Asal Seruan Zakat Fitrah Dan Aturan Yang Berhubungan Dengannya

Pengertian Zakat Dan Asal Usulnya

Ibnu Manzur dalam Lisan al-Arab mengartikan Zakat secara bahasa berasal dari kata ” زكاة – يزكى – زكى “ yang memiliki arti suci, berkembang, berkah, dan terpuji. Devinisi lain dalam Kamus Al-Kautsar, zakat bermakna tumbuh bertambah, berkembang.
Sedangkan dalam tinjauan ungkapan, sebagaiana penjelasan dalam kitab Kifayatul Akhyar, zakat dimaknai dengan nama dari sejumlah harta tertentu yang diberikan terhadap golongan tertentu dengan syarat tertentu. begitu pula dalam kitab Fathul Qarib, zakat diartikan dengan nama bagi sebuah harta tertentu menurut cara-cara yang tertentu lalu diberikan terhadap sekelompok orang yang tertentu pula. Sementara dalam kitab Fathul Mu‟in, zakat juga dimaknai dengan nama sesuatu yang dikeluarkan (diambil) dari harta atau tubuh dengan ketentuan tertentu.
Dari berbagai definisi diatas perihal zakat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa zakat ialah sejumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang Islam untuk diberikan terhadap kelompok yang berhak mendapatkannya sesuai dengan ketentuan syara‟.
Dalam situs wikipedia Zakat Fitrah didevinisikan dengan zakat diri yang diwajibkan atas diri setiap individu laki-laki maupun wanita muslim yang berkemampuan sesuai syarat-syarat yang ditetapkan.
Zakat dijadikan nama untuk harta yang diserahkan tersebut, alasannya harta yang dizakati akan meningkat dan bertambah. Syekh Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Hishni berkata :
وسميت بذلك لأن المال ينمو ببركة إخراجها ودعاء الآخذ
Artinya : “Disebut zakat alasannya adalah harta yang dizakati akan meningkat karena berkah mengeluarkan uang zakat dan doa orang yang menerima.” (Syekh Taqiyyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Hishni, Kifayatul Akhyar, Surabaya, al-Haramain, cetakan kedua, 2002, halaman 104)
Allah berfirman :
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
Artinya : “Dan apa yang kau berikan berbentukzakat yang kamu maksudkan untuk meraih keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan pahalanya.” (QS. Ar-Ruum : 39)

