Acuan Skripsi Yang Benar Ihwal Komunikasi


STRATEGI KOMUNIKASI PIMPINAN TPQ MIFTAHUL ULUM DALAM MEREKRUT SANTRI DI GAMPONG
PAYA BUJOK  BLANG PASE LANGSA
Skripsi
Diajukan Oleh:
RIFKA UTAMI
Mahasiswa IAIN Zawiyah Cot Kala Langsa
Fakultas : Ushuluddin, Adab dan Dakwah
Jurusan : Komunikasi dan Penyiaran Islam
Nim : 3012012099
 


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
ZAWIYAH COT KALA LANGSA
2016

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan manusia terlalu banyak kenikmatan, berikutnya shalawat beserta salam disampaikan kepangkuan Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya sekalian yang sudah menjinjing umat manusia dari alam kebodohan terhadap alam yang sarat dengan ilmu pengetahuan.
Alhamdulillah, dengan petunjuk-Nya penulis telah dapat menuntaskan penulisan skripsi yang berjudul “Strategi Komunikasi Pimpinan TPQ Miftahul Ulum Dalam Merekrut Santri Di Gampong Paya Bujok Blang Pase Langsa”. Yang bertujuan untuk memenuhi sebagian syarat yang diperlukan dalam memperoleh Gelar Sarjana pada IAIN Zawiyah Cot Kala Langsa.
Dalam proses solusi karya tulis ini, penulis menghadapi aneka macam kesulitan dan kendala, utamanya disebabkan kelemahan ilmu dan pengalaman yang penulis miliki, akan tetapi berkat usaha keras, bimbingan, motivasi serta bantuan dari banyak sekali pihak, kesulitan dan hambatan tersebut insya Allah sudah dapat terselesaikan dengan baik.
Oleh alasannya adalah itu pada peluang ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tiada terhingga terhadap bapak pembimbing yang telah menyediakan waktu untuk memberikan masukan-masukan yang sangat berkhasiat bagi penulis dari pertama sampai selesai, do’a kami agar pemberian tersebut menjadi amal ibadah dan menerima balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Pada peluang ini juga penulis sampaikan ucapan terima kasih pula kepada:
1.        Rektor  IAIN Zawiyah Cot Kala Langsa, Wakil Pembantu Rektor, Dekan Fakultas Ushluhuddin Adab dan Dakwah. Ketua Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam, Para Dosen, Pimpinan Perpustakaan dan Seluruh Civitas Akademik yang telah banyak membantu Penulis dalam menempuh pendidikan sampai tamat.
2.        Pimpinan TPQ Miftahul Ulum dan Para Dewan Guru yang telah menolong Penulis untuk menemukan data hingga akhir skripsi ini.
3.        Yang mulia Ayahanda dan Ibunda yang telah berjasa besar, mendidik, membimbing, membiayai dan mendo’akannya agar studi Penulis segera simpulan dan menghendaki pula semoga penulis kelak menjadi seorang anak yang shalehah yang selalu taat atas perintah Allah SWT.
Atas segala sumbangan, kebaikan dan sumbangsih semua pihak, penulis do’akan biar Allah jadikan amal ibadah baginya dan pahala yang berlipat ganda.
Akhirnya penulis menyerahkan terhadap Allah SWT, dengan keinginan semoga skripsi ini akan berguna hendaknya terhadap penulis utamanya dan terhadap para pembaca umumnya. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Langsa,    April 2016
PENULIS
DAFTAR ISI

BAB I :PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang…………………………………………………………………………. 1
B.     Rumusan Masalah……………………………………………………………………… 4
C.     Penjelasan Istilah………………………………………………………………………. 5
D.    Tujuan Penelitian………………………………………………………………………. 8
E.     Manfaat Penelitian…………………………………………………………………….. 8
F.      Sistematika Penulisan………………………………………………………………… 9
G.    Penelitian Terdahulu………………………………………………………………….. 10
BAB II : LANDASAN TEORI
A.    Strategi Komunikasi………………………………………………………………….. 16
B.     Defenisi Kepemimpinan…………………………………………………………….. 21
C.     Perilaku Kepemimpinan Dalam Islam………………………………………….. 23
D.    Pola dan Gaya Kepemimpinan……………………………………………………. 28
E.     Manajemen Komunikasi Pimpinan………………………………………………. 31
F.      Komunikasi Yang Digunakan Oleh Pimpinan……………………………….. 33
G.    Media Komunikasi……………………………………………………………………. 37
H.    Pengertian Merekrut………………………………………………………………….. 41
I.       Hambatan-Hambatan Komunikasi………………………………………………. 42
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
A.    Lokasi dan Jadwal Penelitian……………………………………………………… 46
B.     Jenis Penelitian dan Pendekatan………………………………………………….. 46
C.     Jenis Data………………………………………………………………………………… 47
D.    Sumber Data…………………………………………………………………………….. 47
E.     Teknik Pengumpulan Data…………………………………………………………. 49
F.      Analisis Data……………………………………………………………………………. 52
G.    Mengecek Keabsahan Data…………………………………………………………
BAB IV : HASIL PENELITIAN
A.    Gambaran Umum Lokasi Penelitian…………………………………………….. 53
B.     Strategi Komunikasi Pimpinan TPQ Miftahul Ulum………………………. 57
C.     Pola dan Gaya Kepemimpinan TPQ Miftahul Ulum………………………. 62
D.    Perilaku Pimpinan TPQ Miftahul Ulum……………………………………….. 64
E.     Strategi Pimpinan Dalam Merekrut Santri…………………………………….. 67
F.      Hambatan-kendala yang dihadapi pimpinan TPQ Miftahul Ulum…. 71
BAB V: PENUTUP
A.    Kesimpulan ……………………………………………………………………………… 73
B.  Saran-nasehat……………………………………………………………………………….. 74
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………… 
ABSTRAK
Taman Pendidikan AlQur’an (TPQ) ialah sebuah institusi nonformal yang mengelola pembelajaran AlQur’an untuk anakanak hingga dewasa. Lembaga  ini (TPQ)  umumnya  dikhususkan  bagian anakanak seusia SD (5 10 tahun). Dalam sebuah forum peranan pemimpin sungguh penting dalam proses merekrut santri. Salah satunya yaitu seni manajemen komunikasi yang digunakan oleh pimpinan tersebut. Begitu pula dengan pimpinan TPQ Miftahul Ulum ini yang terletak di jalan Aceh Kongsi Gampong Paya Bujok Blang Pase Kecamatan Langsa Kota.
Permasalahan dalam penelitian ini ialah bagaimana taktik komunikasi pimpinan TPQ Miftahul Ulum dalam merekrut santri di Gampong Paya Bujok Blang Pase Kecamatan Langsa Kota sehingga mencapai ± 300 orang santri yang belajar di TPQ tersebut, sedangkan di abad globalisasi seperti sekarang ini umumnya para anak-anak sibuk dengan aktivitas sekolah mirip les, extra kulikuler dan acara yang lain. Jarang sekali melihat para anak-anak yang masih mau mengikuti dan mempelajari acara yang berbau keislaman. Adapun problem ini dirinci menjadi bagaimana strategi komunikasi yang digunakan dan bagaimana kendala-hambatan komunikasinya.
Tujuan dari observasi ini yakni untuk mengenali bagaimana seni manajemen komunikasi yang digunakan pimpinan TPQ Miftahul Ulum dalam Merekrut santri berserta kendala-hambatan yang dialami pimpinan tersebut.
Metode yang digunakan dalam observasi ini yakni metode kualitatif deskriptif dengan jenis observasi field riserch (observasi lapangan).
Yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini yakni mengacu kepada taktik komunikasi, komunikasi interpersonal, komunikasi persuasif, komunikasi satu tahap, komunikasi kelompok, gaya dan acuan kepemimpinan.
Dari hasil observasi didapatkan bahwa ternyata strategi komunikasi yang dipakai oleh pimpinan TPQ Miftahul Ulum yaitu dengan komunikasi interpersonal dalam bentuk silaturahmi. Komunikasi golongan dalam bentuk diskusi kecil dan rapat, komunikasi persuasif dengan cara memberi motivasi terhadap para orang renta, komunikasi satu tahap dengan cara memperlihatkan isu pada dikala dilaksanakannya peringatan Maulid Nabi di TPQ tersebut.
Adapun hambatan-hambatan yang dialami oleh pimpinan TPQ Miftahul Ulum dalam merekrut santri ialah tidak adanya sumbangan dari para orang bau tanah.

 

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Komunikasi ialah aktivitas dasar insan. Dengan berkomunikasi, manusia dapat saling bekerjasama satu sama lain. Baik dalam kehidupan sehari-hari di rumah tangga, di daerah pekerjaan, di pasar, dalam penduduk atau di mana saja manusia berada. Tidak ada insan yang tidak akan terlibat dalam komunikasi.[1]
Dalam buku Onong Uchjana Efendy memberi klarifikasi bahwa pada hakikatnya komunikasi adalah proses pernyataan antar-insan yang berupa anggapan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa selaku alat penyalur. Dalam “bahasa” komunikasi pernyataan dinamakan pesan (message). Orang yang memberikan pesan disebut komunikator (communicator), sedangkan orang yang menerima pernyataan diberi nama komunikan (communicate). Untuk lebih jelasnya komunikasi bermakna proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Jika dianalisis pesan komunikasi berisikan dua aspek, pertama isi pesan, kedua lambang. Konkretnya isi pesan itu adalah anggapan atau perasaan, lambang adalah bahasa.[2]
Pikiran dan perasaan sebagai isi pesan yang disampaikan komunikator terhadap komunikan, senantiasa menyatu secara terpadu; secara teoritis tidak mungkin cuma fikiran saja atau perasaan saja, masalahnya mana diantara fikiran dan perasaan itu yang lebih banyak didominasi, biasanya paling sering yakni asumsi yang mayoritas. Jika perasaan yang mendominasi anggapan hanyalah dalam suasana tertentu.
Para hebat komunikasi, utamanya di negara-negara yang sedang berkembang, dalam tahun-tahun terakhir ini menumpahkan perhatiannya yang besar kepada seni manajemen komunikasi (communication strategy), dalam relevansinya dengan penggiatan pembangunan di negara masing-masing.
Fokus perhatian andal komunikasi ini memang penting untuk ditujukan terhadap taktik komunikasi, sebab sukses tidaknya aktivitas komunikasi secara efektif banyak ditentukan oleh seni manajemen komunikasi. Dilain pihak, tanpa taktik komunikasi, media massa yang semakin modern yang sekarang banyak dipergunakan di negara-negara yang sedang berkembang karena gampangnya diperoleh dan relatif mudahnya dioperasionalkan, bukan tidak mungkin akan menyebabkan imbas negatif.[3]
Strategi komunikasi baik secara makro maupun secara mikro mempunyai fungsi ganda :
1.      Menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif, dan konstruktif secara sistematik kepada sasaran untuk menemukan hasil yang optimal.
