PENDAHULUAN
Pendidikan terutama bertujuan untuk menolong siswa belajar lebih baik & memperoleh tatanan keahlian berpikir yg lebih tinggi yg dapat mereka gunakan dlm kehidupan sehari-hari. Sekolah selaku forum penyelenggara pendidikan hendaknya mampu merealisasikan pembelajaran yg berpusat pada siswa (student centered) sehingga pembelajaran tersebut menjadi berarti bagi siswa. Pembelajaran yg memiliki arti diharapkan dapat memajukan wawasan siswa & kesanggupan pemecahan masalahnya. Yang terpenting ialah siswa mampu menggunakan pengetahuan tersebut dlm menangani dilema sebenarnya pada kehidupan nyata. Untuk mewujudkan pembelajaran yg bermakna, pemilihan strategi pembelajaran yg betumpu pada versi pembelajaran menjadi syarat utama.
Terdapat aneka macam model pembelajaran yg baik untuk diterapkan dlm pembelajaran. Namun untuk suasana kontemporer tak cuma diperlukan model pembelajaran yg elok, melainkan yg terpenting ialah versi pembelajaran yg inovatif & kontekstual. Salah satu versi pembelajaran inovatif yg ada yakni Problem Based Learning (PBL). Menurut Marhaeni (2013), PBL ialah versi pembelajaran yg berlandaskan paham konstruktivis yg mengakomodasi keterlibatan akseptor didik dlm belajar & pemecahan masalah autentik. Inel & Balim (2010) pun memandang pembelajaran berbasis duduk perkara merupakan sistem yg cocok untuk pendekatan konstruktivis karena memungkinkan siswa untuk mengasosiasikan pengetahuan mereka sebelumnya dgn pengetahuan yg gres diperoleh saat melakukan pekerjaan dlm kalangan. Namun, apakah model Problem Based Learning ini sungguh-sungguh baik dengan-cara prinsip? Dan apakah konten dr model Problem Based Learning betul-betul dapat menunjang tercapainya tujuan dr versi itu sendiri? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dilaksanakan kajian & analisis guna mendapatkan pemahaman yg mendalam terkait model Problem Based Learning, yg lebih lanjut mampu menjadi teladan dlm penerapannya. Hal tersebutlah yg mendasari dilakukannya analisis kritis ihwal model Problem Based Learning & implementasinya.
KONTEN PROBLEM BASED LEARNING
Kajian Tentang Hakikat Problem Based Learning
Pembelajaran berbasis duduk perkara atau dlm ungkapan lain problem based learning menitikberatkan proses pembelajaran pada pemecahan persoalan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, kegiatan mencar ilmu difokuskan di seputaran dilema. Pengembangan model pembelajaran berbasis problem ini diawali dgn adanya fakta bahwa banyak peserta didik yg sehabis lulus dr pendidikannya kurang bisa menerapkan wawasan yg mereka dapatkan untuk menyelesaikan duduk perkara di kehidupan sehari-hari.
Problem based learning dikembangkan atas keyakinan bahwa, Sekolah mesti menjadi laboratorium untuk menyelesaikan problem hidup bantu-membantu (Jhon Dewey dlm Arends, 2004). Pandangan tersebut mengharapkan sebisa mungkin sekolah khususnya pengelola kelas mendatangkan suasana belajar lewat pemecahan problem yg erat kaitannya dgn lingkungan & kehidupan sehari-hari. Maka dr itulah Jhon Dewey turut mengikuti pengembangan model problem based learning, lantaran memandang model yg menimbulkan duduk perkara selaku pusat pembelajaran tersebut mampu memenuhi kehendak siswa untuk mengeksplor sendiri suasana yg berarti & dapat dikaitkan dengan-cara jelas dgn situasi nyata. Dengan demikian, keterlibatan siswa dengan-cara aktif dlm pembelajaran berbasis dilema ini tetap merupakan kaedah utama.
