Adab Normatif Dan Adab Terapan

Etika Normatif Dan Etika Terapan
Sebagai ilmu wacana moralitas, akhlak juga dapat dianggap selaku ilmu yang mengusut tingkah laris susila manusia. Di dalam perkembangannya, etika dibedakan menjadi adab deskriptif, adat normatif dan metaetika (Bertens, 2001: 15—22). Dalam bab ini akan dibahas dulu pembagian akhlak dan kemudian dibahas ihwal adab terapan.
Etika Deskriptif
Etika deskriptif menawarkan citra tentang tingkah laku etika dalam arti yang luas, seperti berbagai norma dan aturan yang berlawanan dalam suatu masyarakat atau individu yang berada dalam kebudayaan tertentu atau yang berada dalam abad atau periode tertentu. Norma atau hukum tersebut ditaati oleh individu atau masyarakat yang berasal dari kebudayaan atau golongan tertentu.
Sebagai contoh, masayarakat Jawa mengajarkan bertatakrama terhadap orang yang lebih renta dengan menghormatinya, bahkan dengan sapaan yang halus ialah ajaran yang harus diterima. Apabila seseorang menolak melakukan hal itu, maka penduduk menganggapnya asing; dia dianggap bukan orang Jawa.
Norma-norma tersebut berisi pedoman atau semacam konsep etis perihal yang bagus dan tidak baik, tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Dengan kata lain, budbahasa deskriptif mengkaji aneka macam bentuk pemikiran-ajaran akhlak yang berkaitan dengan “yang bagus” dan “yang jelek”. Ajaran tersebut umum diajarkan oleh para pemuka masyarakat pada masyarakatnya ataupun individu tertentu dan nampaknya sering terdapat pada suatu kebudayaan manusia. Pemerian atau penggambaran budbahasa orang Jawa, atau adab orang Bugis, adalah teladan bentuk etika deskriptif.
Etika Normatif
Bagian yang dianggap penting dalam studi adat yakni budpekerti normatif alasannya adalah dikala mempelajari etika normatif timbul berbagai studi atau masalah yang berkaitan dengan dilema susila. Etika normatif ialah budbahasa yang mengkaji apa yang harus dirumuskan secara rasional dan bagaimana prinsip-prinsip etis dan bertanggung jawab dapat digunakan oleh manusia. Di dalam etika normatif hal yang paling menonjol adalah munculnya penilaian wacana norma-norma tersebut. Penilaian perihal norma-norma tersebut sungguh sungguh memilih sikap manusia tentang “yang bagus’ dan “yang jelek”.
Dalam mempelajari budpekerti normatif, ditemui adat yang bersifat biasa dan adab yang bersifat khusus. Etika umum memiliki landasan dasar seperti norma etis/norma budpekerti, hak dan kewajiban, hati nurani, dan tema-tema itulah yang menjadi kajiannya. Sedang akhlak khusus berusaha menerapkan prinsip-prinsip etis yang biasa atas perilaku insan yang khusus. Lama kelamaan akhlak khusus tersebut berubah menjadi adab terapan (applied ethics). Etika khusus berbagi dirinya menjadi etika perorangan dan budpekerti sosial. Etika individual menyangkut keharusan dan perilaku individu kepada dirinya sendiri. Sedang budbahasa sosial mengatakan mengenai kewajiban, sikap dan pola sikap manusia sebagai anggota umat insan atau masyarakat. Bentuk adab sosial yang dipraktekkan pada banyak sekali bentuk menimbulkan kajian-kajian mengenai etika keluarga, adat profesi (akhlak biomedis, adat perbankan, etika bisnis, dan sebagainya), budpekerti politik, dan adat lingkungan hidup.