2.      Menjembatani “culture gap” akibat akomodasi diperolehnya dan akomodasi dioperasionalkannya media massa yang begitu ampuh, yang kalau dibiarkan akan merusak nilai-nilai budaya.
Strategi komunikasi ialah perpaduan dari perencanaan komunikasi dan manajemen komunikasi untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi mesti mampu memberikan bagaimana operasionalnya secara strategi harus dilaksanakan, dalam arti kata bahwa pendekatan bisa berbeda di saat-waktu bergantung dari suasana dan keadaan.[4]
Melihat pentingnya taktik komunikasi dalam proses pengembangan organisasi semoga bisa terwujudnya tujuan organisasi secara efektif maka pembahasan wacana strategi komunikasi dalam kajian ini sungguh menentukan efektifitasnya pengembangan organisasi apapun bentuknya.
Tokoh pemimpin sering menjadi tokoh cita-cita baik dalam penciptaan penduduk adil dan makmur atau untuk meraih kemajuan dan berkelanjutan pada sebuah organisasi. Karena pemimpin yang dianut mampu mempengaruhi pihak lain lewat proses kewibawaan komunikasi sehingga orang lain tersebut bertindak untuk meraih tujuan yang ingin diraih bareng . Karena itu, sebuah negara atau sebuah organisasi sering terwarnai oleh sosok pemimpinnya dan tata cara kepemimpinan dari organisasi tersebut.[5]
Seorang pemimpin mesti memiliki taktik komunikasi untuk menyebarkan suatu organisasi. Dalam hal tersebut strategi komunikasi yang disampaikan oleh pemimpin suatu kawasan itu ditentukan oleh keadaan obyektif komunikan dan keadaan lingkungan
Sebagai sumber utama dalam Islam, AlQur’an memiliki posisi istimewa pada ketika proses komunikasi tersebut berjalan.
bagi kamum muslimin baik dalam struktur keimanan (teologis) maupun   dalam   rumusan   kehidupan (sosial)  mereka.  Secara  teologis, hal ini berkaitan dengan hakikat Al-Qur’an itu sendiri yang merupakan kalam Allah (wahyu)  yang  disampaikan  kepada  manusia  melalui NabiNya, Muhammad SAW,  sebagai  pedoman   dan  petunjuk   dalam  mengarungi   kehidupan   ini.
Implikasinya, secara sosiologis Al      Qur’an  menjadi  sumber  nilai, norma, paradigma, dan inspirasi bagi seorang muslim dalam mengkonstruk bangunan hidup dan kehidupannya, kapan pun dimana pun selaku wujud dari sifat Al Qur’an yang Rahmatan Lil’alamiin.
Keistimewaan al-Qur’an tersebut memunculkan usaha kaum muslimin untuk mempelajari kandungannya dari berbagai aspek keilmuan   yang meningkat dalam khazanah intelektualitas muslim kesannya muncul berbagai lembaga/ program pendidikan alQur’an dari tingkat pemula hingga tingkat lanjutan. Diantaranya dalam lingkungan masyarakat muslim Indonesia ialah Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ). Sebuah institusi nonformal yang mengelola pembelajaran Al Qur’an untuk anakanak hingga dewasa.
Lembaga  ini (TPQ)  umumnya  dikhususkan  bagian anakanak seusia SD (5 10 tahun). Namun  dalam  realitasnya  di TPQ Miftahul Ulum Gampong Paya Bujok Blang Pase, anak-anak seusia Sekolah Menengah Pertama pun tak jarang juga yang masih menjadi santri (pembelajar)  disini.
TPQ Miftahul Ulum lokasinya berada di Jalan Aceh Kongsi Gampong Paya Bujok Blang Pase Kecamatan Langsa Kota Kabupaten Kota Langsa. Letak TPQ Miftahul Ulum ini sangat strategis karena tidak jauh dari perkotaan sehingga banyak masyarakat yang melewati kawasan tersebut dan secara tidak langsung akan menarik perhatian para orang renta dan bawah umur yang melewatinya. Setiap hari Senin s/d Sabtu pukul 14:30 Wib terlihat para santri mulai ramai berdatangan ke TPQ tersebut untuk mengikuti acara pembelajaran dan rampung pada pukul 16:30 Wib, sedangkan pada malam hari yaitu pukul 19:00 Wib sampai pukul 20:30 Wib. Pengelolaan santri di TPQ di bagi dalam beberapa kelas. Pengelompokan  kelas  pada  awalnya  didasarkan  atas  persamaan  usia,  pada proses selanjutnya disesuaikan dengan tingkat perkembangan santri. Tiaptiap kelas  rata rata  30  santri  dan  tiap  kelas  dipimpin  oleh  wali  kelas  yang bertanggung  jawab atas pelaksanaan program mencar ilmu mengajar.
TPQ Miftahul Ulum ini diresmikan pada tanggal 01 Februari 2001, pada awal didirikan TPQ ini terletak juga di Gampong Paya Bujok Blang Pase tetapi di lahan yang berlawanan dengan yang sekarang, seiring dengan berjalannya waktu dan kemajuan TPQ, maka kian ramai pula yang tertarikuntuk masuk ke TPQ Miftahul Ulum sehingga pimpinan TPQ membutuhkan lahan baru, alasannya dianggap tidak seimbang antara lahan TPQ dengan jumlah santri yang makin ramai. Awalnya santri yang belajar hanya sekitar 15 orang, tetapi ketika ini telah mencapai ± 300 orang santri.
Dalam sebuah forum peranan pemimpin sungguh penting dalam proses merekrut santri. Salah satunya yakni taktik komunikasi yang dipakai oleh pimpinan tersebut. Berdasarkan hasil observasi sementara seni manajemen yang digunakan oleh pimpinan TPQ Miftahul Ulum yaitu dengan mengajak para masyarakat sekitar untuk memasukkan anak – anak mereka ke TPQ tersebut.
Dalam hal perekrutan  santri ada diantara  TPQ ini yang fleksibel yakni menerima santri kapanpun tanpa memilih masa pendaftarannya. Namun ada juga TPQ yang amat ketat dengan menentukan  kurun pendaftarannya,  biasanya pada awal tahun ajaran gres. TPQ Miftahul Ulum lebih memilih cara yang   fleksibel,  karena   dengan   cara   ini   di   anggap   lebih memu dahkan  bagi  siswa  untuk  masuk  atau  mengikuti  program  di  TPQ. Seorang pemimpin harus bisa memilih taktik-strategi apasaja yang dipakai dalam proses merekrut santri  karena penyeleksian perencanaan sistem perekrutan  sangat penting yaitu modal dasar untuk mensuksekan  tujuan tujuan  organisasi  tersebut  dalam  merekrut  santri.
Berdasarkan uraian yang telah penulis paparkan di atas dan hasil observasi sementara maka penulis terpesona meneliti di TPQ Miftahul Ulum tersebut. Dimana pada TPQ tersebut saat ini memiliki ± 300 orang santri yang tertarik untuk masuk dan mengikuti pembelajaran keagamaan.[6] Di era globalisasi mirip ini lazimnya para anak-anak sibuk dengan acara sekolah seperti extra kulikuler, les, dan acara lainnya. Jarang sekali melihat para bawah umur yang masih mau mengikuti dan mempelajari acara yang berbau keislaman. Jadi, berdasarkan hal tersebut yang ingin penulis teliti yaitu bagaimana seni manajemen komunikasi pimpinan TPQ Miftahul Ulum sehingga mampu menarik minatpara santri untuk masuk ke TPQ tersebut.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam observasi ini adalah :
1.      Bagaimanakah taktik komunikasi yang digunakan pimpinan TPQ Miftahul Ulum dalam merekrut santri di Gampong Paya Bujok Blang Pase Langsa?
2.      Bagaimanakah hambatan-kendala yang dihadapi pimpinan TPQ Miftahul Ulum Dalam merekrut santri di Gampong Paya Bujok Blang Pase Langsa?
C.      Penjelasan Istilah
Untuk menyingkir dari terjadinya kesalahpahaman ungkapan judul yang diangkat, maka penulis perlu menerangkan yang menyangkut dengan penulisan laporan ini, adalah :
1.      Strategi
Istilah “seni manajemen” pertama kali hanya dikenal di kelompok militer, terutama strategi perang. Dalam sebuah peperangan atau peperangan, terdapat seseorang (komandan) yang bertugas mengatur taktik untuk memenangkan pertempuran. Semakin jago seni manajemen yang dipakai (selain kekuatan pasukan perang), makin besar kemungkinan untuk menang. Biasanya, sebuah taktik disusun dengan memikirkan medan perang, kekuatan pasukan, perlengkapan perang dan sebagainya.[7]
Strategi yang penulis maksudkan adalah perencanaan-penyusunan rencana yang sudah dibuat oleh pimpinan TPQ Miftahul Ulum dalam merekrut santri.
2.      Komunikasi
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari bahasa latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare yang mempunyai arti “ membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) adalah ungkapan yang paling kerap disebut sebagai asal-seruan kata komunikasi, yang ialah akar dari kata latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu fikiran, suatu makna, atau sebuah pesan dianut secara sama.[8] Komunikasi yaitu proses dimana suatu inspirasi dialihkan dari sumber terhadap satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengganti tingkah laku mereka.[9]
Komunikasi yang penulis maksudkan di sini adalah kemampuan pemimpin TPQ Miftahul Ulum untuk berkomunikasi biar dapat mempengaruhi para santri dalam proses merekrut.
3.      Strategi Komunikasi
Strategi komunikasi ialah paduan dari penyusunan rencana komunikasi (communication rencana) dan manajemen komunikasi (communication management) untuk mencapai sebuah tujuan tersebut. taktik komunikasi harus dapat menawarkan bagaimana operasionalnya secara strategi harus dijalankan.[10]
4.      Pemimpin
Stoner, Freeman dan Gilbert Jr merumuskan defenisi kepemimpinan selaku proses mengarahkan dan menghipnotis acara yang berhubungan dengan pekerjaan dari anggota kelompok itu. Rumusan ini mengandung berbagai hal atau bagian yang mampu diuraikan lebih luas dan panjang lebar. Suatu proses akan berlangsung apabila ada aspek penggerak. Dengan aktivis ini akan tercipta lainnya terutama orang-orang yang mempunyai tugas yang telah di deskripsikan.[11]
Pimpinan yang penulis maksud di sini yakni pimpinan TPQ Miftahul Ulum Paya Bujok Blang Pase Langsa.