Model pembelajaran problem based learning mengakomodasi keterlibatan penerima didik dlm mencar ilmu & pemecahan masalah otentik. Maka dr itu, problem based learning dapat dikatakan sebagai jelmaan simpel dr perspektif konstruktivis. Konsep konstruktivis yg dikemukakan oleh Piaget (dalam Santrock, 2008), menyatakan bahwa belajar adalah proses keterlibatan dengan-cara aktif dlm proses mendapatkan informasi & mengkonstruksi pengetahuan. Anak dlm tahap pertumbuhan kognitif manapun diarahkan untuk terlibat dengan-cara aktif dlm pembelajaran guna mengakomodasi pengetahuan mulanya (denah) dgn wawasan baru yg ia peroleh melalui pengalaman belajarnya. Model problem based learning mengandung paham konstruktivis yg sangat kental, alasannya adalah dlm memperoleh berita & mengembangkan pemahaman tentang topik pembelajaran, siswa berguru bagaimana mengkonstruksi kerangka persoalan, mengorganisasikan & mengivestigasi dilema, menghimpun & menganalisis data, menyusun fakta & mengkonstruks argumentasi mengenai pemecahan persoalan, & bekerja dengan-cara individu atau berkolaborasi dlm pemecahan dilema (Marhaeni, 2013). Selama proses menuntaskan masalah sampai mendapatkan solusi tersebut, tak mampu dipunkiri akan terjadi interaksi didalamnya. Interaksi yg dibangun antar akseptor didik dlm kepentingan bertukar asumsi, pembagian tugas, ataupun memecahkan duduk perkara dengan-cara klasikal. Sementara interaksi dgn guru terjadi, alasannya dlm proses pemecahan dilema, guru mengalami kedekatan dgn siswa dlm proses teacher-assisted instruction. Guru masih perlu melakukan interaksi sosial yg efektif pada siswa sebagai pembimbing & negosiator yg ditampilkan dlm mendefinisikan & mengklarifikasi dilema. Hal tersebut menguatkan analisa bahwa dlm prosesnya, PBL pula menganut paham konstruktivis sosiokultural. Pandangan yg dikemukakan oleh Vigotsky (dalam Marhaeni, 2013) menyatakan bahwa, “berguru terjadi melalui interaksi sosial dgn guru & teman sebaya, dgn tantangan & pertolongan yg sempurna”. Muara dr proses pembelajaran berbasis duduk perkara yg berlandaskan paham konstruktivis ini tak terbatas pada bagaimana cara siswa memecahkan problem saja, tetapi pula bagaimana menggunakan pengetahuan tersebut dlm memecahkan masalah yg lebih kompleks dlm kehidupannya. Hal tersebut akan menjadi bekal yg baik bagi akseptor didik dlm memecahkan masalah bahu-membahu yg ada di kehidupan sehari-hari. Maka dr itulah, persoalan yg menjadi topik pembelajaran perlu ditransformasikan ke bentuk yg lebih kontekstual.
Problem based learning (pembelajaran berbasis problem) berhubungan erat dgn pembelajaran kontekstual. Marhaeni (2013), menyatakan pembelajaran kontekstual yg diketahui dgn perumpamaan Contextual Teacing and Learning adalah pembelajaran yg menghubungkan antara konten pelajaran dgn suasana kehidupan nyata, & mendorong didik mengaitkan antara wawasan & pengalaman di sekolah dgn kehidupannya. Tidak berlebihan bila dibilang bahwa, model ini sangat sesuai diterapkan pada anak usia sekolah dasar yg notabene berada pada tahap operasional konkret sebagaimana yg dikemukakan oleh Piaget. PBL merupakan model pembelajaran yg kontekstual, alasannya adalah kararkteristik masalah yg dipakai bersifat autentik (asli/bekerjsama) & berbasis pada masalah lingkungan selaku pijakannya (Arends, 2004). Misalkan saja, dlm pembelajaran operasi hitung luas bangkit datar. Masalah yg dihadirkan mesti nyata, dlm artian erat dgn lingkungan hidup si penerima didik. Guru mampu mempergunakan ruangan kelas sebagai fasilitas , dgn mendatangkan problem “berapa luas karpet yg diperlukan untuk menutupi seluruh lantai ruanga kelas ini, sementara diatasnya terdapat 8 meja & 1 almari?”.