Kewajiban Zakat dan Puasa Bersamaan

Sebagaimana klarifikasi dalam buku 125 Masalah Zakat karya Al-Furqon Hasbi disebutkan bahwa permulaan saat Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, zakat belum dijalankan. Di waktu itu, Nabi SAW bersama para sahabat dan segenap kaum muhajirin masih direpotkan dengan cara menjalankan perjuangan untuk menghidupi diri dan keluarganya di tempat baru tersebut. Selain itu, tidak semua orang mempunyai perekonomian yang cukup — kecuali Utsman bin Affan — alasannya semua harta benda dan kekayaan yang mereka miliki ditinggal di Makkah.
Kalangan anshar memang sudah menyambut dengan pertolongan dan keramah-tamahan yang luar biasa. Meskipun demikian, mereka tak inginmenambah beban orang lain. Itulah sebabnya mereka bekerja keras demi kehidupan yang bagus. Mereka beranggapan pula bahwa tangan di atas lebih utama ketimbang tangan di bawah.
Keahlian orang-orang muhajirin adalah berjualan. Pada suatu hari, Sa’ad bin Ar-Rabi’ menawarkan hartanya terhadap Abdurrahman bin Auf, namun Abdurrahman menolaknya. Ia cuma minta ditunjukkan jalan ke pasar. Di sanalah dia mulai berdagang mentega dan keju. Dalam waktu tidak lama, berkat kecakapannya berjualan, dia menjadi kaya kembali. Bahkan, telah memiliki kafilah-kafilah yang pergi dan pulang menenteng dagangannya.
Selain Abdurrahman, orang-orang muhajirin lainnya banyak juga yang melakukan hal serupa. Kelihaian orang-orang Makkah dalam berdagang ini membuat orang-orang di luar Makkah berkata, ”Dengan perdagangan itu, dia mampu mengubah pasir sahara menjadi emas.”
Kewajiban mengeluarkan uang zakat fitrah serempak dengan disyariatkan puasa Ramadhan, yaitu pada tahun kedua Hijriyah. Kewajiban mengeluarkan uang zakat fitrah dibebankan terhadap setiap muslim dan muslimah, baligh atau belum, kaya atau tidak, dengan ketentuan bahwa dia masih hidup pada malam hari raya dan mempunyai keunggulan dari keperluan pokoknya untuk sehari.
Sementara itu, Tentang Zakat Mal terjadi perbedaan pertimbangan di kalangan ulama tentang kapan zakat diwajibkan. Di dalam kitab Hasyiyah al-Jamal diterangkan bahwa zakat mal mulai diwajibkan di bulan Sya’ban tahun kedua hijriah berbarengan dengan zakat fitri. Ada yang berpendapat bahwa zakat diwajibkan sebelum baginda Nabi hijrah ke Madinah. Namun, berdasarkan usulan yang masyhur di kelompok para ahli hadits, zakat mal diwajibkan pada bulan Syawal tahun kedua hijriah sedangkan zakat fitri diwajibkan dua hari sebelum hari raya Idul Fitri sehabis diwajibkannya puasa Ramadhan. (Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal ala al-Minhaj, Beirut, Dar al-Fikr, cetakan kedua, 2003, jilid dua, halaman 96)
Adapun dasar kewajiban menunaikan zakat fitrah sebelum adanya ijma’ atau konsensus ulama mirip hadis Ibnu Umar:
فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر من رمضان على الناس صاعا من تمر أو صاعا من شعير على كل حر أو عبد ذكر أو أنثى من المسلمين
Artinya : “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah dari bulan pahala atas manusia, satu sha’ dari kurma atau gandum, atas setiap orang merdeka, hamba sahaya, laki-laki atau wanita dari orang-orang Islam.”
Dari hadis Abi Sa’id, mengatakan:
كنا نخرج زكاة الفطرة إذا كان فينا رسول الله صلى الله عليه وسلم صاعا من طعام أو صاعا من تمر أو صاعا من شعير أو صاعا من زبيب أو صاعا من أقط فلا أزال أخرجه كما كنت أخرجه ما عشت
Artinya : “Kami mengeluarkan zakat fitrah ketika kami bareng Rasulullah, satu sha’ dari masakan, kurma, gandum, anggur kering atau kuliner aquth (sejenis makanan yang yang dibuat dari susu, padat bentuknya). Aku selalu mengeluarkannya sebagaimana Nabi menunaikannya sepanjang hidupku.”
Kedua hadis di atas diriwayatkan juga oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab Sahihnya. Zakat fitrah diwajibkan untuk dibayarkan pada tahun kedua Hijriyah atau tahun diwajibkannya umat Islam berpuasa bulan mulia.
Zakat fitrah ini dibayarkan maksimal sebelum shalat ‘Idul Fitri. Ketentuan zakat fitrah tersebut didasarkan pada hadist Rasulullah SAW :
فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعاً مِنْ تَمَرٍ، أوْصَاعاً مِنْ شَعِيْرٍ، عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى، وَالصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأمَرَ بِهَا أنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوْجِ الناَّسِ إلى الصَّلَاةِ
Artinya : “Rasulullah SAW telah mengharuskan zakat Fitrah sebanyak satu sha’ kurma atau gandum atas oaring muslim baik budak dan orang biasa, pria dan wamita, belum dewasa dan orang dewasa, beliau memberitahukan mengeluarkan uang zakat Fitrah sebelum berangkat (ke masjid) ‘Idul Fitri” (HR Bukhari dan Muslim)
فَمَنْ أدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ وَمَنْ أدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ

Artinya : “Barang siapa mengeluarkan (zakat Fitrah) sebelum shalat (‘Idul Fitri), maka zakatnya sah. Barang siapa mengeluarkannya sesudah shalat maka dianggap sedekah sunah.” (HR. Ibnu Majah)