5.      Merekrut
Rekrutmen didefenisikan sebagai praktik atau aktivitas apapun yang dilakukan oleh organisasi untuk mengidentifikasi dan mempesona para karyawan potensial.[12]
Merekrut yang penulis maksudkan di sini yaitu kemampuan pimpinan TPQ Miftahul Ulum dalam merekrut santri.
6.      TPQ ( Taman Pendidikan Al-Qur’an )
Taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ) yaitu lembaga pendidikan Islam non formal untuk anak-anak yang menjadikan siswanya mampu dan gemar membaca Al-Qur’an dengan benar dengan ilmu tajwid selaku sasaran pokoknya, dapat melaksanakan shalat dengan baik, hafal sejumlah surat pendek dan ayat pilihan, serta mampu berdoa dan beramal shaleh.[13]
TPQ yang penulis maksudkan di sini yakni TPQ Miftahul Ulum Gampong Paya Bujok Blang Pase Langsa.
7.      Santri
Santri adalah orang yang mendalami agama Islam, beribadat dengan sangat dan orang shaleh.[14]
Santri yang penulis maksudkan di sini yakni para santri yang berguru ilmu agama di TPQ Miftahul Ulum Gampong Paya Bujok Blang Pase Langsa.
D.      Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini yakni :
1.      Untuk mengenali bagaimana seni manajemen  yang dipakai pimpinan TPQ Miftahul Ulum dalam merekrut santri.
2.      Untuk mengenali bagaimana kendala-kendala yang dialami pimpinan TPQ Miftahul Ulum dalam merekrut santri.
E.       Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini dibutuhkan berdaya guna sebagai berikut :
1.      Secara Teoritis
a.       Hasil penelitian ini diharapkan dapat menawarkan sumbangsih kepada pengembangan ilmu pengetahuan dalam hal khusus kepada observasi strategi komunikasi seorang pemimpin.
b.      Pelaksanaan observasi dalam peran final ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya hasanah ajaran penulis dalam menganalisis dilema-problem yang terjadi dalam taktik komunikasi kepemimpinan.
2.      Secara mudah
a.       Diharapkan hasil observasi ini menjadi bahan masukan yang berguna bagi pimpinan dalam kepemimpinannya.
b.      Untuk menyanggupi syarat-syarat menemukan gelar strata satu (S1) pada Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Zawiyah Cot Kala Langsa.
F.       Sistematika Penulisan
Penelitian ini ditulis dengan beberapa tahapan penelitian. Tahapan-tahapan ini dilaksanakan selaku konsekuensi kerangka fikir sebuah observasi. Tahapan tersebut selaku berikut :
Bab I. Pendahuluan: pada bab ini peneliti memaparkan hal-hal yang terkait dengan latar belakang problem, rumusan duduk perkara, tujuan dan faedah observasi, penjelasan ungkapan, sistematika penulisan, dan penelitian terdahulu.
Bab II. Landasan Teori: pada bab ini membahas wacana seni manajemen komunikasi, defenisi kepemimpinan, perilaku kepemimpinan dalam islam, pola dan gaya kepemimpinan, administrasi komunikasi pimpinan, komunikasi yang digunakan oleh pimpinan, media komunikasi, pengertian merekrut, kendala-hambatan komunikasi.
Bab III. Metode Penelitian: pada bab ini menguraikan ihwal data-data lokasi observasi, jenis penelitian dan pendekatan, sumber data, tekhnik pengumpulan data, analisis data, dan keabsahan data
Bab IV. Hasil observasi: pada bagian ini memaparkan citra lazim ihwal TPQ Miftahul Ulum Gampong Paya Bujok Blang Pase Langsa, strategi komunikasi pimpinan TPQ Miftahul Ulum, perilaku pemimpin TPQ Miftahul Ulum, contoh dan gaya pemimpin TPQ Miftahul Ulum, strategi pimpinan TPQ dalam merekrut santri beserta kendala-hambatannya berdasarkan hasil wawancara
Bab V. Penutup: yakni semua rangkaian yang akan menampung kesimpulan dari seluruh penelitian dan juga beberapa usulan serta lampiran-lampiran.
G.      Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penulusuran yang telah dilakukan, observasi yang terkait dengan “Strategi Komunikasi Pimpinan TPQ Miftahul Ulum Dalam Merekrut Santri Di Gampong Paya Bujok Blang Pase Langsa”, belum pernah dikerjakan. Namun demikian, studi terdahulu yang pernah dilaksanakan beberapa observasi terkait dengan srategi komunikasi pimpinan adalah penelitian Mahzir yang berjudul “ Pentingnya Strategi Komunikasi Bagi Keberhasilan Pimpinan Dayah Nurul Huda Dalam Memotivasi Masyarakat Untuk Belajar Agama Di Gampong Blang Bitra Kecamatan Peureulak Kabupaten Aceh Timur”. Penelitian yang dikerjakan oleh Mahzir menggunakan pendekatan kualitatif dengan sistem deskiptif. Penelitian ini terfokus untuk menyaksikan bagaimana taktik komunikasi pimpinan dayah dalam memotivasi masyarakat dan hambatan komunikasi yang dihadapi oleh pimpinan.
 Latar belakang penelitian ini yaitu ketidak pedulian penduduk terhadap ilmu agama. Padahal di daerah tersebut terdapat sebuah dayah, namun sangat jarang melihat masyarakat mau ikut serta mengikuti acara keagamaan. Maka dari itu peran komunikasi dari pimpinan dayah tersebut sangatlah penting supaya penduduk termotivasi dan kesengsem untuk berguru ilmu agama. Hasil dari observasi ini menerangkan bahwa seni manajemen komunikasi yang dipakai oleh pimpinan dayah tidak terlepas dari seni manajemen uswatun hasanah, hal ini disebabkan sebab seni manajemen komunikasi yang dilaksanakan oleh pimpinan dayah ialah taktik yang harus disertai dengan keteladanan sehingga penduduk tersebut akan mudah dipahami dan mengikuti sebagaimana yang dibutuhkan oleh syariat hingga kiamat yang bersifat dinamis dan universal yang sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Adapun kendala-kendala yang dialami oleh pimpinan dayah tersebut adalah lemahnya wawasan masyarakat ihwal agama dan tidak ada rasa keperdulian terhadap agama, sehingga menjadi sebuah hambatan yang sungguh berat karena tanpa pengetahuan agama yang mencukupi, maka penduduk akan menganggap remeh dikala pimpinan dayah memberikan dakwahnya dan juga ada yang hingga mencemooh bahwa dakwah yang disampaikan oleh pimpinan tersebut tidak berguna.[15]
Studi lain yang pernah dilaksanakan yakni atas nama Ali Usman yang berjudul “Strategi Komunikasi Seksi Syariat Islam Pada Kantor Camat Kecamatan Bendahara Dalam Meningkatkan Pengamalan Agama Islam Di Kecamatan Bendahara”. Penelitian ini terfokus pada model strategi komunikasi dan aspek-aspek yang mendukung serta menghalangi strategi komunikasi Seksi Syariat Islam dalam meningkatakan pengamalan Agama Islam di Kecamatan Bendahara. Penelitian ini menggunakan observasi jenis perspektif pendekatan  kuantitatif deskriptif.
Latar belakang pada penelitian ini adalah taktik komunikasi Seksi Syariat Islam pada Kantor Camat Kecamatan Bendahara dalam memajukan pengamalan agama Islam disinyalir belum berlangsung secara kontinyu, hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Di antaranya yakni kesadaran akan penegakan aturan yang masih lemah di kelompok penduduk dan lainnya. Penelitian Ali Usman ini menggunakan teori formula lasswell yang menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk pertanda acara komunikasi atau cara untuk menggambarkan dengan sempurna sebuah langkah-langkah komunikasi yaitu menjawab pertanyaan “ Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect ?” (siapa mengatakan apa dengan cara apa kepada siapa dengan imbas bagaimana). Formula lasswell tersebut mengandung banyak keterkaitan dengan teori – teori lain ialah:
1.      Individual Differences Theory, bahwa khalayak sebagai komunikan secara selektif psikologis mengamati sebuah pesan komunikasi bila berkaitan dengan kepentingannya, sesuai perilaku, akidah, dan nilai-nilainya.
2.      Social Catagories Theory, bahwa meskipun penduduk terbaru sifatnya heterogen namun orang-orang yang mempunyai sifat yang sama akan menentukan pesan komunikasi yang kira-kira sama dan akan menunjukkan jawaban yang kira-kira sama pula.
3.      Social Relationship Theory, bahwa walaupun pesan komunikasi cuma hingga pada seseorang tapi jika seseorang tersebut selaku pemuka pertimbangan (opinion leader), maka informasi isi pesan tersebut akan diteruskan terhadap orang yang lain bahkan juga menginterpretasikannya, mempunyai arti opinion leader tadi memiliki efek eksklusif (personal influence) yang merupakan mekanisme penting mampu merubah pesan komunikasi.
4.      Cultural Norms Theory, bahwa lewat penyuguhan yang selektif dan penitikberatan pada tema tertentu media massa membuat kesan-kesan pada khalayak bahwa norma-norma budaya yang serupa tentang topik-topik tertentu dibuat dengan cara-cara khusus dengan batasan suasana individual.
Dari hasil observasi terdapat beberapa versi taktik komunikasi Seksi Syariat Islam dalam meningkatakan pengamalan agama penduduk di Kecamatan Bendahara, diantaranya mencakup taktik komunikasi antarpribadi, komunikasi massa dan komunikasi kelompok. Adapun kesuksesan yang dapat dilihat mencakup bidang hablumminallah dan hablumminannas. Dan faktor penunjang
dari seni manajemen komunikasi tersebut mencakup saling koordinasi dan berafiliasi dalam setiap kegiatannya dengan pegawapemerintah kampung maupun lembaga terkait yang lain. Sedangkan aspek penghambatnya ialah kurangnya dana di bidang Seksi  Syariat Islam sehingga acara kenaikan pengamalan agama tidak mampu dikerjakan secara menyeluruh disetiap kampung yang ada.[16]
Pada penelitian yang yang lain adalah penelitian yang dilaksanakan oleh Irsa yang berjudul “Strategi Komunikasi Program Sadar Pajak (Studi Seksi Konsultasi Perpajakan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Langsa)”.  Penelitian ini terkonsentrasi untuk melihat bagaimana seni manajemen komunikasi acara sadar pajak dan peran seksi konsultasi dalam seni manajemen komunikasi acara sadar pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Langsa.
