Aturan Program Mahkamah Konstitusi Tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum

PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM DI MK

Mahkamah Konstitusi  (MK) mempunyai pengalaman yang sangat berharga dalam solusi perselisihan hasil pemilihan umum tahun 2004 yang kemudian, baik dari segi kuantitas pertikaian yang diajukan ke MK maupun dilihati dari mutu dalan arti yang berhubungan dengan dilanggarnya asas-asas pemilu yang bantu-membantu juga kuat kepada hasil perkiraan bunyi, tetapi tidak menjadi kewenangan MK.

a. Pihak Dalam Sengketa
Dalam pasal 3 PMK Nomor 04/PMK/2004 ditentukan bahwa yang dapat menjadi Pemohon untuk mengajukan sengketa hasil pemilihan umum di MK yakni :

1. Perorangan warga negara Indonesia calon anggota DPD akseptor pemilu.
Pemilihan anggota DPD yang pesertanya yaitu individual, maka yang boleh jadi pemohon yakni perorangan peserta pemilu anggota DPD yang merasa dirugikan oleh hasil perkiraan suara yang ditetapkan.
2. Pasangan kandidat Presiden dan Wakil Presiden akseptor pemilu.
Presidan / Wakil Presiden meskipun pasangan kandidat diajukan oleh partai politik peserta pemilu namun yang boleh jadi pemohon di MK untuk mempersoalkan hasil perhitungan suara adalah pasangan calon Presiden/Wapres tersebut.Peserta penyeleksian umum untuk menentukan anggota DPR dan DPRD adalah partai politik sehingga yang boleh menjadi pemohon untuk mempersoalkan hasil perhitungan sura pemilihan biasa untuk memilih anggota DPR dan DPRD ialah partai politik yang bersangkutan.
3. Partai politik penerima pemilu.
Partai politik yang mengajukan permohonan dalam perselisihan hasil pemilu DPR/DPRD haruslah pengurus sentra partai yang bersangkutan sebagai badan aturan. Namun, pengurus pusat mampu memberi kuasa , baik terhadap pengelola  daerah (DPD maupun DPC) atau kuasa hukum yang ditunjuk menanggulangi permohonan dari partai yang bersangkutan.
Selaku termohon mampu ditarik kesimpulan adalah Komisi Pemilihan Umum nasional alasannya berdasarkan pasal 74 ayat 2  UU MK yang menjadi bahan permintaan yakni penetapan hasil pemilu yang dikerjakan KPU secara nasional walaupun hasil itu menyangkut pelaksanaan  dan perkiraan bunyi yang dijalankan oleh KPU provinsi atau Kabupaten/Kota di tempat pemilihan. PMK Nomor 04 dan 05/2004 secara tegas menyebut KPU selaku termohon.
b. Syarat Permohonan
Permohonan cuma dapat diterima jikalau diajukan dalam rentang waktu paling lambat 3×24 jam  sejak Komisi Pemilihan Umum mengumumkan penetapan hasil pemilu secara nasional, dan cuma dapat diajukan kepada penetapan hasil pemilihan biasa yang menghipnotis :
(i) Terpilihnya calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
(ii) Penentuan pasangan kandidat yang masuk putaran kedua penyeleksian Presiden dan Wapres serta terpilihnya pasangan calon Presiden dan Wapres.
(iii) Perolehan bangku partai politik akseptor pemilihan biasa di sebuah tempat pemilihan.
c. Pemeriksaan Pendahuluan 
Berbeda dengan pemeriksaan pendahuluan sebagaimana lazimnya dijalankan dalam kasus pengujian undang-undang, dalam kasus pertengkaran pemilu, investigasi pendahuluan yang memberi peluang memperbaiki permohonan untuk pemohon calon anggota dewan perwakilan rakyat/DPRD dan DPD, walaupun diberi jangka waktu 3×24 jam dan pertengkaran hasil pemilu Presiden /Wakil presiden 1×24 jam tetapi dalam praktik yang kemudian perbaikan dikerjakan langsung ditempat dan diperbolehkan dengan tulisan tangan. Hal ini terjadi karena banyaknya permintaan yang diterima sehingga kalau dilakukan sesuai dengan hukum dalam PMK dan UU MK dikhawatirkan tenggang waktu yang disebutkan menjadi tidak mampu dipenuhi.