Pada hakikatnya problem based learning (pembelajaran berbasis duduk perkara) dimaksudkan untuk menolong peserta didik dlm memperoleh wawasan & memakai wawasan tersebut dlm memecahkan masalah dlm kehidupan sehari-hari. Secara prisip PBL baik dikembangkan & dipraktekkan, karena versi ini dilandasi beberapa teori belajar, paham kosntruktivis, & pendekatan kontekstual. Diharapkan PBL ini akan mampu memiliki dampak positif pada peserta didik sebagaimana yg diinginkan oleh versi itu sendiri.
Definisi Konseptual
Menurut Paul Eggen & Don Kauchak (2012), problem based learning merupakan versi satu model pengajaran yg memakai persoalan selaku fokus untuk mengembangkan kemampuan pemecahan persoalan, materi (konten), & pengendalian diri. Sedangkan, Barrows & Tamblyn (dalam Masek & Yamin, 2011), menyebutkan PBL merupakan pendekatan pembelajaran yg memotivasi, menantang, & menyenangkan yg dihasilkan dr proses bekerja menuju pemahaman atau penyelesaian problem. Definisi lainnya datang dr Marhaeni (2013) yg menyatakan bahwa PBL adalah model pembelajaran yg berlandaskan paham konstruktivis yg mengakomodasi keterlibatan akseptor didik dlm berguru & pemecahan problem autentik. Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa problem based learning merupakan model pembelajaran yg berpusat pada pemecahan problem dlm memperoleh sebuah pemahaman.
Karakteristik problem based learing menurut Paul Eggen & Don Kauchak (2012) yakni, (1) pelajaran berfokus pada pemecahan problem, (2) tanggungjawab untuk memecahkan duduk perkara ada pada siswa, (3) guru mendukung proses dikala siswa menjalankan duduk perkara. Esensi dr problem based learning ialah menawarkan siswa problem nyata/bergotong-royong & mempunyai arti yg mampu dijadikan sebagai kerikil loncatan untuk proses investigasi & inovasi. Maka dr itu keadaan mencar ilmu yg terjadi dicirikan dgn suasana keterbukaan, keterlibatan aktif siswa, & suasana keleluasaan berpikir (Arends, 2004). Dapat dianalisa bahwa, konsep pembelajaran problem based learning yakni berpusat pada pemecahan masalah & melibatkan siswa dengan-cara aktif dlm proses pemecahan dilema lewat cara berpikir yg bebas & terbuka menuju pada sebuah penyelesaian atau penemuan. Sementara peran guru yaitu sebagai fasilitator & penunjang proses berguru. Proses dlm PBL secara teoritis mendukung pengembangan berpikir kritis siswa sesuai dgn rancangan yg diterapkan (Masek & Yamin, 2011). PBL juga menawarkan kesempatan pada siswa untuk memajukan pengetahuannya melalui berguru interaksi. Inel & Balim (2010) dlm hasil penelitiannya memaparkan, bahwa dlm proses pemecahan problem ini, siswa memperoleh peluang untuk mendiskusikan pengetahuan mereka dlm lingkungan/kelompok berguru & menebus kekurangan dlm wawasan mereka yg sudah ada melalui pertukaran berita dlm lingkungan/kalangan.
Perencanaan Prroblem Based Learning
Demi merencanakan penerapan model problem based learning supaya efektif perlu diperhatikan penyusunan rencana selaku berikut (Arends, 2004);
1) Menentukan tujuan & target. Sangatlah penting untuk memilih tujuan & target dgn jelas sehingga dapat dikomunikasikan dgn baik & jelas pada siswa.