Latar belakang dari penelitian ini ialah selaku seksi konsultasi perpajakan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Langsa, komunikasi yang dipakai harus strategis, alasannya adalah komunikasi yang strategis mampu menolong dalam menyampaikan isu yang diharapkan komunikannya, sehingga segala bentuk isu yang disampaikan mampu diberikan dengan baik dan terang, kesan yang menyenangkan, sesuai dengan tingkat intelektual serta tepat suasana dan kondisi mirip untuk Pelayanan Pajak Pratama penyampaian pesan program sadar pajak. Teori yang dipakai dalam observasi ini yaitu formula laswell. Jenis observasi ini berupa field research (penelitian lapangan) yang menggunakan pendekatan kualitatif.
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa   Kota Langsa sudah mampu mengimplementasikan strategi komunikasi acara sadar pajak dengan baik. Setiap isu yang disampaikan mampu diterima dengan baik oleh masyarakat, alasannya adalah pelayanan yang baik dan membuat puas membuat masyarakat menjadi nyaman dan merasa puas dengan segala isu yang diperlukan.
Salah satu kesuksesan strategi komunikasi acara sadar pajak ini yaitu adanya penduduk yang sadar akan keharusan mengeluarkan uang pajak dan pelayanan yang bagus menciptakan masyarakat mencicipi puas dalam mendapatkan berita perpajakan, sehingga taktik komunikasi yang diterapkan sesuai dengan yang dinginkan.[17]
Dengan demikian, maka observasi kali ini hampir sama dengan kajian terdahulu yang sudah dijelaskan di atas,  meskipun penelitian ini juga terfokus untuk melihat taktik komunikasi yang digunakan oleh pimpinan dalam merekrut santri dan hambatan-hambatan komunikasinya, tetapi dalam observasi ini juga menjelaskan solusi-penyelesaian dari hambatan-kendala komunikasi tersebut.
Ada beberapa argumentasi peneliti memilih judul Strategi Komunikasi Pimpinan TPQ Miftahul Ulum Dalam Merekrut Santri:
1.      Peneliti ingin menyaksikan taktik-seni manajemen yang digunakan oleh pimpinan TPQ Miftahul Ulum dalam merekrut santri.
2.      Karena Pemimpin ialah figur yang sungguh penting dalam suatu organisasi untuk mengontrol program-acara organisasi dalam administrasi TPQ tersebut. Dengan demikian suatu komunitas TPQ tanpa disokong karismatik dari seorang pemimpin yang mulia, maka dalam mengelola organisasi TPQ tidak akan sesuai dengan yang diharapkan.
  Buku-Buku Penunjang Ujian Nasional (UN) dan Ujian Sekolah/Madrasah (USM) 2016/2017
BAB II
LANDASAN TEORI
A.      Strategi Komunikasi
1.      Pengertian Strategi Komunikasi
Kata seni manajemen berasal dari bahasa yunani klasik yakni “stratos” yang artinya prajurit dan kata “agein” yang bermakna memimpin. Dengan demikian, strategi dimaksudkan yakni memimpin serdadu. Lalu timbul kata strategos yang artinya pemimpin tentara pada tingkat atas. Jadi, seni manajemen yakni desain militer yang bisa diartikan sebagai seni perang para jenderal (The Art Of General).
Karl Von Clausewitz menyampaikan seorang pengsiunan jenderal Prusia dalam bukunya On War merumuskan seni manajemen ialah “sebuah seni menggunakan sarana pertempuran untuk meraih tujuan perang”. Marthin Anderson juga merumuskan strategi yaitu “seni dimana melibatkan kemampuan intelegensi/ fikiran untuk membawa semua sumber daya yang tersedia dalam meraih tujuan dengan mendapatkan keuntungan yang maksimal dan efisien”.
Everent M. Rogers seorang pakar Sosiologi Pedesaan Amerika yang kemudian lebih banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi utamanya dalam hal penyebaran penemuan membuat defenisi komunikasi ialah: “komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laris mereka”.
Dalam mengatasi dilema komunikasi, para perencana dihadapkan pada sejumlah dilema, khususnya dalam kaitannya dengan seni manajemen pengguna sumber daya komunikasi yang tersedia untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Rogers memberi batas-batas pemahaman taktik komunikasi sebagai sebuah desain yang dibentuk untuk mengubah tingkah laku manusia dalam skala yang lebih besar melalui transfer ilham-ilham gres.
Seorang pakar penyusunan rencana komunikasi Middleton menciptakan defenisi dengan menyatakan “taktik komunikasi ialah kombinasi yang terbaik dari semua komponen komunikasi mulai dari komunikator, pesan, susukan (media), penerima hingga pada efek (efek) yang dirancang untuk mencapai tujuan komunikasi yang maksimal.”[1]
Demikian pula seni manajemen komunikasi merupakan paduan dari perencanaan komunikasi (communication rencana) dan administrasi komunikasi (communication management) untuk meraih sebuah tujuan tersebut. taktik komunikasi harus dapat memberikan bagaimana operasionalnya secara taktik harus dikerjakan. Dalam arti kata bahwa pendekatan bisa berlawanan-beda setiap waktu tergantung dari situasi dan keadaan.
Seperti halnya dengan taktik dalam bidang apapun, seni manajemen komunikasi harus disokong oleh teori, alasannya teori ialah pengetahuan menurut pengalaman yang sudah diuji kebenarannya. Karena teori merupakan sebuah statement (pernyataan) dari beberapa statement yang menghubungkan yang satu dengan yang lainnya.
Sekian banyak teori komunikasi yang dikemukakan oleh para mahir, untuk strategi komunikasi yaitu teori dari seorang ilmuan politik dari Amerika Serikat yang berjulukan Harold D. Laswell yang menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menunjukan kegiatan komunikasi yaitu menjawab pertanyaan “Who Says What Channel To Whom With What Effect?”
Untuk mantapnya seni manajemen komunikasi, maka segala sesuatunya harus dipertautkan dengan komponen-unsur yang ialah jawaban terhadap pertanyaan dalam rumus Lassweel tersebut.
1.                   Who ? ( siapakah komunikatornya ?)
2.                   Says What ? ( pesan apa yang dinyatakannya?)
3.                   In which channel? (media apa yang digunakannya?)
4.                   To whom? (siapa komunikannya?)
5.                   With What Effect?(imbas apa yang dibutuhkan?)[2]
Rumus laswell ini sepertinya sederhana saja. Tetapi jika kita kaji lebih jauh, pertanyaan “efek apa yang diharapkan”, secara implisit mengandung pertanyaan lain yang perlu dijawab dengan seksama. Pertanyaan tersebut yaitu :
1.                   When (kapan dilaksanakannya?)
2.                   How (bagaimana melaksanakannya?)
3.                   Why (mengapa dilakukan demikian?)
Tambahan pertanyaan tersebut dalam taktik komunikasi sangat penting, alasannya pendekatan (approach) terhadap efek yang dibutuhkan dari suatu aktivitas komunikasi mampu berjenis-jenis yaitu: menyebarkan gosip, melakukan persuasi, dan melakukan kode.[3]
2.      Peranan Komunikator Dalam Strategi Komunikasi
Dalam taktik komunikasi peranan komunikator sangatlah penting. Strategi komunikasi mesti luwes sedemikian rupa sehingga komunikator sebagai pelaksana dapat segera melakukan pergeseran jika ada sebuah aspek yang mempengaruhi. Suatu efek yang menghalangi komunikasi bisa datang sewaktu-waktu, lebih-lebih jikalau komunikasi dilangsungkan lewat media massa. Faktor-faktor yang kuat mampu terdapat pada unsur media atau komponen komunikasi, sehingga imbas yang diharapkan tak kunjung tercapai.
Para mahir komunikasi condong untuk sama-sama berpendapat bahwa dalam melancarkan komunikasi lebih baik memanfaatkan pendekatan apa yang disebut A-A Procedure. A-A Procedure ini bahu-membahu penyederhanaan dari suatu proses yang disingkat AIDDA. Lengkapnya yaitu selaku berikut :
1.      Attetion (Perhatian)
2.      Interest (Minat)
3.      Desire (Hasrat)
4.      Decision (Keputusan)
5.      Action (Kegiatan)
Proses pentahapan komunikasi ini mengandung maksud bahwa komunikasi hendaknya dimulai dengan menghidupkan perhatian. Dalam korelasi ini komunikator mesti menyebabkan pesona. Seorang komunikator akan memiliki kemampuan untuk melakukan pergantian sikap, usulan dan tingkah laku komunikasi lewat prosedur pesona bila pihak komunikan merasa bahwa komunikator ikut serta dengannya. Sehingga dengan demikian komunikan akan bersedia untuk taat pada pesan yang dikomunikasikan oleh komunikator. Sikap komunikator yang berupaya menyamakan diri dengan komunikan akan menjadikan simpati komunikan pada komunikator.[4] Satu hal yang perlu diamati dalam menghidupkan perhatian ini yaitu dihindarkannya kedatangan himbauan yang negatif.
 Dimulainya komunikasi dengan menghidupkan perhatian merupakan permulaan suksesnya komunikasi. Apabila perhatian komunikasi telah terbangkitkan, hendaknya disusul dengan upaya menumbuhkan minat yang ialah derajat yang lebih tinggi dari perhatian. Minat yakni kelanjutan dari perhatian yang merupakan titik tolak bagi timbulnya kehendak untuk melakukan sebuah acara yang dibutuhkan komunikator. Hanya  hasrat saja yang ada pada diri komunikan, bagi komunikator belum bermakna apa-apa, alasannya mesti dilanjutkan dengan datangnya keputusan, ialah keputusan untuk melaksanakan kegiatan sebagaimana diperlukan komunikator.[5]
3.      Faktor Ethos Pada Komunikator
Dalam proses komunikasi seorang komunikator akan berhasil jika sukses menunjukkan source credibility. Artinya menjadi sumber iktikad bagi komunikan. Kepercayaan komunikan kepada komunikator ditentukan oleh kemampuan komunikator dalam bidang tugas pekerjaannya dan dapat tidaknya dia yakin. Seorang ahli hukum akan mendapat akidah jika beliau berbicara perihal dilema hukum. Demikian pula seorang dokter akan mendapatkan keyakinan jikalau dia membicarakan persoalan kesehatan. Kepercayaan pada komunikator mencerminkan bahwa pesan yang disampaikan pada komunikan dianggap olehnya sebagai benar dan sesuai dengan kenyataan. Jadinya seorang komunikator menjadi souce of credibility disebabkan adanya ethos pada dirinya, yakni apa yang dikatakan oleh Aris Toteles, dan yang hingga sekarang tetap dijadikan pemikiran, yakni good sense, good susila character and goodwill, yang oleh para cendekiawan terbaru diterjemahkan menjadi itikat baik (good intentions), dapat mengemban amanah (trustworthiness) dan kecakapan atau kesanggupan (competence or expertness).[6]
B.       Defenisi-Defenisi Kepemimpinan
Kepemimpinan (leadership) mempunyai arti yang berbeda pada orang-orang yang berbeda. Beberapa defenisi kepemimpinan adalah:
1.      Menurut Hemill & Coon: Kepemimpinan ialah sikap dari seorang individu yang memimpin acara-kegiatan sebuah kalangan kesatu tujuan yang ingin dicapai bersama.