d. Pemeriksaa Persidangan
Atas alasan batas waktu tenggang dan beban permintaan yang masuk [18], PMK Nomor 04/PMK/2004 menugaskan panel hakim untuk mrlaksanakan pemeriksaan pendahuluan maupun persidangan. Hasilnya kemudian dilaporkan terhadap pleno MK untuk dimusyawarakan sebelum pengambilan putusan.
Sebagaimana diutarakan diatas, penggunaan fasilitas teknologi info dalam investigasi persidangan juga membawa kecepatan solusi yang dibutuhkan dan jarak tidak lagi menjadi masalah yang berarti. Yang menjadi perhatian tentulah menyelidiki kebenaran identitas saksi san KPU provinsi dan Kabupaten/Kota yang didengar di daerah yang jauh dari daerah persidangan.
Meskipun, tidak mampu dibilang bahwa masalah perselisihan hasil pemilu ialah masalah yang sederhana, dalam arti tingkat kompleksitas persoalan hukumnya, namun time-frame  solusi kasus menimbulkan perkara ini diperlakukan sebagai masalah cepat seperti halnya yang dilakukan dalam masalah cepat Pengadilan Negeri.Pemeriksaan di persidangan pertama-tama memberi kesempatan pada pemohon untuk menguraikan dengan ringkas permohonannya dengan mengemukakan kesalahan perkiraan yang dikerjakan KPU dan mengemukakan perkiraan suara yang benar.
KPU diberi peluang untuk menunjukkan keterangansebagai balasan atas permintaan tersebut. Bila panwaslu hadir, maka Panwaslu juga diberi peluang dalil Pemohon. Apabila keterangan dipandang cukup, baru lalu diberi peluang bagi Pemohon untuk menerangkan dalilnya dengan alat bukti. Alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 36 UU MK secara biasa dan dalam PMK Nomor 04 dan 05 tahun 2004 yakni ihwal bukti surat dan saksi yakni merupakan alat bukti yang biasa dijalankan.
Disamping itu, keterangan saksi juga dapat diajukan untuk mendukung dalil permohonan tetapi untuk masih terdapat ketidakseragaman dalam praktik yang kemudian wacana jualifikasi saksi. Pasal 8 ayat 3 PMK Nomor 05 Tahun 2004 menyatakan bahwa :
“Keterangan saksi adalah informasi dari saksi pemegang mandat peserta pemilu disetiap jenjang penghitungan suara sebagaimana ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2003 jo. Keputusan KPU nomor 37 Tahun 2004 dan Keputusan KPU Nomor 38 Tahun 2004”.
Ada yang menafsirkan bahwa hanya saksi yang ditunjuk selaku saksi pemegang mandat penerima pemilu di setiap jenjang perkiraan suara, yaitu yang melihat perkiraan di TPS dan menyatakan keberatan jikalau perlu, yang dapat didengar disidang MK untuk mendukung permohonan.
Setelah solusi pemeriksaan dipandang selesai , maka panel hakim akan melaporkan hasil pemeriksaan persidangan atas masalah permintaan yang diajukan dan kemudian majelis pleno hakim konstitusi bermusyawarah untuk mengambil  keputusan . Pengambilan keputusan dan pengumuman keputusan tersebut dikerjakan dalam sidang pleno yang terbuka untuk lazim. Bila permintaan tidak beralasan dan atau pemohon tidak memenuhi syarat, Mk akan menyatakan permintaan tidak mampu diterima. Kalau permohoan tidak dapat dibuktikan secara cukup dan meyakinkan, permintaan akan dinyatakan ditolak. Permohoan yang beralasan dan disokong bukti yang cukup serta meyakinakan, maka MK mengabulkan permintaan Pemohon dengan menyatakan perhitungan seuara yang diaksanakan KPU salah dan MK memutuskan Perhitungan bunyi yang benar.
Sesudah putusan Mk dibacakan, maka putusan wacana perselisihan hasil penyeleksian umum anggota dewan perwakilan rakyat, DPD, dan DPRD disampaikan terhadap Presiden, pemohon dan KPU.
Wallahu’alam… 

Sumber :
Buku Ajar Hukum Acara Mahkamah Konstitusi oleh : Prof. Dr.H. Abdul Latif, SH.,MH. dkk. Halaman 177-188.
[18] Baca Peratura MK No. 04/PMK/2004 perihal Pedoman Beracara dalam Sengketa Perselisihan hasil Perhitungan Suara.

  Bank Indonesia Prediksi Kemajuan Ekonomi 2017 Di 5,7% Dengan Tax Amnesty