2) Merancang suasana problem yg tepat. Masalah yg baik mesti otentik, membingungkan, menawarkan ruang untuk bermitra, & memiliki arti untuk siswa.
3) Mengorganisasi sumber & penyusunan rencana logistik. Ini berkaitan dgn sumber, alat, & fasilitas berguru yg dipakai siswa dlm memecahkan masalah.
Penerapan Prroblem Based Learning
Arends (2004) menyebutkan terdapat 5 fase dlm sintaks/langkah-langkah problem based learning (pembelajaran berbasis masalah);
Fase 1 : Mengarahkan siswa pada permasalahan. Guru menentukan target pembelajaran, menjelaskan perlengkapan utama, mengarahkan & memotivavi siswa untuk mellibatkan diri dlm acara penyelesaian masalah.
Fase 2 : Mengorganisasikan siswa untuk berguru. Guru menolong siswa memilih & mengorganisir peran belajar yg berafiliasi dgn dilema.
Fase 3 : Ivestigasi mandiri & kalangan. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan data, melaksanakan eksperimen, & mencari penjelasan & penyelesaian dengan-cara mampu berdiri diatas kaki sendiri & golongan.
Fase 4 : Mengembangkan & mempresentasikan karya. Guru membantu siswa dlm merencanakan & menyiapkan hasil kerja mirip laporan, video, & contoh, & menolong mereka mengembangkan pekerjaan dgn yg lain.
Fase 5 : Analisis & evaluasi proses pemecahan problem. Guru menolong siswa untuk merefleksi hasil investigasinya & proses yg mereka gunakan. Fase final dr PBL terdapat acara yg bertujuan untuk menolong siswa mengevaluasi & mengevaluasi proses pemikiran mereka mirip pemeriksaan & kesanggupan intelektual yg mereka gunakan.
IMPLEMENTASI PROBLEM BASED LEARNING
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
Sekolah : Sekolah Dasar N 5 Bungkulan
Mata Pelajaran : IPA
Kelas/Semester : V/II
Alokasi Waktu : 2 x 35 menit
A. Standar Kompetensi
1. Menerapkan sifat-sifat cahaya lewat sebuah kegiatan atau model
B. Kompetensi Dasar
1.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya
C. Indikator
1. Siswa mampu menyebutkan sifat-sifat cahaya
2. Siswa dapat menyebutkan contoh-contoh kejadian dr sifat-sifat cahaya
D. Tujuan Pembelajaran
1. Melalui diskusi & penyelesaian persoalan, siswa dapat menyebutkan sifat-sifat cahaya
2. Melalui kegiatan percobaan, siswa dapat menyebutkan contoh-contoh insiden sifat-sifat cahaya
E. Karakter siswa yg diinginkan
Disiplin, rasa hormat, perhatian, tekun, jujur, berani & tanggungjawab.
F. Materi Pokok
Sifat-sifat cahaya terdiri atas:
1) Merambat lurus. Contoh : cahaya yg merambat lewat celah kecil
2) Dapat dibiaskan. Contoh : bayangan pensil yg dimasukkan dlm air
3) Dapat dipantulkan. Contoh : cahaya yg diarahkan ke cermin
4) Dapat menembus benda bening. Contoh : cahaya yg diarahkan pada gelas beling
5) Dapat diuraikan : Contoh : pelangi / gelembun sabun
G. Metode Pembelajaran
Penugasan, problem solving, tanya jawab, & diskusi
H. Kegiatan Pembelajaran
1. Kegiatan awal
a. Guru menunjukkan salam pembuka.
b. Guru mengkoordinasikan kelas & berdoa.
c. Guru mengabsen siswa
d. Apersepsi.
e. Guru memberikan tujuan pembelajaran yg akan dicapai.