2.      Menurut Tannenbaum,Wesehler & Masarrik: kepemimpinan ialah pengaruh antarpribadi, yang dijalankan dalam situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, kearah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu
3.      Menurut Stogdill: kepemimpinan adalah pembentukan awal serta pemeliharaan struktur dalam cita-cita dan interaksinya.
4.      Menurut Katz & Kahn: Kepemimpinan adalah  kenaikan dampak bertahap dan berada di atas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi.[7]
Defenisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mensugesti dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mensugesti untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.
Di lingkungan penduduk , dalam organisasi formal maupun non formal selalu ada seseorang yang dianggap lebih dari lainnya. Seseorang yang memiliki kesanggupan lebih tersebut lalu diangkat atau ditunjuk sebagai orang yang dipercaya untuk mengendalikan orang yang lain. Biasanya orang seperti itu disebut selaku pemimpin. Dari kata pemimpin itulah timbul ungkapan kepemimpinan. Sebagaimana tujuan Allah SWT menciptakan manusia di dunia sebagai pemimpin (Khalifah).[8] sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 30:
وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٞ فِي ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةٗۖ قَالُوٓاْ أَتَجۡعَلُ فِيهَا مَن يُفۡسِدُ فِيهَا وَيَسۡفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۖ قَالَ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ ٣٠ 
Artinya : (Ingatlah) dikala Tuhanmu berfirman terhadap para Malaikat, “bergotong-royong Aku hendak menjadikan seorang Khalifah di tampang bumi”. Mereka berkata apakah Engkau hendak menimbulkan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu? “Dia berfirman, “Sungguh Aku Mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah: 30)[9]
Konsep kepemimpinan erat sekali relevansinya dengan kekuasaan pemimpin dalam menemukan alat untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya. Pada dasarnya kesanggupan untuk mempengaruhi orang atau suatu kelompok untuk meraih tujuan tersebut ada komponen kekuasaan. Kekuasaan tak lain adalah kemampuan untuk melaksanakan apa yang dinginkan oleh pihak yang lain.
Di dalam Islam kepemimpinan identik dengan istilah Khalifah yang bermakna wakil. Pemakaian kata Khalifah setelah Rasulullah SAW wafat menjamah juga maksud yang terkandung di dalam perkataan “Amir” (yang jamaknya umara) atau penguasa. Selain kata Khalifah disebutkan juga Ulil Amri yang satu akar dengan kata Amir sebagaimana disebutkan di atas. Kata Ulil Amri mempunyai arti pemimpin tertinggi dalam penduduk Islam.[10] Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah An-Nisa’(4) ayat 59 :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلًا ٥٩ 
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan Taatilah Rasul-Nya dan Ulil Amri diantara kau. Kemudian jika kau berlainan usulan wacana sesuatu, maka kembalilah kamu terhadap Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kau beriman terhadap Allah dan hari lalu. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. Al-Nisa’: 59)[11]
C.      Perilaku Kepemimpinan Dalam Islam
Al-Qur’an begitu kaya dengan cerita-cerita umat masa lalu selaku pelajaran dan materi renungan bagi umat yang mau datang, dengan pendekatan Islami ini, diperlukan akan simpulan pada pemimpin yang memiliki perilaku seperti para Nabi atau Rasul. Dalam kepemimpinan Islam menunjukkan konsep perihal sikap seorang pemimpin sebagaimana yang terdapat dalam eksklusif Rasul. Yang mana kepemimpinan Nabi atau Rasul ditunjang dengan sifat-sifat terpuji. Adapun sifat-sifat para Nabi dan Rasul yakni; 1). Jujur (shiddiq), 2). Dapat diandalkan (amanah), 3). Menyampaikan (tabligh), 4). Cerdas (fathanah). Sifat atau karakteristik diatas diterangkan selaku berikut :[12]
a.      Shiddiq
Sifat shiddiq adalah poros utama kenabian yang menjadi sentra orbitnya. Semua yang disampaikan para Nabi sepenuhnya ialah suatu kebenaran dan kejujuran yang murni serta mustahil menyalahi hakikat kebenaran. Bahkan dikala menerangkan keistimewaan para Nabi, Al-Qur’an menyebutkan sifat yang satu ini dalam surah Maryam ayat 41:[13]
وَٱذۡكُرۡ فِي ٱلۡكِتَٰبِ إِبۡرَٰهِيمَۚ إِنَّهُۥ كَانَ صِدِّيقٗا نَّبِيًّا ٤١
Artinya: “ ceritakanlah (hai Muhammad) cerita Ibrahim di dalam Al-Kitab (Al-Qur’an) ini. Sesungguhnya Dia ialah orang Shiddiq (yang sungguh membenarkan) lagi seorang Nabi.” (QS. Maryam: 41).[14]
Shiddiq ialah sifat/karakteristik Nabi Muhammad SAW yang berarti benar dan jujur dalam sepanjang kepemimpinannya. Benar dalam mengambil keputusan-keputusan yang menyangkut visi dan misi, efektif dan efisien dalam implementasi dan operasionalnya di lapangan.[15]
b.      Amanah
Amanah artinya dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan credible. Amanah bisa juga memiliki arti keinginan untuk menyanggupi sesuatu dengan ketentuan. Amanah juga memiliki arti mempunyai tanggung jawab dalam melaksanakan peran dan kewajiban yang diberikan kepadanya. Sifat/karakteristik amanah ini akan membentuk kredibilitas yang tinggi dan perilaku sarat tanggung jawab pada setiap individu muslim.[16]
Sifat kedua yang dimiliki para Nabi adalah amanah. Kata “amanah” ialah asal kata yang memiliki sifat keimanan yang kemudian berkonsekuensi pada munculnya sifat amanah. Sebagaimana halnya para Nabi berada di puncak keimanan, mereka juga berada di puncak sifat amanah. Sifat amanah yang dimiliki para Nabi begitu mencoloksehingga dapat dilihat oleh siapa pun. Al-Qur’an sendiri menawarkan sifat amanah yang dimiliki para Nabi dalam surah Asy-Syu’ara ayat 105-108 :[17]
كَذَّبَتۡ قَوۡمُ نُوحٍ ٱلۡمُرۡسَلِينَ ١٠٥  إِذۡ قَالَ لَهُمۡ أَخُوهُمۡ نُوحٌ أَلَا تَتَّقُونَ ١٠٦ إِنِّي لَكُمۡ رَسُولٌ أَمِينٞ ١٠٧  فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُونِ ١٠٨
Artinya : “kaum Nuh sudah mendustakan para Rasul. Ketika kerabat mereka (Nuh) berkata terhadap mereka: “Mengapa kalian tidak bertakwa? Sesungguhnya Aku ialah seorang Rasul dogma (yang diutus) kepada kalian, maka bertakwalah terhadap Allah dan taatlah kepadaku.” (QS Asy-Syu’ara: 105-108).[18]
            Dalam ayat ini dinyatakan bahwa dulu Nabi Nuh a.s berkata terhadap kaumnya, “kenapa kalian tidak inginbertakwa? Padahal saya adalah Rasul yang terpercaya untuk kalian serta tidak pernah bersikap khianat.” Demikianlah di dalam ayat ini kata amanah yang menjadi sifat para Rasul, terlontar langsung dari ekspresi seorang Rasul yang mulia.
Sebelum seluruhnya bermula, Rasulullah adalah sosok yang terpercaya atas risalah yang diberikan Allah SWT, sehingga sama sekali tidak mungkin untuk dibayangkan bahwa ia akan menyelewengkan amanah ini. Beliau yakni yang paling terpercaya di antara semua makhluk. Sehingga semua makhluk dapat meletakkan dogma dan bersikap damai kepada beliau, karena Rasulullah telah memperlihatkan betapa dahsyatnya kadar sifat amanah yang beliau miliki. Itulah sebabnya Rasulullah mampu menebarkan rasa percaya, ketentraman, dan ketenangan ke dalam jiwa seluruh umat manusia.[19]
c.       Tabligh
Tabligh ialah sifat ketiga yang dimiliki para Anbiya. Tabligh yakni “menyampaikan dan memperjelas kebenaran Islam”  atau mengartikannya sebagai, “menyeru terhadap yang baik dan menangkal dari yang mungkar (amar ma’ruf nahi munkar), maka kesudahannya sama saja. Kedua pemahaman itu sama-sama menjelaskan kebenaran agung yang menjadi salah satu di antara sekian banyak kebenaran yang bekerjasama dengan kenabian. Tabligh ialah tujuan dari keberadaan setiap Nabi. Kalau bukan demi melaksanakan tabligh, pastilah diutusnya para Rasul akan menjadi tidak berguna dan tak bermakna. Seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur’an surah Al-Anbiya’ ayat 107 yaitu:[20]
وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ ١٠٧
Artinya :“dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya’:107).[21]
d.      Fathanah
Yang dimaksud dengan “kecerdasan” (AL-Fathanah) ialah “memenangkan logika dengan logika”. Kita mampu menyebut sifat para Nabi sebagai “nalar kenabian” (Manthiq An-Nubuwwah). Pola akal ini meliputi seluruh aspek mulai dari faktor roh, hati, perasaan, dan berbagai lathifah (esensi batiniah) lain yang digabungkan dalam kesatuan tunggal yang utuh. Disebabkan sedemikian pentingnya fungsi logika kenabian (Al-Fathanah An-Nabawiyyah) itulah sebabnya semua Nabi pasti mempunyai sifat fathanah. Jika para Rasul tidak mempunyai sifat fathanah, mereka tentu tidak akan bisa menjawab tantangan musuh-lawan mereka dan tidak akan bisa menjelaskan berbagai pertanyaan para pengikut mereka.[22]
Fathanah mampu diartikan juga selaku intelektual, kebijaksanaan, dan akal. Sifat/karakteristik ini dapat menumbuhkan kreatifitas dan kesanggupan untuk melaksanakan aneka macam macam penemuan yang berfaedah.