3 Syarat Wajib Zakat Fitrah

Zakat fitrah menjadi wajib dikeluarkan oleh seseorang dengan 3 (tiga) syarat, yakni :
  1. Beragama Islam. Orang yang wajib mengeluarkan zakat yaitu bermacam-macam Islam, seorang non muslim tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah.
  2. Mendapati terbenamnya matahari di akhir Ramadhan. Seorang yang mendapati atau masih hidup atau sudah hidup pada terbenamnya matahari di tamat bulan Ramadhan wajib menunaikan zakat fitrah. Ketentuan ini tidak berlaku bagi seseorang yang meninggal sebelum akhir Ramadhan dan bagi bayi yang lahir sehabis simpulan Ramadhan. Juga bagi seseorang gres yang masuk Islam sesudah akhir Ramadhan (sudah masuk bulan Syawal) maka tidak wajib membayar zakat fitrah.
  3. Adanya kelebihan makanan pokok. Muslim yang memiliki kelebihan kuliner pokok untuk dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungan nafakahnya dari orang-orang Islam di hari dan malam hari raya, maka wajib mengeluarkan zakat. Penjelasan tersebut mengecualikan seorang yang tidak memiliki kelebihan masakan pokok atau harta yang mampu dibelikan makan pokok dirinya sendiri dan keluarga yang menjadi tanggungan nafakahnya, maka tidak wajib mengeluarkan zakat. Bahkan dirinya itu berhak mendapatkan zakat.
  Pengertian dan Penjelasan Shadaqah Tathawwu' (Sunnah)
Pengertian orang-orang yang menjadi tanggungan nafakahnya dari penjelasan diatas teraplikasi dalam acuan suami yang wajib menafkahi istri dan anak-anaknya serta juga orang tuanya yang sudah udzur dari bekerja. Dalam ketentuan ini mengecualikan seorang istri, alasannya istri tidak wajib memberi nafakah pada suaminya.
وتجب زكاة الفطر ويقال لها زكاة الفطرة أي الخلقة (بثلاثة أشياء الإسلام) فلا فطرة على كافر أصلي إلا في رقيقه وقريبه المسلمين (وبغروب الشمس من آخر يوم من شهر رمضان) وحينئذ فتخرج زكاة الفطر عمن مات بعد الغروب دون من ولد بعده (ووجود الفضل) وهو يسار الشخص بما يفضل (عن قوته وقوت عياله في ذلك اليوم) أي يوم عيد الفطر وكذا ليلته أيضاً. ويزكي الشخص (عن نفسه وعمن تلزمه نفقته من المسلمين) فلا يلزم المسلم فطرة عبد وقريب وزوجة كفار، وإن وجبت نفقتهم وإذا وجبت الفطرة على الشخص فيخرج. (شرح فتح القريب المجيب).

Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah

  • Waktu Boleh : mulai dari awal bulan Ramadhan hingga selesai bulan Ramadhan.
  • Waktu Wajib : sehabis matahari terbenam pada final bulan Ramadhan.
  • Waktu Afdhal : sehabis melakukan solat subuh sampai sebelum menjalankan sholat idul fitri.
  • Waktu Makruh : melaksanakan sholat idul fitri sehingga sebelum terbenam matahari, kecuali alasannya adalah adanya maslahah seperti menanti saudara atau orang fakir yang sholeh.
  • Waktu Haram : sehabis matahari terbenam pada hari raya Idul Fitri kecuali alasannya adalah udzur. Boleh menqadha’ zakat tanpa berdosa kalau harta atau orang yang berhak mendapatkan zakat belum ada.

Niat Zakat Fitrah

Berikut beberapa lafal niat zakat fitrah dalam bahasa Arab :

Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri

ﻧَﻮَﻳْﺖُ أَﻥْ أُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻧَﻔْسيْ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
“Saya niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diri aku sendiri, fardu karena Allah Ta‘âlâ.”

Niat Zakat Fitrah untuk Istri

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِﻋَﻦْ ﺯَﻭْﺟَﺘِﻲْ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
“Saya niat mengeluarkan zakat fitrah untuk istri saya, fardu alasannya adalah Allah Ta‘âlâ.”

Niat Zakat Fitrah untuk Anak Laki-laki

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻭَﻟَﺪِﻱْ … ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
“Saya niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak laki-laki saya…. (sebutkan nama), fardu sebab Allah Ta‘âlâ.”

Niat Zakat Fitrah untuk Anak Perempuan

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِﻋَﻦْ ﺑِﻨْﺘِﻲْ … ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
“Saya niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak perempuan saya…. (sebutkan nama), fardu sebab Allah Ta‘âlâ.”

Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri dan Keluarga

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَنِّيْ ﻭَﻋَﻦْ ﺟَﻤِﻴْﻊِ ﻣَﺎ ﻳَﻠْﺰَﻣُنِيْ ﻧَﻔَﻘَﺎﺗُﻬُﻢْ ﺷَﺮْﻋًﺎ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
“Saya niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku dan seluruh orang yang nafkahnya menjadi tanggungan saya, fardu sebab Allah Ta‘âlâ.”

Niat Zakat Fitrah untuk Orang yang Diwakilkan

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ (..…) ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
“Saya niat mengeluarkan zakat fitrah untuk… (sebutkan nama spesifik), fardu sebab Allah Ta‘âlâ.”
Saat mendapatkan zakat fitrah, seorang akseptor disunnahkan mendoakan pemberi zakat dengan doa-doa yang bagus. Doa bisa dilafalkan dengan bahasa apa pun. Di antara contoh doa tersebut ialah seperti di bawah ini:
ﺁﺟَﺮَﻙ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﺍَﻋْﻄَﻴْﺖَ، ﻭَﺑَﺎﺭَﻙَ ﻓِﻴْﻤَﺎ ﺍَﺑْﻘَﻴْﺖَ ﻭَﺟَﻌَﻠَﻪُ ﻟَﻚَ ﻃَﻬُﻮْﺭًﺍ
“Semoga Allah memperlihatkan pahala atas apa yang engkau berikan, dan agar Allah menunjukkan berkah atas harta yang kau simpan dan membuatnya sebagai pembersih bagimu.”

Hikmah Perintah Bayar Zakat

Tidak disangsikan lagi betapa besar pesan tersirat di balik kewajiban zakat. Hikmahnya begitu terlihat terperinci bagi siapa saja yang hendak merenungkannya. Di antara pesan tersirat zakat yang paling nampak terperinci yakni mengentaskan kemiskinan. Di dalam kitab Syarh Yaqut an-Nafis fi Madhab Idris, Habib Muhammad bin Ahmad Bin Umar asy-Syathiri menerangkan sebagian dari nasihat di balik keharusan zakat.
أما حكمة الزكاة فمعروفة وظاهرة وتبدو في هذا العصر أكثر، فمن شأنها التعاطف والتراحم، ولو أخرجت الزكاة ووزعت على وجهها الصحيح الشرعي لما بقي على وجه الأرض فقير أبدا. لأن ربنا جعل في أموال الأغنياء ما يكفي الفقراء
Artinya : “Adapun pesan yang tersirat zakat, maka sudah dimengerti dan terlihat terang. Dan makin terlihat di periode kini. Termasuk efek konkret dari zakat akan terjalin kasih sayang dan saling menyayangi. Seandainya zakat dibayarkan dan dibagikan sesuai dengan cara yang benar secara syar’i, pasti selamanya di wajah bumi tidak akan ada orang yang miskin. Karena bergotong-royong di dalam harta para orang kaya, Tuhan kita, Allah Swt telah menetapkan sebagian hak yang bisa memadai para faqir.” (Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar asy-Syathiri, Syarh Yaqut an-Nafis, Beirut, Dar al-Minhaj, cetakan ketiga tahun 2011, halaman : 259)
Sungguh benar apa yang telah dia sampaikan ini. Seandainya kita kira-kirakan jumlah kaum Muslimin di dunia ini kurang lebih satu miliar. Coba kita menyaksikan pada zakat fitri saja. Ukuran zakat fitri yang wajib dikeluarkan oleh setiap orang Muslim yakni satu sha’ (kurang lebih 2,8 kg). Dan zakat fitri wajib dibayar oleh setiap orang yang memiliki kuliner pokok yang lebih untuk sehari semalam di Hari Raya Idul Fitri. Seandainya kita kira-kirakan uang yang dihasilkan dari setiap sha’ kurang lebih Rp. 25.000, lalu berapa yang dihasilkan dari kelipatannya dengan jumlah orang islam yang wajib mengeluarkan uang zakat? Bayangkan saja betapa banyaknya!
Belum lagi zakat tijarah (jual beli). Berapa banyak para penjualMuslim yang memiliki aset dagang ratusan juta atau bahkan miliaran rupiah. Jika masing-masing dari mereka mengeluarkan zakat 2,5 persen, maka betapa banyak zakat yang terkumpul. Kemudian di dalam Islam masih ada lagi kewajiban zakat pertanian, zakat peternakan, zakat emas dan perak, dan zakat pertambangan. Dan perlu diingat bahwa semua zakat-zakat ini wajib dibayarkan setiap tahun.
Syariat juga sudah mengajarkan bagaimana cara membagi zakat yang benar. Jika orang yang hendak diberi zakat dinilai ahli berjualan, maka beliau diberi modal untuk berjualan. Jika andal bertani, maka diberi modal pertanian. Jika ahli dalam keilmuan, maka diberi bekal untuk mencari ilmu supaya berfaedah bagi orang banyak. Jika inovatif dalam menciptakan perjuangan, maka diberi modal untuk membuka usaha. Dan bila tidak ahli mengembangkan harta, maka diberi harta yang mampu dimanfaatkan mirip sawah yang mampu disewakan dan seterusnya. Sebagaimana yang sudah diterangkan di dalam kitab-kitab mu’tabarah, di antaranya di dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab (Lihat Imam an-Nawawi, Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Beirut, Dar al-Fikr, cetakan kedua, 2001, jilid keenam, halaman : 194)
Kita lihat bagaimana Allah menata dan mengatur sedemikian rupa semoga manusia di muka bumi ini menjadi baik dan makmur. Namun sayangnya, mungkin sebab kurangnya wawasan terhadap hukum yang benar di dalam mengurus zakat, atau faktor lain, sampai seakan zakat tidak begitu mewarnai dalam kehidupan perekonomian kaum Muslimin.