2. Kegiatan inti
a. Eksplorasi
1. Siswa curah pendapat ihwal peristiwa yg berhubungan dgn cahaya dlm kehidupan sehari-hari
2. Siswa membaca bahan wacana cahaya pada buku sumber
3. Guru mengarahkan siswa untuk membentuk kelompok yg terdiri dr 3-4 orang siswa.
b. Elaborasi
1. Siswa menerima Lomba Kompetensi Siswa & media pembelajaran dr guru
2. Guru mengarahkan perhatian siswa untuk mengidentifikasi persoalan yg ada pada Lomba Kompetensi Siswa & menerangkan aturan tugasnya
3. Siswa mendiskusikan duduk perkara yg ada pada Lomba Kompetensi Siswa bersama kelompoknya & merencanakan strategi yg akan dikerjakan dlm pemecahan persoalan
4. Siswa melaksanakan percobaan dgn memanipulasi media pembelajaran benda-benda disekitarnya
5. Siswa melaksanakan observasi & mencatat hasil percobaannya
6. Siswa berdiskusi menyusun laporan pada LKS berdasarkan hasil percobaannya
7. Siswa menyampaikan laporan yg memuat temuan-temuannya dlm percobaan di depan kelas
c. Konfirmasi
1. Guru menunjukkan peluang pada siswa lain untuk menyikapi hasil pekerjaan siswa penyaji.
2. Guru memberikan penguatan positif sesuai dgn hasil penghidangan siswa penyaji di depan kelas.
3. Guru meluruskan/memberi komentar perbaikan sesuai dgn hasil percobaan & diskusi yg terjadi
4. Guru memfasilitasi siswa untuk merefleksi & merevisi pekerjaannya yg masih keliruuntuk mendapatkan suatu konsep yg benar.
4. Kegiatan Penutup
1. Guru bersama siswa menciptakan simpulan kepada materi yg telah dipelajari.
2. Guru melakukan penilaian & refleksi terhadap hasil materi yg didiskusikan.
3. Guru bersama siswa menawarkan umpan balik terhadap proses & hasil pembelajaran.
4. Guru mengakhiri pembelajaran & memberikan planning pembelajaran pada konferensi selanjutnya.
I. Alat/Bahan Dan Sumber Belajar
Media : Cahaya Matahari/Senter, Gelas Kaca, Cermin, Air, Papan berlubang
Sumber : Buku Paket IPA Kelas V
J. Penilaian
Aspek & Asessmen
a. Kognitif (Tes Objektif)
b. Afektif (Kinerja)
c. Psikomotor (Kinerja)
LEMBAR KERJA SISWA
Nama :
Kelas :
Tugas
Terdapat beberapa benda yg telah ananda peroleh bersama kelompokmu.
Bagaimanakah sifat-sifat cahaya di sekitarmu?
Lakukanlah percobaan dgn mengarahkan cahaya ke benda/alat yg sudah ditawarkan & benda-benda disekitarmu! Diskusikan bareng kelompok kemudian tuliskan hasil pengamatanmu pada tabel dibawah ini!
BENDA/ALAT
|
Papan Berlubang
|
Pensil dlm Air
|
Gelas Kaca
|
Cermin Datar
|
Gelas berisi air
|
Benda Lain*
……………
|
Temuan/Hasil
Pengamatan
|
Kesimpulan :
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
KESIMPULAN
Pembelajaran berbasis problem (problem based learning) merupakan model pembelajaran yg berpusat pada pemecahan persoalan dlm memperoleh sebuah pemahaman. Pembelajaran ini dikembangkan dgn tujuan untuk memajukan wawasan peserta didik & bagaimana dapat memakai wawasan tersebut untuk memecahkan permasalahan sehari-hari. Akses pada bahan pelajaran diperoleh lewat pemecahan masalah. Masalah yg diberikan harus bersifat kontekstual selaku watu loncatan menuju belajar mempunyai arti melalui proses pemeriksaan & inovasi. Dalam prosesnya siswa dilibatkan dengan-cara aktif mulai dr mengidentifikasi problem, menginvestigasi, menghimpun data, menawan kesimpulan, hingga mengevaluasi proses & hasil kerja.