Istilah Sorogan niscaya tak ajaib lagi bagi para santri. Secara bahasa, Sorogan berasal dari ungkapan Jawa sorog yng pengertiannya memberikan. Dalam system pembelajaran membaca kitab kuning di pesantren, sistem sorogan di lakukan yang dengannya cara santri maju satu persatu bagi atau bisa juga dikatakan untuk membaca serta menguraikan isi kitab ke hadapan seorang ustad ataupun kyai. Metode sorogan melibatkan santri secara individu melalui kegiatan membaca kitab di hadapan ustad ataupun Kyai, lantas ustad ataupun kyai itu simak, memberitahu kesalahan-kesalahannya, serta menginformasikan bagaimana yng benar. Dalam hal ini, terealisasi interaksi secara eksklusif antara pendidik serta penerima bimbing.
Di pesantren, kemampuan membaca kitab kuning yang dengannya baik serta benar yaitu kesanggupan yng Perlu dikuasai oleh santri. Pasalnya, kitab kuning yakni bab dari kurikulum yng menjadi ciri khas di pesantren. Ketika mengatakan ihwal makna kurikulum dalam konteks pesantren, pada lazimnya yng dimaksud ialah kitab kuning itu sendiri, menjdai sumber belajar utama para santri.
Karakteristik ataupun ciri-ciri dari sistem Sorogan yng digunakan menjdai metode bagi atau mampu juga dibilang untuk melatih santri membaca kitab kuning di pesantren di antaranya: 1). Lebih menekankan pada proses belajar perorangan dari santri, 2). Menekankan supaya santri lebih aktif, 3). Banyak feedback serta evaluasi dari ustad, 4). Memberi potensi pada santri bagi atau mampu juga dibilang untuk mampu meningkat sesuai yang dengannya kapasitasnya masing-masing.