Berdasarkan sifat-sifat para Nabi dan Rasul tersebut, Al-Mawardi dalam bukunya mensyaratkan seorang pemimpin harus mempunyai perilaku yang diperagakan dalam kepemimpinan Nabi Muhammad SAW yang sudah dijelaskan mirip di atas.[23]
D.      Pola dan Gaya Kepemimpinan
Pola kepemimpinan yakni sebagai bentuk kepemimpinan yang di dalamnya diimplementasikan satu atau lebih perilaku kepemimpinan selaku perilakunya. Sedangkan gaya kepemimpinan selaku perilaku atau cara yang diseleksi dan dipergunakan oleh pemimpin dalam menghipnotis pikiran, perasaan, perilaku dan perilaku anggota organisasi atau bawahannya. Dalam keterangan lain dibilang bahwa, teladan kepemimpinan adalah suatu bentuk dasar kepemimpinan manusia. Dimana dalam memimpin ia condong mengikuti tabi’at yang dimiliki. Sedangkan gaya kepemimpinan yaitu ialah norma perilaku yang dipakai oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba menghipnotis perilaku orang lain.[24]
Adapun contoh dan gaya kepemimpinan yang diakui keberadaannya adalah:
a.       Pola Kepemimpinan
1.      Pola Kepemimpinan Otoriter
Para pemimpin otoriter memusatkan kuasa dan pengambilan kepuasan bagi dirinya sendiri. Mereka menata suasana kerja yang rumit bagi para pegawai, yang melakukan apa saja yang diperintahkannya. Pemimpin berwewenang sarat dan memikul tanggung jawab sepenuhnya.
2.      Pola Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan ini pendekatannya dalam mengerjakan fungsi-fungsi kepemimpinannya adalah pendekatan yang holistik dan integralistik (tepat). Seorang pemimpin yang demokratis biasanya menyadari bahwa mau tidak mau  sebuah organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara terang aneka ragam peran dan acara yang tidak mampu tidak harus dilakukan demi tercapainya tujuan dan berbagai sasaran organisasi.
3.      Pola Kepemimpinan Laissez Faire
Pemimpin dalam teladan ini berkedudukan selaku simbol atau perlambang organisasi. Kepemimpinan dilaksanakan dengan memperlihatkan kebebasan kepada semua anggota organisasi dalam memutuskan keputusan dan pelaksanannya menurut keinginanmasing-masing. Kepemimpinan ini juga disebut kepemimpinan bebas kontrol.[25]
b.      Gaya Kepemimpinan
1.      Gaya Kepemimpinan Paternalistik
Gaya kepemimpinan paternalistik yakni pemimpin yang kiprahnya diwarnai oleh sikap kebapak-bapakan dalam arti kata bersifat melindungi, mengayomi, dan membantu anggota organisasi yang dipimpinnya. Tipe pemimpin yang paternalistik masih banyak terdapat di penduduk yang masih tradisional, lazimnya di masyarakat agraris.
2.      Gaya Kepemimpinan Karismatik
Kepemimpinan Karismatik didasarkan pada mutu luar biasa yang dimiliki seseorang sebagai pribadi. Perkataan karisma diartikan selaku keadaan atau talenta yang dihubungkan dengan kesanggupan yang luar biasa dalam hal kepemimpinan seseorang untuk menghidupkan pemujaan dan rasa kagum dari penduduk kepada dirinya.[26]
3.      Gaya Kepemimpinan Situasional
Teori ini menekankan bahwa pemimpin yang tepat untuk menjadi pemimpin pada kondisi tertentu, belum tentu cocok untuk menjadi pemimpin pada keadaan yang lain. Menurut As-Suwaidan teori kepemimpinan ini terbaik dan sudah terbukti sukses dalam dunia nyata. Dengan kata lain, mustahil suatu organisasai cuma dipimpin dengan teladan kepemimpinan tunggal untuk segala suasana, khususnya kalau organisasi terus berubah menjadi kian besar.
4.      Gaya Kepemimpinan Transformasional
Gaya Kepemimpinan Transformasional ialah gaya kepemimpinan yang menawarkan wangsit pengikutnya untuk bertindak melebihi kepentingan langsung mereka demi kebaikan organisasi dan memiliki pengaruh yang dalam dan luar biasa pada pengikutnya.
5.      Gaya Kepemimpinan Transaksional
Gaya kepemimpinan ini adalah gaya yang pemimpinnya membimbing atau memotivasi pengikutnya menuju kesasaran yang ditetapkan dengan memperjelas peran dan patokan tugas. Pola korelasi yang dikembangkan kepemimpinan transaksional yakni berdasarkan suatu metode timbal balik (transaksi) yang sangat menguntungkan (mutual system of reinforcement), adalah pemimpin mengetahui keperluan dasar para pengikutnya, dan pemimpin mendapatkan adaptasi atas cara kerja dari para pengikutnya tersebut.[27]
E.       Manajemen Komunikasi Pimpinan
Organisasi yang merupakan kerangka kerja (frame of work) dari sebuah administrasi adalah sebuah yang menawarkan adanya pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang jelas antara pimpinan dengan bawahan dalam sebuah tata cara manajemen terbaru. Jabatan pemimpin dalam manajemen berfungsi sebagai pemimpin sekelompok karyawan, beliau berwewenang untuk membentuk kelompok-kelompok kecil, mengangkat ketua golongan dan lalu menciptakan mereka melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing.[28]
Komunikasi dalam suatu administrasi organisasi bersifat tiga dimensi adalah sebagai berikut:
a.       Komunikasi Vertikal
Komunikasi vertikal adalah komunikasi dua arah timbal balik. Komunikasi jenis ini memegang peranan cukup vital dalam melakukan fungsi-fungsi manajemen, ialah komunikasi dari atas ke bawah (downward communication). Dalam arus komunikasi vertikal dari atas ke bawah, pihak pimpinan menawarkan aba-aba, isyarat , berita, penjelasan dan penugasan lain sebagainya kepada ketua unit/ kalangan dan bawahan. Kemudian arus komunikasi dari bawah ke atas diberikan dalam bentuk bawahan mendapatkan laporan, pelaksanaan tugas, sumbang saran dan sampai pengaduan kepada pimpinanya masing-masing.
            Di sinilah pentingnya peranan komunikasi dalam administrasi adalah menunjang kesuksesan, selaku landasan kebijaksanaan/keputusan yang diambil pimpinan, untuk mencapai tujuan dan sasaran bareng pada suatu organisasi. Akan namun pelaksanaan fungsi administrasi tersebut tidak akan mungkin sukses kalau tata cara komunikasi manajemen itu hanya berjalan satu arah (one way communication).[29]
b.      Komunikasi Horizontal
Komunikasi horizontal merupakan komunikasi satu level yang terjadi antara para karyawan dengan karyawan lainnya, antara pimpinan satu departemen dengan pimpinan departemen yang lain dalam satu tingkatan dan lain sebagainya. Bisa komunikasi horizontal yang bersifat komunikasi silang (cross communication), artinya mampu melebar kesamping atau juga secara diagonal antar para karyawan, kepala seksi dan departemen dalam suatu metode komunikasi yang digunakan oleh organisasi atau lembaga.
c.       Komunikasi Eksternal
Komunikasi eksternal berlangsung atau terjadi dua arah antara pihak organisasi/forum dengan pihak luar. Misalnya komunikasi dengan pihak kreditur (perbankan), rekan bisnis/perjuangan, pelanggan, relasi komunitas, suplier, pemasok, kelompok pers, pejabat pemerintah dan lain sebagainya. Keberhasilan dalam membina komunikasi eksternal ini, juga sekaligus merupakan keberhasilan pihak pejabat dalam upaya mendapatkan bantuan, pemahaman, iman, partisipasi, kerjasama, dan lain sebagainya.[30]
F.       Komunikasi Yang Digunakan Oleh Pemimpin
a.       Komunikasi Interpersonal
Meskipun kegiatan interpersonal merupakan aktivitas yang sungguh secara umum dikuasai dalam kehidupan sehari-hari, tetapi tidaklah mudah memperlihatkan defenisi yang mampu diterima dari semua pihak. Sebagaimana layaknya desain-desain dalam ilmu sosial lainnya, komunikasi interpersonal juga memiliki banyak defenisi sesuai dengan persepsi hebat-jago komunikasi yang memberikan batasan pengertian.
Trenhholm dan Jensen mendefenisikan komunikasi interpersonal sebagai komunikasi antara dua orang yang berlangsung secara tatap tampang. Sifat komunikasi ini yaitu: (a) spontan dan informal; (b) saling menerima feedback secara optimal; (c) partisipan berperan fleksibel. Littlejohn menunjukkan defenisi komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) ialah komunikasi antara individu-individu. Agus M. Hardjana menyampaikan, komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang. Dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan peserta pesan dapat mendapatkan dan merespon secara eksklusif pula. Pendapat senada dikemukakan oleh Deddy Mulyana bahwa komunikasi interpersonal yakni komunikasi antara orang-orang secara tatap wajah, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non mulut. Menurut Devito, Komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan kesempatan untuk memperlihatkan umpan balik secepatnya.
Komunikasi interpersonal pada hakikatnya ialah sebuah proses. Kata lain dari proses, ada yang menyebut selaku transaksi dan interaksi. Transaksi perihal apa? Mengenai gagasan, ide, pesan, simbol, isu, atau message. Sedangkan perumpamaan interaksi mengesankan adanya suatu tindakan yang berbalasan. Dengan kata lain suatu proses hubungan yang saling efek mempengaruhi. Jadi interaksi sosial yakni suatu proses bekerjasama yang dinamis dan saling imbas mempengaruhi antarmanusia. Di dalam kata “proses” terdapat pula makna adanya kegiatan, adalah acara membuat, mengirimkan, mendapatkan, dan menginterpretasi pesan.[31]
b.      Komunikasi Persuasif
Istilah “persuasi” atau dalam bahasa Inggris Persuasion berasal dari kata Latin persuasio, yang secara harfiah memiliki arti hal membujuk, hal mengajak atau meyakinkan. Aspek komunikasi ini menerima penelaah banyak jago komunikasi alasannya adalah memang amat penting untuk segala bidang kehidupan: sosial, ekonomi, politik, diplomasi dan lain-lain. Meskipun para ahli mengkajinya dengan pendekatan yang berlawanan, tetapi ada kesamaan yang hakiki.
Kenneth E. Andersen dalam bukunya, Introduction to Communication Theory and Practice, mendefinisikan persuasi yakni sebuah proses komunikasi antarpersonal dimana komunikator berusaha dengan memakai lambang-lambang untuk mempengaruhi kognisi akseptor, jadi secara sengaja mengganti sikap atau acara mirip yang diinginkan komunikator.
