Apa Itu Ekonomi Kreatif Dan Seperti Apa Citra Globalnya?

Apa Itu Ekonomi Kreatif Dan Seperti Apa Gambaran Globalnya?
Pada dasarnya kemajuan ekonomi inovatif digerakkan oleh kapitalisasi kreativitas dan penemuan dalam menghasilkan produk atau jasa dengan kandungan inovatif. Kata kuncinya adalah kandungan inovatif yang tinggi terhadap masukan dan keluaran acara ekonomi ini. Istilah ekonomi kreatif memang masih relatif baru. Tidak mengherankan jikalau pengertiannya belum didefinisikan dengan terang. Secara lazim dapat dikatakan bahwa ekonomi kreatif adalah tata cara aktivitas manusia yang berhubungan dengan kreasi, buatan, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa yang bernilai kultural, artistik, estetika, intelektual, dan emosional bagi para pelanggan di pasar.
John Howkins dalam The Creative Economy (2001) menemukan kedatangan gelombang ekonomi kreatif sesudah menyadari untuk pertama kalinya pada tahun 1996 karya hak cipta Amerika Serikat mempunyai nilai penjualan ekspor sebesar 60,18 miliar dolar (sekitar 600 triliun rupiah) yang jauh melebihi ekspor sektor lainnya mirip otomotif, pertanian, dan pesawat. Dia menganjurkan 15 kategori industri yang tergolong dalam ekonomi inovatif, yakni selaku berikut: periklanan, arsitektur, seni rupa, kerajinan atau kriya, desain, desain fesyen, film, musik, seni pertunjukan, penerbitan, riset dan pengembangan, piranti lunak, mainan dan permainan, TV dan Radio, dan permainan video. Nilai pasar ke-15 sektor industri inovatif sebesar US$ 2,2 triliun pada tahun 1999 global diperkirakan dengan perkiraan tingkat perkembangan lima persen per tahun akan berkembang dari US$ 2,2 triliun pada Januari 2000 menjadi US$ 6,1 triliun pada tahun 2020. Lima sektor peringkat teratas dalam pasar global ialah Riset dan Pengembangan (5,460 triliun rupiah), Penerbitan (5,060 triliun rupiah), Piranti Lunak (4,890 triliun rupiah), TV dan Radio (1,950 tiliun rupiah), dan Desain (1,400 triliun rupiah).
Apa perbedaan antara ekonomi kreatif dan industri inovatif?
Ekonomi inovatif terdiri dari kelompok luas profesional, khususnya mereka yang berada di dalam industri kreatif, yang memberikan dukungan kepada garis depan penemuan. Inteligen kreatif antara lain seniman, artis, pendidik, mahasiswa, insinyur, dan penulis. Mereka sering kali memiliki kesanggupan berpikir menyebar dan menerima acuan yang menghasilkan ide gres. Karena itu, ekonomi inovatif dapat dikatakan sebagai metode transaksi penawaran dan permintaan yang bersumber pada aktivitas ekonomi dari industri kreatif. Industri kreatif dalam Wikipedia didefinisikan selaku industri yang berfokus pada kreasi dan eksploitasi karya kepemilikan intelektual mirip seni rupa, film dan televisi, piranti lunak, permainan, atau desain fesyen, dan termasuk layanan kreatif antar perusahaan seperti iklan, penerbitan, dan rancangan. 
Pemerintah  Inggris lewat Kementrian Budaya, Media, dan Olahraga memperlihatkan lingkup industri inovatif selaku kegiatan yang bersumber dari kreativitas, keterampilan, dan bakat individu yang memiliki potensi mengembangkan kesejahteraan dan lapangan kerja lewat penciptaan dan komersialisasi kekayaan intelektual. 
Bidang usaha apa yang bergerak di ekonomi inovatif dan yang paling memperlihatkan kontribusi? 
Inggris memakai 13 sektor industri inovatif yang terdiri dari: periklanan, arsitektur, seni murni dan barang kuno, kerajinan, desain, fesyen, film dan video, hiburan interaktif dan permainan komputer, musik, seni pertunjukan, penerbitan, perangkat lunak dan animasi, dan televisi dan radio. Industri kreatif di Inggris menyumbang 7,9% produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2000 atau kira-kira 112,5 miliar pounsterling dan mengalami kemajuan sebesar 9% selama 1997-2000, jauh di atas perkembangan ekonomi total yang hanya 2,7%. Desain (2,8%) dari PDB, perangkat lunak (1,6%), penerbitan (0,9%), dan periklanan (0,7%) yakni empat bidang perjuangan industri kreatif yang terbesar. Industri kreatif menyerap lebih dari 1,5 juta pekerja atau 5% dari tenaga kerja nasional. Menurut data yang dirilis tahun 2003, industri kreatif menyumbang 8,2 persen penerimaan nasionalnya.
Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Perdagangan RI lebih erat dengan  pembagian terstruktur mengenai yang dipakai oleh Howkins (2001). Saat ini telah berhasil dipetakan 14  sektor industri inovatif antara lain: (1) periklanan, (2) arsitektur, (3) pasar seni dan  barang kuno, (4) kerajinan, (5) desain, (6) fesyen, (7) video, film, dan fotografi, (8) permainan interaktif, (9) musik, (10) seni pertunjukan, (11) penerbitan dan percetakan, (12) layanan komputer dan piranti lunak, (13) televisi dan radio, dan (14) riset dan  pengembangan. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan bahwa pemberian ekonomi inovatif sekitar 4,75% pada PDB 2006 (sekitar Rp 170 triliun rupiah) dan 7% dari total ekspor pada 2006. Pertumbuhan ekonomi inovatif meraih 7,3% pada 2006, atau lebih tinggi dari perkembangan ekonomi nasional sebesar 5,6%. Sektor ekonomi itu juga bisa menyerap sekitar 3,7 juta tenaga kerja setara 4,7%
total peresapan tenaga kerja baru. Kontributor tujuh paling besar ialah (1) fesyen  dengan donasi sebesar 29,85%, (2) Kerajinan dengan bantuan sebesar 18,38%, dan (3) periklanan dengan kontribusi sebesar 18,38%, (4) televisi dan radio, (5) arsitektur, (6) musik, dan (7) penerbitan dan percetakan.


Bagaimana persepsi wacana paradigma lulusan PT yang cenderung kepincut untuk bekerja di sektor formal dibandingkan dengan menyebarkan kewirausahaan dalam ekonomi kreatif?
Ekonomi inovatif memberikan citra terhadap kita ihwal suasana bisnis yang persaingannya paling kejam. Kelas inovatif di dalam industri ini tidak pernah berpuas diri dan selalu mencari jalan untuk berinovasi bila ingin terus bertumbuh. Kunci suksesnya antara lain kepiawaian dalam membaca kesempatan, kecepatan mendatangkan  produk dalam merebut potensi , ketelitian dalam memperhitungkan tingkat risiko  berikut dengan planning cadangan, kesanggupan berkolaborasi dengan pihak lain, dan siasat yang jitu dalam menghadapi persaingan. Tidak heran bahwa industri inovatif mempunyai ciri-ciri antara lain siklus hidup produknya yang semakin pendek dan tidak dapat diprediksi dengan akurat, kombinasi produk yang semakin banyak, bersifat musiman atau berdasarkan kejadian tertentu, produk yang gampang dibajak atau ditiru, dan tingkat kompetisi yang ketat.
Lulusan PT semestinya sudah disediakan semenjak berada di kursi kuliah untuk mengenal medan laga industri kreatif yang penuh dengan risiko tetapi dengan imbalan  yang luar biasa. Semangat kewirausahaan telah harus ditumbuhkan untuk mengenal dan menangkap peluang yang ada dan bukan di dikala para lulusan memasuki dunia kerja. Lulusan yang cendering bekerja di sektor formal bukan karena mereka tidak bisa menjadi pewirausaha namun mereka tidak mendapatkan peluang untuk berlatih dan berlaga di medan industri kreatif. Kita mengakui bahwa ekonomi inovatif di Bandung baru berlangsung secara alamiah, belum ada interfensi yang riil dari dunia perguruan tinggi tinggi. Kalau kewirausahaan mau ditumbuhkan proyek bisnis antar acara studi perlu dikembangkan di perguruan tinggi. Demikian juga dengan pekan raya atau pasar seni sudah mesti menjadi acara rutin di kampus untuk memberikan  kesempatan bagi akseptor ajar semoga berani mencoba berkiprah di dunia industri inovatif. 
Kontribusi pemerintah kepada pengembangan ekonomi inovatif Jabar?