Ketentuan Zakat

  1. Besarnya zakat Fitrah yaitu 1 sha’ adalah 2176 gram atau 2,2 Kg beras atau kuliner pokok. Dalam prakteknya jumlah ini digenapkan menjadi 2,5 Kg, alasannya adalah untuk kehati-hatian. Hal ini dianggap baik oleh para ulama.
  2. Menurut madzhab hanafi, diperbolehkan mengeluarkan zakat Fitrah dengan duit seharga ukuran itu, jika dianggap lebih bermanfaat bagi mustahik.
  3. Waktu mengeluarkan zakat Fitrah ialah semenjak permulaan bulan ampunan Ramadhan sampai sebelum shalat ‘Idul Fitri maka dianggap sedekah sunah.
  4. Zakat Fitrah boleh dikeluarkan eksklusif kepada mustahik atau dibayarkan lewat amil zakat.
  5. Amil atau panitia zakat Fitrah boleh membagikan zakat terhadap mustahik sesudah shalat ‘Idul Fitri alasannya uzur syar’i.
  6. Jika terjadi perbedaan Hari Raya, maka panitia zakat Fitrah yang berhari raya terlebih dulu dihentikan menerima zakat Fitrah sesudah mereka melakukan shalat ‘Idul Fitri.
  7. Panitia Zakat Fitrah hendaknya mendoakan kepada orang yang membayar zakat, supaya ibadahnya selama Ramadhan diterima dan menerima pahala. Doa yang sering dibaca oleh yang mendapatkan zakat, diantaranya :
  Inilah Manfaat Puasa Syawal yang Perlu Diketahui (Bagian 2)
آجَرَكَ اللهُ فِيْمَا أعْطَيْتَ وَبَارَكَ فِيْمَا أَبْقَيْتَ وَجَعَلَهُ لَكَ طَهُوْرًا
Artinya : “Semoga Allah SWT menawarkan pahala kepadamu atas apa saja yang sudah Allah memberi berkah kepadamu atas semua yang masih ada padamu dan mudah-mudahan Allah mengakibatkan kesucian bagimu.”

Penerima Zakat

Delapan golongan yang berhak menerima zakat sesuai ayat di atas yaitu :
  1. Orang Fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak memiliki harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
  2. Orang Miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam kondisi kekurangan.
  3. Pengurus Zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpilkan dan membagikan zakat.
  4. Muallaf: orang kafir yang ada cita-cita masuk Islam dan orang yang gres masuk Islam yang imannya masih lemah.
  5. Memerdekakan Budak: mancakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
  6. Orang yang berhutang: orang yang berhutang sebab untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak mampu membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, meskipun beliau mampu membayarnya.
  7. Orang yang berjuang di jalan Allah (Sabilillah): Yaitu untuk kebutuhan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufassirin ada yang beropini bahwa fi sabilillah itu mancakup juga kepentingan-kepentingan lazim seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
  8. Orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil) yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.