Metaetika
Metaetika yakni kajian adab yang membicarakan ucapan-ucapan atau kaidah-kaidah bahasa, khususnya yang berhubungan dengan bahasa etis (ialah bahasa yang digunakan dalam bidang budbahasa). Kebahasaan seseorang mampu menjadikan penilaian etis kepada ucapan tentang “yang baik” dan “yang jelek” dan kaidah nalar. Sebagai teladan, suatu tayangan iklan obat-obatan dengan brand tertentu di televisi swasta sering menyesatkan banyak orang dengan slogan-slogan yang mengusulkan untuk minum obat tertentu dengan khasiat semua penyakit yang diderita akan hilang dan orang menjadi sehat kembali. Slogan-slogan tersebut sangat berlebihan dan saat orang mulai mengkritiknya, maka oleh sekelompok produsen dimunculkan sebuah ucapan etis yang berbunyi: “Jika sakit berlanjut, hubungi dokter”. Ucapan etis tersebut seakan menjadi semacam perilaku moral yang bagus yang dihadirkan oleh sekelompok produsen dan disampaikan biar penduduk menjadi lebih “bijaksana” dalam meminum obat.
Etika Terapan
Etika terapan (applied ethics) ialah studi etika yang menitikberatkan pada faktor aplikatif teori budbahasa atau norma yang ada. Etika terapan timbul balasan pertumbuhan yang pesat dari budpekerti dan pertumbuhan ilmu yang lain. Sejak awal Abad XX, adab terapan menjadi sebuah studi yang menawan alasannya adalah terlibatnya banyak sekali bidang ilmu lain (ilmu kedokteran, ilmu ekonomi, ilmu sosial, ilmu keperawatan, dan sebagainya) dalam mengkaji akhlak.
Disebut adab terapan alasannya sifatnya yang mudah, ialah menawarkan sisi kegunaannya. Sisi kegunaan itu berasal dari penerapan teori dan norma etika ketika berada pada sikap insan. Sebagai ilmu simpel, etika bekerja sama dengan bidang ilmu lain dalam menyaksikan prinsip yang bagus dan yang jelek. Penyelidikan atau kajian etika terapan meliputi dua wilayah besar, adalah kajian yang menyangkut suatu profesi dan kajian yang berkaitan dengan suatu problem. Kajian perihal profesi mempunyai arti membicarakan budpekerti terapan dari sudut profesi tertentu, misalnya etika kedokteran, akhlak politik, adab bisnis, budpekerti keperawatan. Etika terapan yang meyoroti banyak sekali persoalan contohnya pencemaran lingkungan hidup menjadikan kajian tentang akhlak lingkungan hidup; pengerjaan, pemilikan dan penggunaan senjata nuklir menjadikan kajian perihal budpekerti nuklir; diskriminasi dalam berbagai bentuk (ras, agama, gender, warna kulit, dan lain-lain) mengakibatkan hadirnya studi perihal hal itu (contohnya adat feminisme dan adab multikultural). Jadi jelaslah bahwa budbahasa terapan yang berhubungan dengan duduk perkara tersebut sangat digemari oleh penduduk terbaru dikala ini karena topiknya faktual dan sangat berkaitan dengan kehidupan kontemporer.
a) Pengertian Etika Profesi
Bidang adat terapan yang mampu dipelajari secara lebih khusus adalah budpekerti profesi. Etika profesi ialah bidang yang sungguh diharapkan oleh dunia kerja, khususnya yang berhubungan dengan perkembangan teknologi. Dalam arus globalisasi yang sedemikian pesat ini, ilmu wawasan dan teknologi membutuhkan sumber daya insan yang mempunyai kecerdasan, kemampuan, serta kepandaian dalam mengolah dan menguasai teknologi yang dihadapinya saat ia melakukan pekerjaan . Selain menguasai pendidikan formal, dan terlatih bekerja, sumber daya manusia itu memerlukan semacam sarana untuk berpijak dalam bidang yang digelutinya. Sarana itu adalah adab profesi. Mengapa mesti adab profesi? Etika profesi yaitu adat yang berhubungan dengan profesi atau etika yang dipraktekkan dalam dunia kerja insan. Di dalam dunia kerjanya, insan memerlukan pegangan, banyak sekali pertimbangan susila dan sikap yang bijak.
