Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard menawarkan batas-batas manajemen adalah selaku sebuah usaha yang dilakukan dengan dan bersama individu atau kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Keduanya menekankan bahwa definisi tersebut tidaklah dimaksudkan hanya untuk satu jenis organisasi saja, namun dapat diterapkan pada banyak sekali jenis organisasi kawasan individu dan kalangan tersebut menggabungkan diri untuk merealisasikan tujuan bareng . Dan dalam suatu organisasi seorang pemimpin menjadi ketua yang mau menjinjing anggotanya meraih tujuan. Atau dengan kata lain seorang pemimpin menjadi standar untuk keberhasilan suatu tujuan organisasi tersebut.
Gaya Kepeminpinan Situsional (Situational Leadership)
Kepemimpinan Situasional yakni kepemimpinan yang didasarkan atas relasi saling mensugesti antara;
1. Tingkat panduan dan kode yang diberikan pemimpin (prilaku peran)
2. Tingkat dukungan sosioemosional yang disuguhkan pemimpin (prilaku hubungan)
3. Tingkat kesiapan yang diperlihatkan bawahan dalam melakukan tugas, fungsi atau tujuan tertentu (kematangan bawahan).
Untuk lebih mengerti secara mendalam wacana Kepemimpinan Situasional, perlu bagi kita mempertemukan antara Gaya Kepemimpinan dengan Kematangan Pengikut karena pada dikala kita berupaya menghipnotis orang lain, tugas kita yaitu:
1. Mendiagnosa tingkat kesiapan bawahan dalam peran-peran tertentu.
2. Menunjukkan gaya kepemimpinan yang tepat untuk situasi tersebut.
Menurut Hersey dan Blanchard ada korelasi yang jelas antara level kematangan orang-orang dan atau kelompok dengan jenis sumber kuasa yang memiliki kemungkinan paling tinggi untuk menjadikan kepatuhan pada orang-orang tersebut. Kepemimpinan situational memandang kematangan sebagai kesanggupan dan kemauan orang-orang atau kelompok untuk memikul tanggungjawab mengarahkan sikap mereka sendiri dalam suasana tertentu. Maka, perlu ditekankan kembali bahwa kematangan ialah konsep yang berkaitan dengan peran tertentu dan bergantung pada hal-hal yang ingin dicapai pemimpin.
Menurut Paul Hersey dan Ken. Blanchard, seorang pemimpin mesti memahami kematangan bawahannya sehingga beliau akan tidak salah dalam menerapkan gaya kepemimpinan. Tingkat kematangan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Tingkat kematangan M1 (tidak bisa dan tidak mau ), maka gaya kepemimpinan yang dipraktekkan pemimpin untuk bawahan seperti ini yakni Gaya Telling (G1), adalah dengan menginformasikan,menunjukan dan menginstruksikan secara spesifik.
2. Tingkat kematangan M2 (tidak bisa tetapi mau), untuk menghadapi bawahan seperti ini maka gaya yang dipraktekkan adalah Gaya Selling/Coaching (G2), yaitu dengan Menjual, Menjelaskan, Memperjelas, Membujuk.
3. Tingkat kematangan M3 (bisa namun tidak mau/bimbang) maka gaya pemimpin yang tepat untuk bawahan seperti ini ialah Gaya Partisipatif (G3), yaitu Saling bertukar Ide & beri potensi untuk mengambil keputusan.
4. Tingkat kematangan M4 (Mampu dan Mau) maka gaya kepemimpinan yang tepat yakni Delegating (G4), mewakilkan peran dan wewenang dengan menerapkan system control yang bagus.
Bagaimana cara kita memimpin haruslah dipengaruhi oleh kematangan orang yang kita pimpin agar tenaga kepemimpinan kita efektif dan juga pencapaian hasil optimal.
Demikianlah deskripsi bagaimana Hersey Blachard menganjurkan pemakaian gaya yang efektif. Dengan kondisi yang demikian, maka ada satu hal yang perlu diperhatikan sebelum memberlakukan satu gaya terhadap kematangan pengikut pada satu macam pekerjaan, yakni pemimpin harus benar-benar tahu seberapa dewasakah pengikutnya. Dimana kedewasaan disini adalah kedewasaan dalam hal kecakapan dan komitmen. Apabila salah mendiagnosa, di tingkat kematangan berapakah pengiktu maka pemimpin akan salah juga dalam memilihkan gaya yang tepat pada pengikut tersebut, akhirnya akan menyebabkan kepemimpinannya tidak efektif >>meiningsih/12112560/12.2A.14