Agus Gustiar yaitu kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat yang gencar melaksanakan kampanye pentingnya pemerintah daerah berbagi industri inovatif. Agus berani menyatakan bahwa Jabar siap menjadi proyek percontohan dalam berbagi industri kreatif nasional. Disperindag Jabar juga telah merangkul komunitas pembuat pakaian indie KICK untuk menggelar peristiwa tahunan KICK-Fest, memperlihatkan penghargaan kepada para penggagas industri inovatif, membuat agenda aktivitas tahunan industri kreatif di Bandung, dan menganjurkan perlunya ruang bagi eksperimen kawula muda di kota Bandung.
Ke depannya, Pemerintah Daerah diharapkan mampu melaksanakan pemetaan potensi jenis industri inovatif yang mampu dikembangkan dan menyusun program-acara yang lebih kongret misalnya susukan permodalan, insentif, ruang publik untuk berkreasi, ajang promosi, perijinan, prasarana teknologi gosip, derma terhadap inkubator industri kreatif, tunjangan terhadap pendidikan inovatif, sumbangan terhadap sentra rancangan dan training, dan statistik industri kreatif. Jadi tugas pemerintah masih penting selaku promotor, komunikator, stimulator, dan fasilitator pengembangan industri kreatif. Tetapi masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah utamanya dalam problem pemberdayaan, pendanaan, dan kerjasama.
Kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB Jabar?
Kami di Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB melaksanakan pemetaan cepat (rapid mapping) berdasarkan data yang dikelarkan oleh BPS (2007). Tidak semua sektor dapat dipetakan tetapi data yang kami oleh sudah bisa memperlihatkan indikasi pentingnya industri inovatif bagi perekonomian Jawa Barat. PDRB Jawa Barat pada
tahun 2005 meraih Rp 257.535 milyar (US$ 25.75 billion) ialah penyumbang  14-15 persen dari total PDB nasional. Pada tahun 2005 industri kreatif di Jawa Barat sudah menyerap tenaga kerja sekitar 2,54% dari jumlah total tenaga kerja atau sekitar 392.636 orang dan menyumbang 7,82% dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau sekitar Rp 20 triliun.

Persentase kemajuan ekonomi inovatif tahun 2007 dan asumsi kesempatanpertumbuhannya di tahun 2008?
Kita telah melihat bahwa perkembangan ekonomi inovatif nasional (sejumlah 14 sektor) mencapai 7,3% pada 2006, atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,6%. Sementara itu kemajuan industri inovatif di Jawa Barat (hanya empat sektor yang teridentifikasi) pada era waktu tahun 2004-2005 ialah sekitar 4,55%.
Tanpa intervensi pemerintah yang mencukupi ditambah dengan situasi harga BBM yang tidak menentu dan ekonomi global yang sedang stagnan, kami memperkirakan bahwa pertumbunan industri kreatif nasional untuk tahun 2007 dan 2008 masih  bertengger di sekeliling 7% dan Jawa Barat di sekeliling 4%.
Persentase tenaga kerja yang mampu diserap lewat sektor ekonomi kreatif ini?
Industri kreatif nasional bisa menyerap sekitar 3,7 juta tenaga kerja setara 4,7% total peresapan tenaga kerja baru pada tahun 2007. Pada tahun 2005 industri inovatif di Jawa Barat sudah menyerap tenaga kerja sekitar 2,54% dari jumlah total tenaga kerja atau sekitar 392.636 orang.
Dikatakan bahwa PT merupakan penyumbang jumlah pengangguran terbesar. Sebenarnya berapa persentase lulusan PT yang menganggur setiap tahunnya? Seberapa banyak kira-kira jumlah penggangguran yang dapat terserap lewat ekonomi inovatif ini?
Ada kecenderungan bahwa pengangguran terdidik terus meningkat sejak tahun 2003. Kontribusi PT setiap tahunnya sekitar 5-7% dari jumlah total penganggur. Angka Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) per Februari 2007 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan kenaikan jumlah penganggur dari kalangan lulusan perguruan tinggi tinggi. Jika pada Agustus 2006 penganggur dari golongan  terdidik ini sebanyak 673.628 orang atau 6,16 persen, setengah tahun lalu jumlah ini naik menjadi 740.206 atau 7,02 persen. Jumlah total penganggur keluaran institusi pendidikan tinggi berasal dari lulusan sarjana, diploma I, II, dan III. Jumlah sarjana yang menganggur yaitu sebanyak 409.890 orang. Jumlah lulusan diploma III yang belum mendapatkan pekerjaan sebanyak 179.231 orang serta diploma I dan diploma II yang menganggur berjumlah 151.085 orang. Kaprikornus pada bulan Februari 2007 jumlah total penganggur berjumlah 740.206 orang.