Andersen menghalangi pemahaman persuasi hanya pada komunikasi antarpersonal. Dalam penjelasannya perihal pemahaman persuasi itu, beliau mengatakan bahwa ada tiga pergeseran pemfokusan yang penting antara batasan persuasi dengan komunikasi. Pertama, komunikasi didefenisikan selaku upaya mensugesti kognisi, yaitu mengakibatkan efek pada kognisi itu. Pada persuasi efek pada kognisi diupayakan untuk menghasilkan pergeseran pada perilaku, keyakinan, nilai atau tindakan (kognisi mempunyai arti kesadaran atau asumsi).
Penggeseran kedua yaitu penekanan pada kesengajaan dari pergeseran, yaitu menyebabkan perubahan tanpa menggunakan paksaan. Pergeseran ketiga dari pementingan dari defenisi persuasi ialah pergeseran pada perilaku atau kegiatan yang diharapkan oleh komunikator.
            Edwin P. Bettinghause dalam bukunya, persuasive communication, tidak mendefenisikan persuasi, tetapi pribadi menghubungkan dengan pengertian komunikasi persuasif. Ia menyampaikan “Agar bersifat persuasif sebuah suasana komunikasi mengandung upaya yang dilakukan oleh seseorang dengan sadar untuk mengganti perilaku orang lain atau sekelompok orang lain dengan menyampaikan beberapa pesan”. Defenisi Bettinghause ini sederhana saja. Menurut dia yang diubah dengan secara sadar itu hanya sikap.[32]
c.       Komunikasi Kelompok
Kelompok yaitu sekumpulan orang-orang yang terdiri dari dua atau tiga orang bahkan lebih. Kelompok memiliki kekerabatan yang intensif di antara mereka satu sama yang lain, utamanya golongan primer, intensitas korelasi di antara mereka ialah kriteria utama yang dilaksanakan oleh orang-orang dalam kelompok tersebut.[33]
Di dalam organisasi juga sering ditemui adanya komunikasi dalam kelompok-golongan kecil, mirip dalam rapat-rapat, pertemuan dan komunikasi dalam kalangan kerja. Berdasarkan hasil penelitian dinyatakan bahwa kebanyakan organisasi menggunakan kelompok-kalangan dalam pekerjaan sehari-hari.
Menurut Tillmaan kalangan ialah bagian integral dari semua organisasi, rata-rata anggota pimpinan tingkat menengah dan atas menghabiskan seperempat atau sepertiga dari waktu kerja mereka sehari-hari untuk berdiskusi. Karena diskusi golongan kecil dalam rapat-rapat dalam aneka macam bentuk nampaknya lazim dalam semua aspek penduduk dan utamanya organisasi, ialah bermanfaat untuk mempelajari komunikasi golongan kecil tersebut.
Menurut Shaw ada enam cara untuk mengidentifikasi suatu golongan. Berdasarkan hal itu kita dapat menyampaikan bahwa komunikasi golongan kecil yakni sebuah kumpulan individu yang mampu menghipnotis satu sama lain, menemukan beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan berkomunikasi tatap tampang. Jika salah satu dari bagian ini hilang individu yang terlibat tidaklah berkomunikasi dalam kelompok kecil.[34]
d.      Komunikasi Satu Tahap
Dalam hal penyampaian pesan dari komunikator terhadap komunikan, banyak cara yang ditempuh, hal ini sungguh tergantung pada macam-macam tingkat pengetahuan, pendidikan, sosial budaya dari pihak komunikan, sehingga komunikator harus menyaksikan tata cara apa seharusnya digunakan, agar pesan yang disampaikan tentang target.
Komunikasi Satu Tahap (One Step Flow Communications) di mana komunikator mampu mengantarpesan (sesuai dengan tujuan instansinya) pribadi kepada komunikan/penduduk , sehingga akan muncul kemungkinan terjadi proses komunikasi satu arah (tak ada respon dari masyarakat) atau proses komunikasinya dua arah (adanya umpan balik dari masyarakat).  dalam hal ini komunikator harus mampu membedakan pesan-pesan yang disampaikan dengan cara komunikasi satu tahap, karena umumnya komunikator eksklusif bertatap wajah sehingga sungguh-sungguh dapat menguasai medan.[35]
G.      Media  Komunikasi
Media yaitu alat atau sarana yang dipakai untuk menyampaikan pesan dari komunikator terhadap khalayak. Ada beberapa pakar psikologi menatap bahwa dalam komunikasi antar manusia, media yang paling mayoritas dalam berkomunikasi yaitu pancaindra manusia, mirip mata dan indera pendengaran. Pesan-pesan yang diterima pancaindra selanjutnya diproses dalam pikiran insan untuk menertibkan dan menentukan sikapnya kepada sesuatu, sebelum ditanyakan dalam tindakan. Akan namun media yang dimaksud di sini ialah media yang digolongkan atas empat macam, adalah media antarpribadi, media golongan, media publik dan media massa.[36]
a.       Media Antarpribadi
Untuk hubungan perorangan (antarpribadi), media yang tepat digunakan adalah kurir (utusan), surat, dan telepon. Kurir banyak digunakan oleh orang-orang dulu kala untuk menyampaikan pesan. Di kawasan-kawasan pedalaman pemakaian kurir selaku media komunikasi masih banyak didapatkan. Surat adalah media komunikasi antarpribadi yang makin banyak dipakai, khususnya dengan makin meningkatnya fasilitas pos serta penduduk yang dapat menulis dan membaca. Surat mampu memuat pesan-pesan yang sifatnya eksklusif, tertutup, dan tak terbatas oleh waktu dan ruang. Media komunikasi antarpribadi lainnya yakni telepon. Sejak ditemukannya teknologi seluler, pengguna telepon genggam (handphone) semakin marak di golongan anggota penduduk . Mulai dari kelompok pebisnis, ibu-ibu, mahasiswa, pelajar, supir, sampai penjual sayur. Ini membuktikan bahwa pemakaian telepon tidak lagi dimaksudkan selaku simbol prestise, melainkan lebih banyak dipakai untuk kepentingan bisnis, kantor, organisasi, dan problem keluarga. Begitu pula dikala tata cara pengirim pesan pendek SMS (short message system) diperkenakan oleh para pemasokjasa telekomunikasi, pengguna telepon genggam berkembangsecara tajam di golongan penduduk .
b.      Media Kelompok
Dalam kegiatan komunikasi yang melibatkan khalayak lebih dari 15 orang, maka media komunikasi yang banyak digunakan yakni media golongan, contohnya rapat, pelatihan dan pertemuan. Rapat lazimnya dipakai untuk membahas hal-hal penting yang dihadapi oleh sebuah organisasi. Seminar yaitu media komunikasi kalangan yang biasa didatangi oleh khalayak tidak lebih dari 150 orang. Tujuannya yaitu membahas sebuah problem dengan memperlihatkan pembicaraan. Seminar lazimnya membahas topik-topik tertentu yang hangat dipermasalahkan oleh masyarakat. Konferensi yaitu media komunikasi golongan yang biasanya didatangi oleh anggota dan pengelola dari organisasi-organisasi tertentu.
Media kalangan masih banyak didapatkan dalam masyarakat pedesaan dengan menggunakan banyak nama, antara lain tudang sipulung di Sulawesi Selatan. banjar di Bali, rembuk desa di Jawa, dan sebagainya. Sementara bagi penduduk kota media kelompok banyak dipakai dalam bentuk organisasi profesi, organisasi olahraga, pengajian, arisan, dan organisasi sosial yang lain.[37]
c.       Media publik
Kalau khalayak telah lebih dari 200 orang, maka media komunikasi yang dipakai umumnya disebut media publik, contohnya rapat akbar, rapat raksasa dan semacamnya. Dalam rapat akbar, khalayak berasal dari aneka macam macam bentuk, namun masih mempunyai homogenitas, contohnya kesamaan partai, kesamaan agama, kesamaan kampung dan lain-lain. Dalam rapat akbar (public media) khalayak melihat pribadi pembicara yang tampil di atas podium, bahkan umumnya sehabis mereka berbicara, mereka turun berjabat tangan dengan para pendengar sehingga terjalin keakraban di antara mereka meski kadangkala pembicara tidak dapat mengidentifikasi satu persatu pendengaarnya.
d.      Media massa
Jika khalayak tersebar tanpa dimengerti dimana mereka berada, maka biasanya dipakai media massa. Media massa ialah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (peserta) dengan memakai alat-alat komunikasi mekanis mirip surat kabar, film, radio, dan televisi.[38]
Harold Laswell dan Charles Wright ialah sebagian pakar yang sungguh-sungguh serius menimbang-nimbang fungsi dan peran media massa dalam masyarakat. Laswell mencatat ada 3 fungsi media massa: observasi lingkungan, kekerabatan bab-bagian dalam penduduk untuk merespon lingkungan dan penyampaian warisan masyarakat dari satu generasi ke generasi berikutnya.[39]
Karakteristik media massa ialah selaku berikut:
1. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengurus media berisikan banyak orang, adalah mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai pada penyuguhan info.
2. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dikerjakan kurang memungkinkan terjadinya obrolan antara pengirim dan peserta. Kalau terjadinya reaksi atau umpan balik, lazimnya memerlukan waktu dan tertunda.
3. Meluas dan bersama-sama, artinya dapat menangani rintangan waktu dan jarak, sebab beliau mempunyai kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, di mana isu yang disampaikan diterima oleh banyak orang pada saat yang sama.
