Alasan Penangkapan 7 Nelayan Malaysia Dan 3 Petugas Kkp Indonesia

Perikanan menyediakan sumber masakan penting, pekerjaan, pendapatan dan wisata bagi orang-orang di seluruh dunia. Jutaan orang tergantung ikan untuk mata pencaharian mereka. Jika ada yang mau cukup ikan untuk generasi sekarang dan periode depan, siapa saja yang terlibat dalam penangkapan ikan mesti membantu melestarikan dan mengorganisir dunia perikanan.

Dengan situasi ini dimengerti, lebih dari 17O Anggota dari Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) hal ini dituangkan dalam Dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) 1995 yang secara biasa , prinsip pengolahan perikanan mencakup empat hal, yakni Prinsip kehati-hatian, prinsip tanggungjawab, dan prinsip keberlanjutan. CCRF ini ditujukan untuk siapa pun dalam melakukan pekerjaan , dan terlibat dengan, perikanan.

Meskipun sudah banyak negara yang mengaadopsi CCRF, tidak semua aktivitas memancing sedang dilaksanakan dalam bertanggung jawab. Beberapa nelayan tidak menghormati aturan, termasuk hukum-aturan yang didapatkan di dalam CCRF dan instrumen internasional yang lain. Misalnya, beberapa nelayan tidak menghormati aturan ihwal alat-alat penangkap ikan dan nelayan daerah, dan pelanggaran kawasan penangkapan ikan.

Insiden penangkapan 7 nelayan Malaysia oleh petugas KKP Indonesia yang dibarengi dengan penangkapan 3 petugas KKP Indonesia oleh Marine Police Malaysia (MPM). di perairan Tanjung Berakit, Kepri merupakan pelanggaran dari CCRF dan hal yang ini kembali membuat tampang Indonesia torcoreng di mata internasional dan moncereng hari kemerdekaan Indonesia. Banyak pertnyaan yang muncuk dari kejadian ini adalah apa alasan penahanan 7 nelayan malaysia, dan apa alasan penahanan 3 petugas KKP Indonesia.

Alasan Penahanan 7 Nelayan Malaysia Oleh Petugas KKP Indonesia

Politik aturan perikanan Indonesia dikala ini sudah menganut kepercayaan “milik terbatas” yang tidak lagi bersifat bebas dan terbuka, untuk sekolompok pemakai atau kandidat pemakai. Kelompok itu terdiri atas, para nelayan dari negara manapun dalam wilayah bahari bebas, atau para nelayan dalam suatu negara dalam daerah ZEE-nya, atau nelayan dari setiap masyarakat tertentu. Hal ini dipertegas dalam Pasal 29 ayat UU No. 31 tahun 2004 perihal Perikanan, yang menegaskan bahwa perjuangan perikanan di Indonesia hanya boleh dilakukan oleh warga negara Indonesia atau badan aturan Indonesia. Tetapi dalam ayat (2) ada pengecualian diberikan terhadap orang atau tubuh hukum ajaib di daerah perikanan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia) menurut persetujuan internasional yang berlaku, meliputi didalamnya kesepakatanyang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara bendera kapal, yang tertuang dalam pasal 30 UU No. 31 Tahun 2004 tentag Perikanan.

  Kehidupan Budaya, Agama Moralitas Dayak - Melayu - Batak Kepada Pendidikan Lokal, Pontianak

Berdasarkan hukum ini tentunya nelayan ajaib dan badan aturan aneh tidak mampu seenaknya melaksanakan perjuangan perikanan di daerah pengelolaan perikanan Indonesia. Proses ini membutuhkan kesepakatanantar negara dan diperlukannya Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI).

Insiden di Perairan Berakit, bermula dari berita penduduk pada Jumat, 13 Agustus 2010 sekitar pukul 10.30 WIB, yang memperlihatkan informasi bahwa ada kapal ikan aneh berbendera Malaysia melakukan penangkapan ikan di sekeliling perairan Berakit. Tindak lanjut dari laporan itu sekitar Pukul 14.00 WIB, Kapal Dolphin 015 diawaki tiga anggota Satker DKP Tanjung Balai Karimun berangkat menuju ke Batam. Pada pukul 19.00, Kapal Dolphin 015 bergerak ke lokasi sasaran. Di sana, mereka memergoki kapal ikan ajaib berbendera Malaysia sedang menangkap ikan di kawasan Perairan Indonesia. Kapal itu lalu digiring ke Batam, pada dikala pinggirangan tiga petugas menemani naik di atas kapal tersebut.

