“Aku Masuk Islam Karena Tuhannya tak Kelihatan”

Selama 36 tahun ia menjadi seorang penginjil. Lahir dgn nama Hanny Kristianto. Sejak kecil ia dididik di Yayasan Marturia Indonesia, suatu yayasan Kristen interdenominasi & nonprofit yg mempunyai visi untuk melayani Indonesia dlm bidang pekabaran Alkitab & pelatihan rohani.

“Artinya saya itu ‘mujahidinnya’ mereka,” kata Hanny pada suatu kesempatan saat berbincang dgn pemimpin Majelis Zikir Azzikra Ustaz Airifin Ilham.

Sejak kecil ia mengaku telah siap mati memikul salib membela yg ia yakini tatkala itu. Untuk membela agama yg ia yakini, ia pernah menjual rumah, pabrik, motor untuk kepentingan jemaat.

Pria berwajah tionghoa itu mengaku bahwa dirinya dulu sangat tidak suka agama Islam. Karena berdasarkan keyakinannya orang-orang Islam itu tak benar. Sampai suatu hari ia mendengar khutbah seorang ustaz di Kalimantan, tepatnya di Samarinda. Rumah Hanny sendiri tak jauh dr masjid.

“Sesungguhnya Yahudi & Nasrani itu masuk surga cuma angan-angan. Tunjukkan buktinya kalau mereka orang yg benar. Dan bahu-membahu Allah itu Maha Penerima Ampun, Maha Penerima Taubat. Ada seorang cowok Islam jikalau bicara, bicaranya zikir, jalannya jalan dakwah. Nama perjaka itu adalah Arifin Ilham,” kata sang ustaz dlm khutbah, ditirukan oleh Hanny.

Sejak saat itu ia tidak suka yg namanya (Ustaz) Arifin Ilham. “Ustaz (Arifin) ini tukang bohong. Mana ada orang kayak gitu,” batin Hanny kala itu.

Bergulirnya waktu ia makin mencari tahu Islam & menetapkan untuk masuk Islam, meninggalkan agama lamanya. Yang tadinya tak suka dgn Ustaz Arifin malah suka.

Ia masuk Islam alasannya adalah sejumlah alasannya. Yang pertama, ia berpandangan bahwa Islam satu-satunya agama yg Tuhannya tak kelihatan. “Secara garis besar, hanya Islam agama di dunia, satu-satunya agama yg Tuhannya tak kelihatan. Sementara agama lain ada bentuk rupanya, ada fotonya, ada patungnya. Islam, Tuhannya ialah Dzat yg tak kita tahu. Karena kita yakni ciptaan yg sarat noda & fana ini, bisa menyaksikan. Mustahil,” kata beliau.

  Hamzah, Singa Allah dan Rasul-Nya (Bagian 3)

Yang kedua, tutur ia, cuma Islam agama yg mengatur ibadah lima kali sehari sempurna waktu. Tak ada agama yg sistemnya mirip itu. Lima kali sehari diingatkan bagaimana berjamaah, bagaimana bersatu, bagaimana tak ada perbedaan dlm satu baris. “Nggak pernah saya sholat lalu ‘hai ananda china, shafnya belakang’, ‘hai ananda yg berilmu shafnya belakang’. Beda dgn agama lain. Saya tak menyebut agama yg lain itu yg mana. Karena saya tak mau dianggap menista (agama). Tapi faktanya mari kita lihat buktinya. Yang kaya di depan, yg pejabat di depan, yg orang penting di depan, yg nggak pakai sepatu & yg nggak pakai sendal jangan masuk, yg bajunya gembel jangan masuk,” kata dia.

Di Islam tak peduli apa suku Anda, apa ras Anda, seberapa pintarnya Anda. Rukuknya sama, sujudnya sama, nggak ada bedanya. Bedanya cuma satu yaitu takwa. Dan orang bertakwa nggak bilang ‘saya bertakwa’. Hanya Allah yg tahu. Indah sekali dlm Islam ajarannya. Kita diajari lima kali sehari untuk wudhu. Buat orang mungkin wudhu untuk menghilangkan hadats kecil. “Buat saya, setiap kali wudhu tangan saya dibersihin dulu. Mungkin tangan saya tadi dipakai untuk dosa, mungkin tadi mencubit orang. Mulut disuruh kumur supaya tak bermaksiat. Hidung dimasukin air supaya ingat bahwa kita bisa berhenti bernapas setiap saat. Muka disuruh wudhu supaya murah senyum & seterusnya. Kaki semoga jalan ke jalan yg lurus,” ujar penggerak Mualaf Center itu.

Akhirnya ia memilih Islam & yg niscaya ia tak pernah menyaksikan satu orang Islam pun, yg menangis meraung-raung, yg mengeluh, yg putus asa akan hidupnya. “Saya tak pernah melihat ustaz yg memperkaya dirinya sendiri,” katanya.

  Inilah Kedudukan Ali di Sisi Rasulullah (Bagian 2)

“Hanya orang Islam yg hafal kitab sucinya, agama lain tak ada yg hafal. Jika kitab suci agama di dunia dimusnahkan, cuma agama Islam yg akan tetap ada alasannya banyak yg menghafalkannya,” tutur Hanny, menambahkan. [@paramuda/Wargamasyarakat]