Secara lebih khusus, adab profesi dapat dirumuskan selaku bagian dari adab yang membicarakan persoalan etis tentang bidang-bidang yang berhubungan dengan profesi tertentu, seperti dokter (kedokteran), pustakawan (perpustakaan), arsiparis (kearsipan), profesional isu, jago aturan, dan pengacara. Yang menjadi pertanyaan kini, bahwasanya profesi itu apa? Profesi (dalam bahasa Latin: professues ) semula memiliki arti suatu acara manusia atau pekerjaan insan yang dikaitkan dengan sumpah suci. Atas dasar sumpah itulah insan mesti melakukan pekerjaan dengan baik. Selain itu ada beberapa perumpamaan profesi yang mesti diterangkan, ialah profesi yang menyangkut tindak bekerja yang dilakukan selaku kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup serta mengandalkan kemampuan tertentu. Pengertian profesi lainnya, yaitu sebagai perbuatan seseorang yang dilaksanakan untuk memperoleh nilai komersial. Dalam tindakan itu, misalnya Tuan Komang melakukan pekerjaan selaku pegawai manajemen BB. la merasa tidak bahagia, tetapi dia terpaksa menerima pekerjaan itu (walaupun dengan gaji yang dianggapnya kurang memadai) sebab mencari pekerjaan yang lebih memadai sungguh sukar. Selain itu terdapat pemahaman profesi sebagai komunitas susila (tabiat community) yang diikat oleh adanya harapan dan nilai bareng yang dimiliki seseorang saat ia berada dan tolong-menolong dengan sahabat sejawat dalam dunia kerjanya.
Di segi lain, seorang profesional hendaknya memiliki sejumlah kemampuan yang diperolehnya secara formal, contohnya belajar di sekolah tinggi tinggi, perguruan tinggi dan sebagainya. Perolehan keahlian secara formal sangat penting dan menjadi bagian terpenting bagi seorang profesional dikala beliau kelak disumpah atas dasar profesi tertentu. Tidaklah mungkin seorang dokter melakukan sumpah jabatan (dokter) jika beliau belum menyelesaikan studinya secara penuh. Dengan keahliannya seorang profesional melakukan pekerjaan di suatu tempat, membuka praktek, menawarkan pelayanan terhadap khalayak yang membutuhkannya.
Dalam kaitannya dengan profesinya itu, seorang profesional berhadapan dengan klien atau pasien atau pemakai jasa, ialah seseorang yang meletakkan keyakinan terhadap dirinya sehingga profesional tersebut menawarkan pelayanan tertentu atas dasar keahliannya Untuk itu seorang profesional dapat menerima sejumlah gaji atau pembayaran atas pelayanan yang diberikannya. Hubungan professional – klien/pasien/pemakai jasa menurut semacam kesepakatan kerja atau kontrakyang disepakati bersama. Dengan kesepakatan itu seorang profesional wajib membela kepentingan kliennya/pasiennya/pemakai jasa dan, sebaliknya, si klien/pasien/pemakai jasa harus menunjukkan sejumlah pembayaran yang juga sudah disepakati bareng . Dalam kekerabatan kerja antara profesional–klien terdapat juga beberapa aspek susila atau pertimbangan-pertimbangan etis. Aspek akhlak atau pertimbangan etis menjadi landasan bagi kedua pihak untuk mempertahankan doktrin di antara mereka. 
Segala bentuk pelayanan haruslah mempunyai aspek pro bono publico (segala bentuk pelayanan untuk kebaikan biasa ). Dalam korelasi pelayanan itu kebaikan biasa dapat beraspek ganda. Pertama, adanya profesional yang mempunyai profesi khusus, yang mementingkan pro lucro, yakni demi laba, sehingga pelayanan diberikan terhadap klien. Kedua, pro bono, demi kebaikan si klien, sehingga pelayanan yang diberikan si profesional tidak semata-mata demi pembayaran. Dampak faktor-aspek itudapat berbentuktimbulnya ketidakpastian dalam kekerabatan pelayanan (saling tidak percaya sehingga antara si profesional dengan kliennya tidak terdapat korelasi yang serasi yang mampu berakibat pada pemutusan kekerabatan). Namun, aspek pro bono dapat memunculkan profesional yang memiliki profesi luhur, ialah profesi yang semata-mata tidak mementingkan upah melainkan berdasarkan dedikasi pada penduduk , misalnya perawat, guru, dosen, dan rohaniwan.
