KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang sudah memperlihatkan jalan, kekuatan, serta petujuk-Nya sehingga makalah perihal “ Af’al Al-Nasikh “ ini dapat diselesaikan.
Terwujudnya makalah ini tidak terlepas dari perlindungan dan tunjangan narasumber. Disadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan adanya nasehat dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan makalah dimasa yang hendak datang.
Akhir kata, supaya Allah SWT. Selalu melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya terhadap kita serta supaya makalah ini mampu berguna bagi pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama ini kita mengenali bagaimana cara setiap fi’il masuk kepada kalimat lain, fi’il umumatau fi’il yang mengandung kata perbuatan membutuhkan beberapa perumpamaan kalimat untuk menyempurnakan kalimat tersebut, mirip adanya fa’il dan maf’ul, atau sekedar fail saja.
Berbeda dengan fi’il-fi’il nasikh, fi’il-fi’il ini yakni kalimat yang tidak mengandung arti pekerjaan, melainkan hanya berupa keterangan waktu dan kondisi tertentu, dan fi’il-fi’il ini cuma masuk kepada kalimat yang terdiri dari mubtada’ dan kobar, sehingga pada fi’il-fi’il nasikh ini tidak mendapatkan fail, melainkan mubtada’ (isimnya) dan kobar.
Maka pada kali ini, penulis ingin menuliskan beberapa hal yang berkaitan dengan fi’il-fi’il nasikh dan beberapa ketentuan yang berhubungan dengannya.
B. Rumusan dan Batasan Masalah
1. Rumusan Masalah
a. Apa pemahaman dan macam-macam fi’il nasikh
b. Bagaimana operasional atau bentuk kata fi’il nasikh
2. Batasan Masalah
a. Macam-macam Af’al Annasikhah
b. Operasional Af’al Annasikhah
BAB II
PEMBHASAN
MENGETAHUI DAN MEMAHAMI AF’AL AL-NASIKHAH
A. Pengertian dan Macam-macam Af’al Al-Nasikh
Af’al Al-Nasikh yaitu fiil-fiil Nasikh (nawasikh) atau fiil Naqish, karena fiil-fiil tersebut tidak memiliki fa’il (subyek), alasannya fiil ini menerangkan waktu dan kondisi suatu benda dan tidak menunjukkan perbuatan yang membutuhkan subyek.
Nasikh yaitu komponen yang dapat mengganti fungsi kata pada jumlah bahasa Arab. Unsur ini mampu berupa fi’il atau isim. Maksud fi’il nâsikh adalah Kana wa akhwatuha sedangkan Isim nasikh berupa Inna wa akhwatuha.
Dalam pelajaran ilmu alat (nahu-shorof), fi’il nasikh ini adalah fi’il Kana dan saudara-saudaranya, Kana dan kerabat-saudaranya merupakan suatu fi’il, dimana ketika beliau masuk pada jumlah ismiyyah akan menjadikan marfunya mubtada dan disebut selaku Isim Kana, serta manshubnya khobar yang dinamakan Khobar Kana.[1]
Contoh:
كان زيد قائمًا (كان فعل ماضي ناقص, زيد : اسم كان مرفوع بالضمة، وقائما: خبر كان منصوب بالفتحة).
Kana mempunyai 3 arti yang berlainan-beda, sesuai dengan konteks yang dikehendaki, ialah:
1. Bisa memiliki arti terus menerus (istimror)
Contoh :
Contoh :
وَ كَانَ اللهُ غَفُورًا رَحِيْمًا
Artinya : Allah senantiasa dzat yang maha pengampun lagi maha pengasih
2. Bisa mempunyai arti menjadi
Contoh :
كَانَ وَجْهُهُ مُسْوَدَّةً
Artinya parasnya (para orang musyrik) menjadi suram
3. Bisa memiliki arti madhi (dulu)
Contoh :
Contoh :
كَانَ عَلِيٌّ مُجْتَهِدًا
Artinya : Ali dahulunya adalah seorang mujtahid.
