Sekecil apapun dosa yang kita kerjakan, disana ada robul izzati yang senantiasa menunjukkan kita ampunan. Kesalahan apapun yang tak luput dari diri kita, disana Allah Subhanahu Wata’ala senantiasa memberikan maafnya. Dosa sebesar apapun jika seoarang hamba mengakuinya dan bertobat kepada Allah Subhanahu Wata’ala pasti Allah Subhanahu Wata’ala akan mengampuninya, dan begitupun dosa kecil niscaya Allah akan mengampuni dosa tersebut. Perlu di pahami, banyak manusia teledor akan dosa kecil sehingga ia lupa untuk meninggalkannya dan terus menerus ia melakukannya.
Satu peribahasa mengatakan: “Sedikit demi sedikit usang-usang menjadi bukit.” Peribahasa ini yang banyak di lupakan orang, padahal sejak kita duduk di dingklik sekolah dasar sang guru selalu mengajarkan kita akan peribahasa ini, banyak manusia tak sadar bahwa di balik peribahasa tersebut tersimpan edukasi nilai spiritual yang sungguh tinggi, nilai keimanan dan ketaqwaan yang begitu eksplisit mengajarkan dan menuntun manusia pada jalan yang lurus.
Bukan cuma peribahasa yang mengigatkan kita akan dosa kecil dan besar, jauh sebelum lahirnya peribahasa tersebut ulama-ulama ahli nasihat pun begitu gencar mengingatkan manusia akan dosa-dosa tersebut. Seperti dikemukan para jago hikmah :
قال بعض الحكماء : ” لا صغيرة مع الاصرار و لا كبيرة مع الاستغفار ”
“Tak ada dosa kecil jika tak di lakukan terus menerus dan tak ada dosa besar bareng dengan adanya istigfar (meminta ampunan)”.
Kata “alishror” disini mampu kita interpretasikan sebagai muwazhobah atau adanya indikasi melaksanakan dosa kecil terus menerus sampai menjadi besar.
Jauh sebelum berkembangnya para sastrawan pencetus peribahasa Indonesia, ayah kitab kuning Indonesia Syeikh Muhammad Nawawi bin Umar Albantani Aljawi mengemukakan perspektif ia melalui karyanya yang monumental adalah kitab Nasaihul Ibad, beliau menyatakan :
فانها بالمواظبة عليها تعظم فتصير كبيرة، و ايضا انها علي عزم استدامتها تصير كبيرة فان نية المرء في المعاصي كانت معصية.
“Sesungguhnya dosa kecil tersebut jikalau dilakukan secara bersinambung (muwadzobah) akan membengkak dan menjadi dosa yang besar, dan jika hanya didasari ambisi semata pun untuk terus menerus melakukan dosa kecil, pada hakekatnya itu sudah menjadi besar bahu-membahu niat seseorang untuk bermaksiat itu telah dikatagorikan maksiat.”
Adakah Rahmat Allah?
Banyak manusia terdahului oleh rasa pesimisnya di banding rasa optimisnya, perasaan insan mirip ini merupakan akar persoalan hadirnya perilaku sinis dan skeptis dalam diri manusia, dimana mereka cuma menatap kegagalan di banding kesuksesan, terikat pesimisme ketimbang optimisme.
Akhirnya akan bermuara pada penyakit skeptisisme insan yang mempertanyakan adakah rahmat Allah Subhanahu Wata’alabagi aku? Akankah Allah Subhanahu Wata’ala mengampuni dosa aku?
Itulah salah satu penyakit insan yang senantiasa bersemayam dalam hatinya, selalu dihantui rasa keragu-raguan, dan selalu dihantui rasa ketidak pastian.
Penyakit ini awal mulanya dipicu dari rasa pesimis akan rahmat Allah Subhanahu Wata’ala dan muncul balasan basil dalam hati manusia yaitu bakteri bisikan setan, bisikan ini bermuara dalam hati insan dimana setan begitu gencar menyebar virus kesesatannya secara inklusif yang berujung pada hegemoni setan dalam diri manusia.
Tidak mendapat siksaan
2. Assalamualaikum ustadz izin mengajukan pertanyaan bagaimana caranya agar kita tidak gampang pesimis
Giat dalam kebaikan dan aktive dalam kebaikan
3. Assalamualaikum ustdz, bgmna cara ngilangin rasa iri dlm hati?? Nah, apakah rasa iri tsbt dtg dri syaiton?
Syukron.
Rasa iri dari syaithan..maka memiliki sifat optimis akan terjaga dari hal yang negatif
4. Assalamualaikum ustadz mau bertannya bagaimna agar mudah memafkan seseorang yang sudah dholim kepada kita.
Ingat kebaikan nya akan terhapus dosa nya