Sesuatu yang tidak terpisahkan dari akhlak profesi yakni arahan etik profesi yang ialah “akhir” dari hadirnya adat profesi, yang timbul alasannya adalah akhlak profesi tersebut berada dalam komunitas tertentu yang memiliki keahlian yang serupa. Kode etik profesi ialah hukum atau norma yang diberlakukan pada profesi tertentu. Di dalam norma tersebut muncul beberapa patokan atau standar yang bersifat etis dan mesti ditaati oleh para pemilik profesi. Di dalam masyarakat ilmiah mirip kedokteran, ilmu perpustakaan, atau ilmu sejarah timbul instruksi etik yang berlaku bagi para dokter, para pustakawan, atau sejarawan yang tergabung dalam “wadah” tertentu (Ikatan Dokter Indonesia, Masyarakat Sejarah Indonesia, Himpunan Dosen Etika Seluruh Indonesia, dan lain-lain).
Kode etik profesi yang tertua dipelopori oleh Hippocrates, seorang dokter Yunani Kuno yang hidup pada Abad V SM, yang dianggap sebagai Bapak llmu Kedokteran. Kode etik profesi itu lalu terkenal dengan istilah “Sumpah Hippocrates”. Melalui aliran-anutan etis, produk akhlak profesi muncul dalam masyarakat budpekerti (budbahasa community) yang dianggap memiliki impian bareng dan dipersatukan oleh latar belakang pendidikan yang sama dan keahlian yang serupa pula. Refleksi etis muncul di dalam aba-aba etik profesi. Itu memiliki arti bahwa aba-aba etik dapat diubah atau diperbaharui susunan “aturan”-nya atau dibuat baru demi suasana atau kondisi yang baru balasan implikasi-implikasi yang timbul. Perubahan isyarat etik tidak meminimalisir nilai etis atau nilai budpekerti yang telah ada, namun justru menjadi nilai tambah bagi isyarat etik profesi itu sendiri.
Selain itu di dalam arahan etik profesi termaktub pernyataan-pernyataan yang berisikan pesan budbahasa dan rasa tanggung jawab budbahasa bagi yang hendak mengerjakan profesi itu. Bila terjadi pelanggaran arahan etik profesi, maka profesional yang melanggar itu akan mendapatkan tidak yakin dari penduduk moralnya (dalam hal ini institusi atau lembaga yang memiliki masyarakat dengan keterampilan tertentu). Tujuan tidak yakin tersebut yaitu untuk menyadarkan betapa pentingnya tanggung jawab etika ditegakkan di dalam dunia profesi.
Sebagai sebuah kajian yang berkaitan dengan perilaku etis manusia yang melakukan pekerjaan , etika terapan memiliki objek. Objek forma budpekerti profesi yaitu sikap etis atau sikap insan yang berhubungan dengan yang baik dan buruk. Untuk memperjelas objek tersebut, haruslah disebut juga objek forma adat profesi. Objek forma atau pokok perhatian dari adab profesi adalah perilaku insan tentang yang bagus dan jelek yang berhubungan dengan pekerjaannya. Dan dalam kaitannya dengan pekerjaannya itu maka seseorang hendaknya mampu mempunyai kepekaan moralitas atau kepedulian etis untuk bersikap baik terhadap sesama rekan kerja, dan sesama manusia yang berkaitan dengan profesinya tanpa merugikan orang lain.
b) Etika Profesi sebagai Ilmu Mudah dan Terapan
Etika profesi hendaknya dilihat selaku ilmu yang bersifat simpel. Oleh karena itu, di dalam kajiannya adab profesi tidak meninggalkan sisi atau landasan teoretisnya. Sebagai ilmu simpel, adat profesi mempunyai sifat yang mementingkan tujuan tindakan dan kegunaannya, baik secara pragmatis maupun secara utilitaristis dan deontologis.
Memandang akhlak profesi secara pragmatis berarti melihat bagaimana kegunaan itu mempunyai makna bagi seorang profesional melalui langkah-langkah nyata berbentukpelayanan kepada klien, pasien atau pemakai jasa. Kegunaan yang bersifat utilitaristis akan sangat berfaedah kalau mampu menghasilkan tindakan yang bagus. Seorang arsitek akan mendapatkan kebahagiaan bila rancang bangunnya digunakan oleh orang lain dan dipraktekkan dalam pembuatan rumahnya, dan pada jadinya orang itu merasa puas atas disain rumahnya.