Di antara saudara-kerabat kana yang mempunyai amal yang serupa dengan kana ialah:
1. Sebagai Fungsi Waktu
– أَصْبَحَ (ashbaha = waktu subuh
– أَضْحَى (adhha = waktu dhuha
– ضَلَّ (dholla) = waktu siang
– أَمْسَى (amsa) = waktu sore
– بَاتَ (baata) = waktu malam
2. Sebagai Fungsi untuk Meniadakan
– لَيْسَ (laisa) = bukan/tidak
Contoh :
لَيْسَ النَّجَاحُ سَهْلاً
Kesuksesan itu tidaklah gampang
3. Sebagai Fungsi Perubahan
–صَارَ (shooro) = menjadi
Contoh :
صَارَ مُحَمَّدٌ شَابًّا
Muhammad sudah menjadi seorang pemuda
4. Sebagai fungsi terus menerus
– مَابَرِحَ (maabariha) = senantiasa
– مَانْفَكَّ (manfakka) = selalu
– مَافَتِئَ (maafati`a) = selalu
– مَافَتِئَ (maafati`a) = selalu
– مَازَالَ (maazaala) = selalu
Contoh :
Contoh :
مَازَالَ الْسَارِقُ مُكَدِّرًا
Pencuri itu selalu membuat resah
5. Sebagai fungsi jeda waktu
– مَادَامَ (maadama) = selama
Contoh :
لاَ تَخْرُجْ مَادَامَ الْيَوْمُ مُمْطِرًا
Jangan keluar selama hari masih hujan
Secara sederhana mampu ditarik kesimpulan selaku berikut:
يَكُوْنُ الرَّجُلُ كَرِيْماً
|
كَانَ الرَّجُلُ كَرِيْماً
|
الرَّجُلُ كَرِيْمٌ
|
يَصِيْرُ الطُلاَّبُ مُجْتَهِدِيْنَ
|
صَارَ الطُلاَّبُ مُجْتَهِدِيْنَ
|
الطُلاَّبُ مُجْتَهِدُوْنَ
|
لَيْسَتْ الطَّالِبَةُ نَشِيْطَةً
|
لَيْسَتْ الطَّالِبَةُ نَشِيْطَةً
|
الطَّالِبَةُ نَشِيْطَةٌ
|
تُصْبِحُ التِّلْمِيْذَاتُ مُجِدَّاتٍ
|
أَصْبَحَتْ التِّلْمِيْذَاتُ مُجِدَّاتٍ
|
التِّلْمِيْذَاتُ مُجِدَّاتٌ
|
يَظَلُّ الْخَادِمَانِ مُطِيْعَيْنِ
|
ظَلَّ الْخَادِمَانِ مُطِيْعَيْنِ
|
الْخَادِمَانِ مُطِيْعَانِ
|
لاَتَزَالُ اَلْمَدْرَسَةُ مَفْتُوْحَةً
|
مَازَالَتْ اَلْمَدْرَسَةُ مَفْتُوْحَةً
|
اَلْمَدْرَسَةُ مَفْتُوْحَةٌ
|
أَسْتَرِيْحُ مَادَامَ اَلْمَطَرُ نَازِلاً
|
أَسْتَرِيْحُ مَادَامَ اَلْمَطَرُ نَازِلاً
|
اَلْمَطَرُ نَازِلٌ
|
يَكُوْنُ الْمُدَرِّسُ يَشْرَحُ
|
كَانَ الْمُدَرِّسُ يَشْرَحُ
|
اَلْمُدَرِّسُ يَشْرَحُ
|
B. Operasional Af’al Al-Nasikh
Kana dan kerabat-saudaranya berfungsi sebagai pengubah bentuk i’rab pada mubtada’ dan khabar, yakni untuk merofa’kan mubtada’ yang bermetamorfosis Sim kana dan kerabat-saudaranya, dan menashabkan khabar yang sebelumnya yaitu rofa’, seperti pada acuan di atas.
Kana dan kerabat-saudaranya disebut dengan fi’il naqish, juga disebut selaku fi’il nasikh, dalam hal ini mempunyai beberapa ketentuan, Pertama, Fi’il nasikh yang berupa Kana wa akhwatuha yang berperilaku atas jumlah ismiyyah (mubtada’ kobar yaitu jumlah ismiyah) ialah fi’il naqish, Pertama, fungsi mubtada` yang ber-nawasikh tidak termasuk kata yang wajib di permulaan kalimat, alasannya adalah mubtada’ biasanya berada di permulaan kalimat, maka sebab masuknya kana dan saudara-saudaranya, sehingga mubtada tidak lagi terletak pada permulaan kalimat, dan istilahnya menjadi ismuha, atau isim kana, tidak cuma memiliki satu status i’rab, dan tidak tergolong isim yang wajib diawal kalimat lantaran bergandeng dengan kata lain. Fungsi khabar yang bernawasikh tidak berupa uslub thalab dan insya`. Ketiga, acuan urutan bagian-komponen jumlah mansukhah tidak cuma ada teladan urutan reguler mencakup nasikh, isim dan khabar tetapi ada pola urutan non-reguler nasikh, khabar, dan isim atau khabar, nasikh dan isim adakalanya wujub (wajib) dan adakalanya jawaz (boleh).
Keempat, bagian-bagian jumlah mansukhah adakalanya dilesapkan dalam konteks tertentu meskipun tergolong bagian-bagian penting yang harus tersebut dalam jumlah. Adakalanya melesapkan nâsikh, atau isim, atau khabar bahkan sekaligus dengan adanya qarinah (dalil).[2]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Af’al Al-Nasikh ialah fiil-fiil Nasikh (nawasikh) atau fiil Naqish, sebab fiil-fiil tersebut tidak memiliki fa’il (subyek), karena fiil ini menerangkan waktu dan kondisi sebuah benda dan tidak menunjukkan tindakan yang membutuhkan subyek.
Nasikh adalah unsur yang mampu mengganti fungsi kata pada jumlah bahasa Arab. Unsur ini bisa berupa fi’il atau isim. Maksud fi’il nâsikh ialah Kana wa akhwatuha sedangkan Isim nasikh berupa Inna wa akhwatuha.
B. Saran
Penulis menyadari adanya kekurangan dalam goresan pena makalah ini, maka penulis menghendaki adanya kritik yang dan masukan yang mampu menyempurnakan tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Tahlib, Muhammad (1997) Pengajaran Basaha Arab. Bandung: Gema Risalah Press Bdg
Tesis Talqis Nurdianto, Universitas Gadjah Mada, 2013