Arogansi Kaum Berpeci di Rumah Allah

Suasana shalat jamaah secara tiba-tiba menjadi cekam menakutkan. Buru-buru menunggu ucapan salam kedua dr imam, para jamaah sudah menumpuk kesal di dlm jiwa masing-masing. Dongkol. Marah. Tiada ampun.

Tepat sedetik sesudah salam kedua, bahkan kalimat astaghfirullahal ‘azhim belum sempat diucapkan, mata mereka seperti dikomando, tertuju pada sesosok bocah tanpa dosa; anak kecil yg usianya belum genap tiga tahun.

“Ganggu fokus!” sumpah satu jamaah berbusana serbaputih lengkap dgn peci & surban. “Anaknya siapa ini?” seru jamaah lain, matanya sibuk berkeliling ke sesama jamaah, mencari orang renta dr bocah tanpa dosa itu. “Bukannya khusyuk, shalat jadi gak enak. Kepala diinjak-injak!” tukas jamaah bertubuhtambun, jubahnya wangi, rapi bekas setrika.

Dalam waktu & kawasan yg berlainan, peristiwa serupa ini sering terulang. Arogansi kaum berpeci, yg mungkin merasa suci sehingga mesti melampiaskan kemarahannya. Bukan membela anak kecil yg berlarian di depan jamaah shalat, namun langkah-langkah garang mereka yg sudah lanjut usia ini tak sertamerta bisa dibenarkan.

Anak kecil yg pribadi dihakimi dlm kasus di atas, pun orang tuanya, bisa mengalami episode hidup yg berganti selepas kejadian itu. Alih-alih kapok, si anak bisa saja terus merengek tatkala ayahnya hendak mendirikan shalat berjamaah di masjid, & kembali berlarian ketika jamaah tengah mendirikan shalat.

Sang ayah, sebab merasa tak enak pada jamaah lain yg terganggu, amat mungkin berangkat ke masjid dgn bersembunyi, atau benar-benar absen dr mendirikan shalat berjamaah. Mending di rumah, daripada menganggu jamaah lain, daripada anaknya dimarahi, daripada memanggil kemarahan orang yg beribadah.

Di dlm masalah remeh yg terulang ini, hendaknya ada langkah-langkah bijaksana dr semua pihak. Bagi orang bau tanah yg berencana mendidik anaknya sejak kecil untuk beribadah di masjid, hendaknya memberikan edukasi pada anaknya. Dengan nasihat. Dari hati ke hati. Dengan sepenuh jiwa.

  Amalan Penghindar dari Kematian yang Buruk

Bagi jamaah masjid, hendaknya mereka pula berlaku bijak. Tidak bisakah bersabar sejenak untuk tak melontarkan sumpah, kemarahan, & hujatan pada anak kecil yg belum bisa menggunakan nalarnya? Berpikirlah sejenak. Berlakulah bijaksana. Sebab, amat mungkin, kemarahan yg dilontarkan pada anak kecil & orang tuanya itu menjadi pemicu bagi absennya mereka dr shalat berjamaah, mulai esok hari & seterusnya.

Jika demikian, tidakkah Anda, kaum berpeci yg marah-murka di Rumah Allah Ta’ala turut menanggung dosa tersebut?

Wallahu a’lam. [Pirman/Wargamasyarakat]