Alasan penahanan 7 nelayan Malaysia dengan 5 kapal ikannya menurut aturan perikanan yang berlaku di Indonesia jelaslah merupkan tindakan illegal alasannya adalah dalam Pasal 27 UU No. 45tahun 2009 ihwal Perubahan UU Perikanan, ketujuh nelayan Malaysia tidak dapat menujukkan SIPI dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia, Bagi KKP, acuan yang digunakan dalam operasi pengawasan perikanan yakni penetapan WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) menurut Permen no 12 tahun 2009 dan lokasi tersebut diyakini masih dalam WPP Indonesia. Wilayah yang dimaksudkan dalam hal ini yaitu daerah ZEEI, yang ialah daerah jalur di luar dan berbatasan dengan maritim teritorial Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku wacana perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut yang diukur dari garis pangkal laut teritorial Indonesia.

  Cara Memilih Topik Skripsi Khusus Aturan Perdata

Jelaslah bahwa tindakan yang dilaksanakan oleh petugas KKP dalam proses investigasi di kapal mereka sesuai dengan SOP (standard operasi mekanisme) Penyidikan Perikanan. Jadi jelaslah tidak ada yang salah dalam penahanan 7 nelayan Malaysia demi penegakan aturan di Indonesia.

Alasan Penahanan 3 Petugas KKP Indonesia Oleh Marine Police Malaysia (MPM)

Kronologis penahanan 3 petugas KKP oleh Marine Police Malaysia (MPM) terjadi Pukul 22.00 WIB, dalam perjalanan iring-iringan kapal menuju pangkalan terdekat tiba-tiba kapal patroli Marine Police Malaysia menghadang. Polisi Malaysia memerintahkan anggota KKP yang ada di Kapal Dolphin 015 untuk naik keatas Kapal mereka. Terjadi argumen antara petugas pengawas dan Captain Kapal Patroli Malaysia dimana Pengawas Perikanan menjelaskan bahwa mereka akan diproses aturan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, hasilnya untuk menghindari peristiwa yang tidak diharapkan kedua Speed Boat meninggalkan lokasi dan bersama-sama dengan itu Kapal Patroli Malaysia menggiring ke lima kapal ikan Malaysia ke Johor Baru dengan 3 (tiga) orang Pengawas Perikanan ada di atas kapal tersebut.

Menindaklanjuti peristiwa ini pemerintah Indonesia lalu mengeluarkan Nota Diplomatik untuk memprotes Malaysia sebab sudah melanggar daerah perbatasan serta menangkap tiga petugas KKP.Nota diplomatik tersebut dilayangkan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) terhadap Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta. Menurut Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, nota diplomatik ini berisi protes kepada tindakan Polisi Diraja Malaysia yang telah melanggar kedaulatan Indonesia dengan memasuki perairan Indonesia tanpa izin.

Selanjutnya, pada Selasa 17 Agustus 2010, dijalankan deportasi kepada 3 petugas KKP dan pemulangan 7 nelayan Malaysia. Hal ini telah sangat jelas ialah preseden buruk, karena dianggap ada saling menukar “sandera”.

Alasan penahanan yang dikerjakan oleh Marine Police Malaysia memakai argumentasi aturan yang tidak umum dan tidak logis karena mereka ditahan atas penangkapan 7 nelayan Malaysia di kawasan perairan Indonesia. Tentunya hal ini telah mencoreng kedaulatan wilayah Indonesia

  Percobaan (Poging) Dalam Hukum Pidana

Banyak kelompok yang menggap bahwa sebetulnya hal ini terjadi karena belum jelasnya kawasan perbatasan antara Indonesia-Malaysia di kawasan tersebut. Namun yang terjadi Pemerintah Indonesia terkesan panik menidaklanjuti kejadian ini. Mengapa pemerintah tidak melanjutkan saja kasus 7 nelayan yang melaksanakan illegal fashing, dan biarkan saja ketiga petugas KKP diproses sesuai hukum di Malaysia karena dianggap melanggar kedaulatan Malaysia, tetapi tentunya pemerintah Indonesia melaksanakan upaya diplomasi kepada 3 petugas KKP yang ditahan sebab dianggap oleh pemerintah Indonesia sudah melaksanakan tugas sesuai hukum yang berlaku. Hal ini tentunya demi menjaga kewibawaan Indonesia di mata internasional, bahwa kita yakni negara kepulauan yang sudah merdeka di daerah sendiri.

 

S. Maronie

22 August 2010

06.30 pm

@Black Canyon Cafe Mari