Pada kegunaan budbahasa profesi yang bersifat deontologis, kegunaan itu akan dinilai baik apabila dibarengi keinginanbaik. Pelayanan kesehatan di rumah sakit “X” akan dinilai baik dan sungguh memiliki kegunaan bagi penduduk lazim apabila para dokter rumah sakit itu mempunyai hasratbaik dalam melaksanakan tugasnya. Kegunaan secara deontologis tidak cuma menyaratkan bagian kehendak baik tetapi juga kewajiban, yaitu apa yang mesti dilakukan. Kewajiban adab, berdasarkan Kant, mengandung imperatif kategoris, yakni perintah yang mewajibkan begitu saja, tanpa syarat. Seorang profesional mengerjakan kewajiban atau tugasnya yang memang menjadi tanggung jawabnya tanpa mesti diperingatkan beberapa kali oleh pimpinannya. Di dalam penerapannya, adalah di dunia kerja, seorang profesional mesti dibimbing oleh norma tabiat, yakni norma yang mengharuskan tanpa syarat (begitu saja) tanpa disertai pertimbangan lain.
c) Metode atau Pendekatan Etika Profesi
Dalam mempelajari akhlak profesi, pendekatan yang harus dipakai yaitu pendekatan kritis refleksif dan dialogis. Pendekatan (tata cara) tersebut dipakai oleh seseorang yang mempunyai profesi tertentu (dokter, pustakawan, arsitek, dan sebagainya) dalam menganggap apa yang telah dia kerjakan (tindakan) kepada bidang atau pekerjaan tertentu. Orang perlu merenungkan secara kritis dan mendialogkan segala sesuatu yang telah ia kerjakan selama bekerja, baik ketika itu maupun di kala mendatang. Pendekatan itu bertujuan supaya seseorang profesional dapat bekerja dengan sebaik-baiknya sehingga tercapai tujuan yang dikehendaki. Dalam berdialog, pertimbangan-pertimbangan adab menjadi dasar bagi kekerabatan profesional dengan klien. Pertimbangan-pertimbangan budbahasa yang bagus memerlukan perilaku permulaan yang jernih dalam menyaksikan masalah/bentuk pelayanan, norma etis, cara berpikir yang logis dan rasional, serta gosip yang mencukupi perihal kasus atau bentuk pelayanan yang ditanganinya.
d) Peran Etika Profesi dalam Ilmu-ilmu Lain
Sebenarnya adab profesi itu milik siapa atau ditaruh di mana? Etika profesi mampu diberlakukan pada, pertama, individu-individu yang memiliki kewajiban-kewajiban tertentu seperti keharusan seorang profesional informasi terhadap kliennya, atau keharusan seorang dokter kepada pasiennya, atau kewajiban seorang pengacara kepada kliennya. Kedua, akhlak profesi mampu dipraktekkan pada kalangan-golongan tertentu yang mempunyai profesi tertentu, contohnya kewajiban golongan wartawan kepada penduduk pembacanya, atau kewajiban kalangan ilmuwan atas hasil temuan mereka yang berupa teknologi.
Di sisi lain, bidang-bidang yang bersifat multi disipliner atau kajian lintas ilmu mampu menjadi media atau “lahan” penerapan budpekerti profesi. Dengan kemajuan dunia ilmu wawasan dan kemajuan teknologi, budbahasa profesi menjadi kian diperkaya oleh ilmu-ilmu tersebut mirip hadirnya budbahasa profesi bagi ilmu-ilmu kesehatan, ilmu teknik, dan ilmu komputer. Etika profesi bisa berdialog dengan berbagai ilmu, bertahan dan diperlukan selama hubungan profesional-klien masih tetap ada.
Bagi seorang profesional yang bergerak di bidang tertentu mirip perpustakaan, kedokteran, disain interior, atau dosen, etika profesi mampu berperan selaku “kompas” adab, penanda jalan bagi si profesional yang menurut nilai-nilai etisnya: hati nurani, kebebasan-tanggung jawab, kejujuran, akidah, hak-kewajiban dalam bentuk pelayanan terhadap kliennya. Peran yang kedua, adat profesi diharapkan dapat menjamin dogma penduduk (klien-klien) terhadap pelayanan yang diberikan oleh si profesional. Untuk itulah harus diciptakan semacam arahan etik yang baik (aba-aba etik pustakawan, arahan etik dokter, arahan etik dosen, dan sebagainya).