Kita perlu mencermati sejenak beberapa alasan peningkatan penganggur dari kelompok terdidik tersebut. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen  Pendidikan Nasional Fasli Jalal baru-baru ini menjelaskan salah satu penyebabnya yaitu jumlah lulusan yang telah terlalu berlimpah atau bosan untuk beberapa program studi khususnya untuk ilmu sosial, ekonomi, politik, dan aturan (Kompas, 6/2/2008). Dalam hal ini, pemerintah perlu mendorong acara industri padat karya untuk menolong penyerapan tenaga kerja lulusan PT. Sebab lainnya tidak terserapnya lulusan PT yakni kompetensi lulusan yang masih rendah atau tidak sesuai kebutuhan dunia kerja. Salah program yang perlu digulirkan adalah standarisasi mutu lulusan PT.
Di luar kedua alasan di atas, kita perlu melihat dari sisi lulusan itu sendiri yaitu rendahnya pilihan status pekerjaan para lulusan akademi tinggi untuk bekerja bagi diri sendiri. Hasil Sakernas semester pertama 2007 menunjukkan hanya satu dari empat lulusan akademi tinggi yang memilih pewirausaha. Sementara secara umum dikuasai lulusan ingin bekerja pada orang lain sebagai karyawan atau buruh pada perusahaan dengan mendapatkan upah atau honor berkala . Sudah menjadi perdebatan awam bahwa lulusan PT telah semestinya berani membuat lapangan kerja dan bukan memburu pekerjaan. Mengapa minat kewirausahaan begitu rendah? Jawabannya sudah kita pahami bareng ialah tidak dipersiapkannya para lulusan tersebut untuk mengenal seluk beluk perusahaan, tidak ada pengalaman berkolaborasi dengan orang lain mulai dari inisiasi proyek bisnis hingga dengan tamat, bagaimana memiliki masalah dengan pihak  bank, dan bagaimana memperhitungkan risiko bisnis. Kalau wawasan elementer berbisnis tidak dikuasai, bagaimana mungkin kita berharap mereka dapat menjadi berani atau berbudaya menjadi pewirausaha.
Kehadiran industri inovatif memberikan peluang bagi pengelola PT untuk memperlengkapi para mahasiswanya untuk dapat mau dan mampu berkompetisi sesuai dengan permintaan pasar. Program studi yang sudah mulai jenuh perlu ditinjau ulang dan pembenahan kurikulum perlu dilaksanakan supaya lebih sesuai dengan tuntutan pasar.
Proyek bersama buka usaha kreatif dari mahasiswa acara studi yang berbeda perlu diperkenalkan dan didorong agar terjadi secara alamiah karena adanya kebutuhan dan tanggung jawab dari diri mahasiswa untuk mampu mempersiapkan dirinya menghadapi kompetisi pasar yang lebih ketat.
Berapa besar lulusan PT mampu terserap oleh industri inovatif? Cukup susah untuk memperkirakannya mengingat belum adanya prosedur yang dikerjakan oleh PT dalam memperlengkapi lulusan mereka untuk menggeluti ke dunia industri inovatif. Secara nasional, industri inovatif menduduki peringkat ketujuh (7) dari sepuluh (10) lapangan  usaha utama, dengan rata-rata jumlah tenaga kerja selama periode waktu 2002-2006 sebanyak 3,7 juta (3,97%) dari total 93,3 juta tenaga kerja di Indonesia. Dari data statistisk, Ciputra memperkirakan bahwa Indonedata memiliki 400.000 wirausahawan atau 0,18% dari total penduduk. Dengan menyitir usulan sosiolog David  McClelland, dia menyampaikan sebuah negara mampu menjadima kmur bila mempunyai sekurang-kurangnya 2% wirausahawan dari jumlah penduduknya. Kalau cuma 2% saja dari penganggur terdidik atau 15,000 orang mampu menjadi pewirausaha kreatif, maka mereka mampu menawan sekitar 5-10 orang rekan-rekannya atau sekitar 105,000. Kaprikornus industri kreatif mampu menyerap sekitar 16% atau 120,000 orang penganggur dari kalangan terdidik. Suatu angka yang menarik dan segaligus menantang PT dan pemerintah untuk menyiapkan lulusan PT agar mau dan bisa berkarya di dunia industri inovatif.