3)

Ungkapan tersebut terdapat dalam Surah al-Anbiya` ini, dan terdapat pula dalam ayat Surah Sad. Perhatikan pula al-Anbiya`/21:11 dan Yunus/10: 13.

Dalam ayat ini Allah berfirman, mengingatkan manusia pada kisah Nabi Yunus, ketika ia pergi dalam keadaan murka. Yang dimaksud adalah bahwa pada sebuah ketika Nabi Yunus sungguh marah terhadap kaumnya, alasannya adalah mereka tidak juga beriman kepada Allah. Ia telah diutus Allah selaku Rasul-Nya untuk menyampaikan undangan terhadap umatnya, untuk mengajak mereka kepada agama Allah. 

Tetapi hanya sedikit saja di antara mereka yang beriman, sedang sebagian besar mereka tetap saja ingkar dan durhaka. Keadaan yang demikian itu menyebabkan beliau marah, kemudian pergi ke tepi bahari, menjauhkan diri dari kaumnya.

Kisah ini memberi kesan bahwa Nabi Yunus tidak mampu berlapang hati dan sabar menghadapi umatnya. Akan namun memang demikianlah keadaannya, beliau termasuk nabi-nabi yang sempit dada. Memang dari sekian banyak Nabi dan Rasul yang diutus Allah, hanya lima orang saja yang disebut “Ulul Azmi”, yakni rasul-rasul yang amat tabah dan giat. 

Mereka ialah Nabi Ibrahim, Musa, Isa, Nuh dan Muhammad saw. Sedang lainnya-yang lain, walaupun mereka ma’sum dari dosa besar dan sifat-sifat yang tercela, namun pada ketika-saat tertentu sempit juga dada mereka menghadapi kaum yang ingkar dan durhaka kepada Allah.

  Perbedaan Nabi Dan Rasul Dalam Islam

Akan namun, walaupun Nabi Yunus pada suatu ketika marah kepada kaumnya, tetapi kemarahannya itu mampu dipahami, alasannya adalah ia sungguh tulus terhadap mereka, dan sangat ingin agar mereka menemukan kebahagiaan dunia dan akhirat dengan melakukan agama Allah yang disampaikannya terhadap mereka. Tetapi ternyata sebagian besar dari mereka itu tetap ingkar dan durhaka. Inilah yang menyakitkan hatinya, dan mengobarkan kemarahannya.

Nabi Muhammad sendiri, meskipun telah termasuk Ulul ‘Azmi, namun Allah beberapa kali memberi peringatan kepada dia semoga jangan sampai murka dan bersempit hati menghadapi kaumnya yang ingkar. Allah berfirman dalam ayat yang lain:

فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تَكُنْ كَصَاحِبِ الْحُوْتِۘ

Artinya : Maka bersabarlah engkau (Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah engkau mirip (Yunus) orang yang berada dalam (perut) ikan. (al-Qalam/68: 48)

Firman-Nya lagi kepada Nabi Muhammad saw:

فَلَعَلَّكَ تَارِكٌۢ بَعْضَ مَا يُوْحٰىٓ اِلَيْكَ وَضَاۤىِٕقٌۢ بِهٖ صَدْرُكَ ۗ

Artinya : Maka boleh jadi engkau (Muhammad) hendak meninggalkan sebagian dari apa yang diwahyukan kepadamu dan dadamu sempit jadinya. (Hud/11: 12)

Ringkasnya sifat murka yang terdapat pada Nabi Yunus bukanlah timbul dari sifat yang buruk, melainkan sebab kekesalan hatinya melihat keingkaran kaumnya yang semula diharapkannya untuk menerima dan melaksanakan agama Allah yang disampaikannya.

Selanjutnya dalam ayat ini Allah menjelaskan kesalahan Nabi Yµnus dimana kemarahannya itu mengakibatkan kesan bahwa seolah-olah ia menduga bahwa sebagai Nabi dan Rasul Allah tidak akan pernah dibiarkan menghadapi kesulitan, sehingga jalan yang dilaluinya akan selalu indah tanpa hambatan.

Akan namun dalam kenyataan tidak demikian. Pada biasanya para rasul dan nabi banyak menemui rintangan, bahkan siksaan dan olok-olokan terhadap dirinya dari orang-orang yang ingkar. Hanya saja dalam kondisi yang sungguh gawat, baik dimohon atau tidak oleh yang bersangkutan, Allah mendatangkan dukungan-Nya, sehingga Rasul-Nya selamat dan umatnya yang ingkar itu mengalami kebinasaan.

  Bacaan Takbir Hari Raya Idul Fitri, Arab, Latin Dan Terjemahannya
Menurut riwayat yang dinukil dari Ibnu Kasir, bahwa ketika Nabi Yunus dalam keadaan marah, ia kemudian menjauhkan diri dari kaumnya pergi ke tepi pantai. Di sana dia menjumpai suatu perahu, lalu beliau berpartisipasi naik ke bahtera itu dengan wajah yang muram. Di kurun bahtera itu hendak berlayar, datanglah gelombang besar yang menjadikan perahu itu terancam tenggelam apabila muatannya tidak segera dikurangi. 
Maka nahkoda perahu itu berkata, “Tenggelamnya seseorang lebih baik daripada tenggelamnya kita semua.” Lalu diadakan undian untuk memilih siapakah di antara mereka yang mesti dikeluarkan dari perahu itu. Setelah diundi, ternyata bahwa Nabi Yunuslah yang mesti dikeluarkan. Akan tetapi, penumpang kapal itu merasa keberatan mengeluarkannya dari pertahu itu. 
Maka undian dikerjakan sekali lagi, namun risikonya tetap demikian. Bahkan undian yang ketiga kalinya pun demikian pula. Akhirnya Yunus melepaskan pakaiannya, lalu ia menggeluti ke maritim atas kemauannya sendiri. Allah mengirim seekor ikan besar yang berenang dengan segera lalu menelan Yunus.

Dalam ayat ini selanjutnya Allah mengambarkan bahwa sehabis Nabi Yunus berada dalam tiga tingkat “kegelapan berbeda”, maka ia berdoa terhadap Allah, “Tidak ada Tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau, bahu-membahu saya tergolong orang-orang yang zalim.”

Yang dimaksud dengan tiga kegelapan berlawanan di sini yaitu bahwa Nabi Yunus sedang berada di dalam perut ikan yang gelap, dalam laut yang dalam dan gelap, dan di malam hari yang gelap gulita pula.

Pengakuan Nabi Yunus bahwa ia “tergolong golongan orang-orang yang zalim”, mempunyai arti dia sadar atas kesalahannya yang sudah dilakukannya sebagai Nabi dan Rasul, adalah tidak sabar dan tidak berlapang dada menghadapi kaumnya, seharusnya ia bersabar hingga menanti datangnya ketentuan Allah atas kaumnya yang ingkar itu.

Karena kesadaran itu maka dia mohon ampun terhadap Allah, dan mohon pinjaman-Nya untuk menyelamatkan dirinya dari malapetaka itu.

Sumber : Al-Quran Kemenag