Dua Golongan Tidak Boleh Menerima Zakat

Adapun orang-orang yang tidak boleh mendapatkan zakat ada dua golongan:
  1. Anak cucu keluarga Rasulullah SAW
  2. Sanak Famili orang yang berinfak, yakni bapak, kakek, istri, anak, cucu, dan lain-lain.

Zakat Fitrah Menggunakan Uang

Terkait aturan mengeluarkan uang zakat fitrah dalam bentuk duit, para ulama juga berbeda pendapat.
Pertama, mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali setuju bahwa zakat fitrah tidak boleh diberikan kepada penerima zakat dalam bentuk duit. Mereka berpegangan pada hadits riwayat Abu Said:
كُنَّا نُخْرِجُهَا عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ، وَكَانَ طَعَامُنَا التَّمْرُ وَالشَّعِيْرُ وَالزَّبِيْبُ وَالأَقْطُ
Artinya : “Pada era Rasul shallallahu ala’ihi wasallam, kami mengeluarkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ masakan, dan pada waktu itu kuliner kami berbentukkurma, gandum, anggur, dan keju.” (HR. Muslim, hadits nomor 985)
Pada hadits di atas, para teman Nabi tidak mengeluarkan zakat fitrah kecuali dalam bentuk makanan. Kebiasaan mereka dalam mengeluarkan zakat fitrah dengan cara demikian merupakan dalil besar lengan berkuasa bahwa harta yang wajib dikeluarkan dalam zakat fitrah harus berupa bahan kuliner.
Mereka juga beralasan, zakat fitrah merupakan ibadah yang diwajibkan atas jenis harta tertentu sehingga tidak boleh dibayarkan dalam bentuk selain jenis harta dimaksud, sebagaimana tidak boleh menunaikannya di luar waktu yang sudah ditentukan.
كاشفة السجا لنووي الجاوي – (ج 1 / ص 270)
وواجب الفطرة لكل واحد صاع من غالب قوت بلد المؤدى عنه وإن كان المؤدي بغيرها من جنس واحد
المجموع شرح المهذب – (ج 5 / ص 428)
الشرح اتفقت نصوص الشافعي رضى الله عنه انه لا يجوز اخراج القيمة في الزكاة وبه كذا في الاصل والصواب عليهن قطع المصنف وجماهير الاصحاب وفيه وجه ان القيمة تجزئ حكاه وهو شاذ باطل ودليل المذهب ما ذكره المصنف (وأما) إذا اخرج سنا اعلي من الواجب كبنت لبون عن بنت مخاض ونظائره فتجزئه بلا خلاف لحديث ابى السابق ولما ذكره المصنف (وأما) إذا اخرج تبيعين عن مسنة فقد قطع المصنف بجوازه وهو المذهب وبه قطع الجماهير وفيه وجه سبق في باب زكاة البقر والله تعالي اعلم
Kedua, berdasarkan mazhab Hanafi, zakat fitrah boleh dibayarkan dalam bentuk duit. Mereka berpedoman pada firman Allah subhanahu wa ta’ala:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
Kamu sekali-kali tidak hingga terhadap kebajikan (yang tepat), sebelum kau menafkahkan sebagian harta yang kau cintai. (Ali Imran: 92)
Pada ayat tersebut, Allah menyuruh kita untuk menafkahkan sebagian harta yang kita cintai. Harta yang paling dicintai pada kurun Rasul berupa kuliner, sedangkan harta yang paling dicintai pada kala sekarang yakni duit. Karenanya, menunaikan zakat fitrah dalam bentuk uang diperbolehkan. Di samping itu, mereka juga berargumen bahwa menjaga kemaslahatan ialah hal prinsip dalam aturan Islam.
Dalam hal zakat fitrah, mengeluarkan zakat dalam bentuk uang menjinjing kemaslahatan baik untuk muzakki maupun mustahiq zakat. Bagi muzakki, mengeluarkan zakat dalam bentuk uang sangatlah mudah dan mudah. Sedangkan bagi mustahiq, dengan duit tersebut dia bisa membeli keperluan yang mendesak pada ketika itu. ( Abdullah Al-Ghafili, Hukmu Ikhraji al-Qimah fi Zakat al-Fithr, halaman 2-5).
