Ahli Hadis Syaikh al-Syaukani Tentang “Alasan Logis dan Ilmiah Mengapa Kita Bertawassul Dengan Nabi, Keluarga dan Sahabatnya”.
أَرْدَفَ الْحَمْدَ بِالصَّلَاةِ عَلَى رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِكَوْنِهِ الْوَاسِطَةَ فِي وُصُولِ الْكَمَالَاتِ الْعِلْمِيَّةِ وَالْعَمَلِيَّةِ إلَيْنَا مِنْ الرَّفِيعِ عَزَّ سُلْطَانُهُ وَتَعَالَى شَأْنُهُ ، وَذَلِكَ ؛ لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى لَمَّا كَانَ فِي نِهَايَةِ الْكَمَالِ وَنَحْنُ فِي نِهَايَةِ النُّقْصَانِ لَمْ يَكُنْ لَنَا اسْتِعْدَادٌ لِقَبُولِ الْفَيْضِ الْإِلَهِيِّ لِتَعَلُّقِنَا بِالْعَلَائِقِ الْبَشَرِيَّةِ وَالْعَوَائِقِ الْبَدَنِيَّةِ ، وَتَدَنُّسِنَا بِأَدْنَاسِ اللَّذَّاتِ الْحِسِّيَّةِ وَالشَّهَوَاتِ الْجِسْمِيَّةِ ، وَكَوْنِهِ تَعَالَى فِي غَايَةِ التَّجَرُّدِ وَنِهَايَةِ التَّقَدُّسِ .
Penyertaan Salawat setelah Hamdalah (memuji Allah) yakni alasannya Rasulullah sebagai mediator dalam tercapainya kesempurnaan ilmiyah dan amaliyah kepada kita dari Tuhan yang maha tinggi, kuasa dan keadaannya. Sebab dikala Tuhan dalam kesempurnaan tertinggi, sementara kita berada dalam kekurangan terendah, maka tidak ada kesiapan bagi kita untuk menerima curahan dari Tuhan alasannya adalah kita masih termakan dengan ikatan-ikatan insan dan terkotori oleh kenikmatan dan nafsu raga, sementara Tuhan dalam puncak keesaan dan kesucian tertinggi
فَاحْتَجْنَا فِي قَبُولِ الْفَيْضِ مِنْهُ جَلَّ وَعَلَا إلَى وَاسِطَةٍ لَهُ وَجْهُ تَجَرُّدٍ وَنَوْعُ تَعَلُّقٍ ، فَبِوَجْهِ التَّجَرُّدِ يَسْتَفِيضُ مِنْ الْحَقِّ ، وَبِوَجْهِ التَّعَلُّقِ يَفِيضُ عَلَيْنَا ، وَهَذِهِ الْوَاسِطَةُ هُمْ الْأَنْبِيَاءُ ، وَأَعْظَمُهُمْ رُتْبَةً وَأَرْفَعُهُمْ مَنْزِلَةً نَبِيُّنَا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَذُكِرَ عَقِبَ ذِكْرِهِ – جَلَّ جَلَالُهُ – تَشْرِيفًا لِشَأْنِهِ مَعَ الِامْتِثَالِ لِأَمْرِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ .
Maka kita butuh mediator untuk menerima curahan dari Allah, perantara yang memiliki ‘kesunyian’ dan ‘hubungan’. Jalan yang sunyi itu akan menerima curahan dari Allah, dan jalan penghubung itu yang mau mengantar curahan Tuhan terhadap kita. Perantara itu yakni para Nabi, dan yang paling agung serta paling tinggi yakni Nabi kita, Muhammad shalla Allahu alaihi wa sallama. Maka setelah memuji kepada Allah, disebutlah Sang Nabi itu untuk memuliakan kedudukannya disertai mematuhi perintah Allah.
وَلِحَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ عِنْدَ الزَّهَاوِيِّ بِلَفْظِ : كُلُّ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لَا يُبْدَأُ فِيهِ بِحَمْدِ اللَّهِ وَالصَّلَاةِ عَلَيَّ فَهُوَ أَقْطَعُ وَكَذَلِكَ التَّوَسُّلُ بِالصَّلَاةِ عَلَى الْآلِ وَالْأَصْحَابِ لِكَوْنِهِمْ مُتَوَسِّطِينَ بَيْنَنَا وَبَيْنَ نَبِيِّنَا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّ مُلَاءَمَةَ الْآلِ وَالْأَصْحَابِ لِجَنَابِهِ أَكْثَرُ مِنْ مُلَاءَمَتِنَا لَهُ .
Dan karena hadis Abu Hurairah, menurut al-Zahawi, dengan redaksi: “Setiap hal baik yang tidak ada kebanggaan kepada Tuhan dan salawat kepadaku, maka terputus berkahnya”. Demikian halnya dengan Tawassul dengan salawat untuk keluarga dan teman Nabi, karena mereka menjadi penghubung antara kita dan Nabi. Sebab, kesungguhan mereka terhadap Nabi lebih banyak dari pada kesungguhan kita kepada Nabi (Mukaddimah Kitab Nail al-Authar, 1/12)
Oleh : Ustadz Ma’ruf Khazin