Dari kedua usulan di atas, usulan pertama menyatakan tidak bolehnya mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk duit. Kebiasaan Rasul sallallahu ala’ihi wasallam dan para teman dalam menunaikan zakat fitrah dalam bentuk bahan kuliner, merupakan dalil yang kuat akan tidak bolehnya berinfak dengan selain bahan kuliner.
Adapun penyelesaian alternatif bagi muzakki yang tidak mendapatkan bahan makanan yaitu, amil zakat menyediakan beras untuk dibeli oleh para muzakki terlebih dulu, lalu mereka menyerahkannya kepada Amil. Akan tetapi, jika mengeluarkan uang dalam bentuk materi kuliner dianggap berat, dan ada hajat mendesak serta maslahat aktual untuk bersedekah menggunakan duit maka diperbolehkan bertaqlid kepada madzhab Hanafi dengan syarat bertaqlid secara totalitas, yaitu berzakat dalam bentuk duit yang senilai dengan bahan makanan (beras) sebanyak 3,8 kilogram. Hal ini dilaksanakan untuk menyingkir dari talfiq (mencampuraduk usulan ulama) yang hukumnya diperselisihkan oleh para ulama.
المبسوط – (ج 4 / ص 141)
( قَالَ ) : فَإِنْ أَعْطَى قِيمَةَ الْحِنْطَةِ جَازَ عِنْدَنَا ؛ لِأَنَّ الْمُعْتَبَرَ حُصُولُ الْغِنَى وَذَلِكَ يَحْصُلُ بِالْقِيمَةِ كَمَا يَحْصُلُ بِالْحِنْطَةِ ، وَعِنْدَ الشَّافِعِيِّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى لَا يَجُوزُ ، وَأَصْلُ الْخِلَافِ فِي الزَّكَاةِ وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ الْأَعْمَشُ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى يَقُولُ : أَدَاءُ الْحِنْطَةِ أَفْضَلُ مِنْ أَدَاءِ الْقِيمَةِ ؛ لِأَنَّهُ أَقْرَبُ إلَى امْتِثَالِ الْأَمْرِ وَأَبْعَدُ عَنْ اخْتِلَافِ الْعُلَمَاءِ فَكَانَ الِاحْتِيَاطُ فِيهِ ، وَكَانَ الْفَقِيهُ أَبُو جَعْفَرٍ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى يَقُولُ : أَدَاءُ الْقِيمَةِ أَفْضَلُ ؛ لِأَنَّهُ أَقْرَبُ إلَى مَنْفَعَةِ الْفَقِيرِ فَإِنَّهُ يَشْتَرِي بِهِ لِلْحَالِ مَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ ، وَالتَّنْصِيصُ عَلَى الْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ كَانَ ؛ لِأَنَّ الْبِيَاعَاتِ فِي ذَلِكَ الْوَقْتِ بِالْمَدِينَةِ يَكُونُ بِهَا فَأَمَّا فِي دِيَارِنَا الْبِيَاعَاتُ تُجْرَى بِالنُّقُودِ ، وَهِيَ أَعَزُّ الْأَمْوَالِ فَالْأَدَاءُ مِنْهَا أَفْضَلُ .

Mekanisme Zakat Fitrah Dengan Uang

Apabila Zakat Fitrah dikeluarkan dalam bentuk duit, terdapat 2 (dua) prosedur, adalah :
  • Zakat Fitrah Tidak Langsung. Yaitu zakat fitrah dikeluarkan berdasarkan kadar ukuran Imam Syafi’i (kadar beras 2,75 kg) dengan alur sebagai berikut. (Pertama, Amil Zakat atau Pengelola zakat menyediakan 2,75 beras berkualitas per orang untuk dibeli oleh Muzakki (pembayar zakat) dan dibayarkan zakat fitrahnya dalam bentuk beras, dibarengi niat membayar zakat. atau Kedua, Sebelum janji Muzakki mengutus terhadap Amil untuk membelikan 2,75 kg beras bermutu kemudian dibayarkan zakat fitrahnya dalam bentuk beras, dibarengi niat membayar zakat).
  • Zakat Fitrah Langsung. Yaitu zakat fitrah yang dibayarkan secara pribadi memakai duit, tidak melalui proses nomor 1. Zakat versi eksklusif mirip ini menggunakan kadar sha’ nya Imam Hanafi yaitu 3,8 kg.
  99 Asmaul Husna Lengkap Arab, Latin dan Artinya