4. Memakai perlengkapan teknik atau mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar dan semacamnya.
5. Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa pun dan dimana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin, dan suku bangsa.[40]
H.      Pengertian Merekrut
Arun Monappa dan Mirza S. Saiyadain beropini bahwa “ rekrutment is the generating of application or aplicants for specific positions”. Artinya penarikan pegawai ialah memproses lamaran atau memproses calon-calon pegawai untuk posisi pekerjaan tertentu. Dale Yoder mengatakan bahwa penarikan pegawai meliputi identifikasi dan evaluasi sumber-sumbernya, tahapan dalam proses keseluruhan menjadi untuk organisasi, lalu dilanjutkan dengan mendaftar kesanggupan penarikan, seleksi, penempatan dan orientasi.[41] Jadi, Rekrutmen didefenisikan sebagai praktik atau acara apapun yang dilaksanakan oleh organisasi untuk mengidentifikasi dan menarik para karyawan berpotensi.[42]
I.         Hambatan-Hambatan Komunikasi
Jika kita menyaksikan komunikasi sebagai suatu sistem, gangguan komunikasi mampu terjadi pada semua elemen atau bagian-komponen yang mendukungnya, tergolong faktor lingkungan di mana komunikasi itu terjadi. Menurut Shannon dan Weaver, gangguan komunikasi terjadi kalau terdapat intervensi yang mengusik salah satu komponen komunikasi, sehingga proses komunikasi tidak mampu berlangsung secara efektif. Sedangkan rintangan komunikasi dimaksudkan adalah adanya hambatan yang membuat proses komunikasi tidak mampu berlangsung sebagaimana keinginan komunikator dan penerima. Meski gangguan dan rintangan dapat dibedakan, namun sesungguhnya rintangan komunikasi mampu juga terjadi disebabkan alasannya adanya gangguan. Gangguan atau rintangan komunikasi intinya dapat dibedakan atas tujuh macam, yakni selaku berikut :
1.      Gangguan Teknis
Gangguan teknis terjadi jika salah satu alat yang dipakai dalam berkomunikasi mengalami gangguan, sehingga info yang ditrasmisi lewat akses mengalami kerusakan (channel noise). Misalnya gangguan pada stasiun radio atau TV, gangguan jaringan telepon, rusaknya pesawat radio sehingga terjadi suara bising dan semacamnya.[43]
2.    Gangguan Semantik dan Psikologis
Ganguan semantik adalah gangguan komunikasi yang disebabkan sebab kesalahan pada bahasa yang digunakan. Gangguan semantik lebih rumit, kompleks dan sering kami muncul. Bisa dikatakan gangguan semantik yaitu gangguan dalam proses komunikasi yang diakibatkan oleh pengirim atau penerima pesan itu sendiri.[44] Gangguan semantik sering terjadi sebab :
a.       Kata-kata yang digunakan terlampau banyak menggunakan jargon bahasa ajaib sehingga sulit diketahui.
b.         Bahasa yang dipakai pembicara berlawanan dengan bahasa yang dipakai oleh akseptor.
c.         Struktur bahasa yang digunakan tidak sebagaimana mestinya, sehingga membingungkan peserta.
d.        Latar belakang budaya yang menimbulkan salah pandangan terhadap simbol-simbol bahasa yang digunakan.
Seperti halnya dengan gangguan teknis, maka gangguan semantik ialah suatu hal yang sungguh peka dalam berkomunikasi. Selain gangguan semantik, juga terdapat gangguan psikologis. Rintangan psikologis terjadi karena adanya gangguan yang disebabkan oleh duduk perkara-masalah dalam diri individu. Misalnya rasa curiga peserta kepada sumber, suasana berduka atau alasannya adalah gangguan kejiwaan sehingga dalam peserta dan bantuan info tidak sempurna.
3.         Rintangan Fisik
Rintangan fisik yakni rintangan yang disebabkan alasannya kondisi geografis contohnya jarak yang jauh sehingga sulit dicapai, tidak adanya fasilitas Kantor Pos, Kantor Telepon, jalur trasportasi dan semacamnya. Dalam komunikasi antar insan, rintangan fisik mampu juga diartikan karena adanya gangguan organik, adalah tidak berfungsinya salah satu pancaindra pada penerima.[45]
4.        Rintangan Status
            Rintangan status yakni rintangan yang disebabkan alasannya adalah jarak sosial di antara penerima komunikasi, contohnya perbeedaan status antara senior dengan ingusan atau atasan dan bawahan. Perbedaan seperti ini lazimnya menuntut sikap komunikasi yang senantiasa memperhitungkan kondisi dan budpekerti yang telah membudaya dalam penduduk , ialah bawahan condong hormat pada atasannya, atau rakyat pada raja yang memimpin.
5.        Rintangan Kerangka Berfikir
            Rintangan kerangka berfikir yaitu rintangan yang disebabkan adanya perbedaan persepsi antara komunikator dan khalayak kepada pesan yang digunakan dalam berkomunikasi. Ini disebabkan alasannya latar belakang pengalaman dan pendidikan yang berlawanan. Dalam studi ini pernah dilaksanakan oleh William tentang efektivitas pembaruan acara KKN di pedesaan, ditemukan bahwa mahasiswa KKN condong memakai kerangka berpikir teoritis, sementara penduduk desa condong berfikir pada hal-hal yang mudah. William lebih jauh menyatakan bahwa, rintangan yang merepotkan teratasi pada hakikatnya berada antara fikiran seseorang dengan orang lain.
6.      Rintangan Budaya
            Rintangan budaya adalah rintangan yang terjadi disebabkan karena adanya perbedaan norma, kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut oleh pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi. Di negara-negara sedang meningkat penduduk cenderung mendapatkan info dari sumber yang banyak memiliki kesamaan dengan dirinya, seperti bahasa, agama, dan kebiasaan-kebiasaan lainnya.[46]
           
  Ideologi Didefinisikan Selaku Kumpulan Rancangan Bersistem Yang Dijadikan Asaspendapat Yan
BAB III
Metodologi Penelitian
A.      Lokasi dan Jadwal Penelitian
Lokasi penelitian ini dikerjakan di TPQ Miftahul Ulum  Gampong Paya Bujok Blang pase Kecamatan Langsa Kota, Kabupaten Kota Langsa. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pengamatan terdahulu yang sangat menunjang cita-cita penulis untuk melakukan penelitian di TPQ tersebut. Selain itu lokasi penelitian ini tidak jauh dari kawasan tinggal peneliti, sehingga mempersingkat waktu perjalanan ke lokasi observasi dan penghematan ongkos.
Penelitian ini akan dilaksanakan selama lima bulan ( 20 November 2015 – Maret 2016) agenda ini akan dilaksanakan setepat mungkin, yang akan dijadikan sebagai pola dan target oleh peneliti dalam solusi penelitian.
B.       Jenis Penelitian dan Pendekatan
Jenis penelitian yang akan penulis kerjakan ialah penelitian lapangan (Field Research) yakni penelitian yang terjun kelapangan. Adapun jenis data diadaptasi dengan permasalah yang akan diteliti. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengungkapkan secara mendalam fenomena yang ada. Oleh alasannya adalah itu, diharapkan sebuah pendekatan, rancangan dan metode yang cocok dengan maksud penelitian tersebut.
Adapun pendekatan yang dilakukan ialah pendekatan kualitatif dengan sistem deskriptif. Pendekatan kualitatif ialah observasi yang berniat untuk mengerti fenomena wacana apa yang dialami oleh subjek penelitian contohnya sikap, persepsi, motivasi, langkah-langkah dan lain-lain. Dengan bentuk deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa[1], pada sebuah konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai tata cara alamiah. Tujuan observasi deskriptif yakni untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat perihal fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau kawasan tertentu.[2]
C.      Jenis Data
Lexy J. Moleong menerangkan bahwa yang dimaksudkan dengan jenis data yakni “kata-kata, langkah-langkah, sumber data tertulis foto dan statistik.[3]
Maka dari pernyatan tersebut jelas mampu diketahui bahwa jenis data yang diharapkan ialah segala sesuatu yang dapat dijadikan selaku referensi atau sumber dalam suatu observasi, baik itu kata-kata, langkah-langkah, sumber data tertulis, foto, dan statistik.
D.      Sumber Data
Penentuan sumber data merupakan suatu keperluan yang penting dalam suatu observasi karena adanya sumber data maka hasil penelitian akan lebih tepat dan akurat. Penelitian ini memakai dua sumber data ialah :
1.    Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dilapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang membutuhkan.[4] Data primer (utama) yaitu sumber data utama yang diperoleh pribadi dari objek observasi yakni yang diperlukan pada penelitian tersebut. Adapun sumber data primer di sini ialah: Pimpinan TPA, dewan guru, dan orang tua santri.
2.      Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan observasi kepustakaan (Library Research).[5] Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melaksanakan observasi dari sumber-sumber yang sudah ada. Data ini umumnya diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan-laporan observasi terdahulu.[6]
            Data sekunder diperoleh dari sumber tidak eksklusif yang biasanya berupa data dokumentasi dan arsip-arsip resmi. Riset perpustakaan ini lazimnya dilaksanakan dengan mencari data atau isu riset lewat membaca jurnal ilmiah, buku-buku rujukan dan bahan-materi publikasi yang tersedia di perpustakaan. Adapun sumber data yang dimaksud oleh peneliti adalah: dokumen, buku-buku dan arsip santri.
E.       Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam observasi ini ialah:
1.      Wawancara
Wawancara ialah sebuah teknik pengumpulan data penelitian lewat pelaksanaan yang bermaksud untuk memperoleh informasi ihwal orang, peristiwa, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, legalisasi, dan keseriusan.
Wawancara ialah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak ialah pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang menunjukkan balasan atas pertanyaan tersebut.[7]
Dalam penelitian ini peneliti menyelenggarakan wawancara dengan pimpinan TPQ, dewan guru, dan orang tua santri.
Sumber Informasi (Key Informan)
Tabel 03.1 Informan Utama
No.
Nama
Alamat
Jenis kelamin
Jabatan
Status
1
Tgk. Nurdin Latif
Gp. Paya Bujok Blang Pase
Laki-laki
Pimpinan
Kawin
2
Cut Eva Tursina, S.pd
Matang Seulimeng
Perempuan
Sekertaris
Belum kawin
Tabel 03.2 Informan Menengah
No
Nama
Alamat
Jenis kelamin
Jabatan
Status
1
Maulida Sari, S.Pd.i
PB. Blang Pase
Perempuan
Guru siang
Belum kawin
2
Nezatul Kamal
Gp. Blang Seunibong
Perempuan
Guru siang
Belum kawin
3
Novianti
Sungai pauh
Perempuan
Guru siang
Belum kawin
4
Syarifah Zainura A.Md
PB. Seuleumak
Perempuan
Guru siang
Belum kawin
5
Tgk. Sabri Al Bana
PB. Blang Pase
Laki-laki
Guru malam
Belum kawin
6
Baiti Ruhama
PB. Blang Pase
Perempuan
Guru malam
Belum Kawin
7
Mutia S.E
BTN. Seurigeut
Perempuan
Guru malam
Belum kawin
Tabel 03.3 Informan Akhir
No
Nama
Alamat
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Nama Santri
1
Erna Wati
PB. Blang Pase
Perempuan
IRT
Suqiya Rahmah Ulan Sari
2
Rahma Liana
PB. Blang Pase
Perempuan
IRT
Ghina Authar
3
Murida Wati
Matang Seulimeng
Perempuan
IRT
Farah Annisa
4
Asmara Dewi
Pb. Tunong
Perempuan
IRT
Nabila Syuhada
5
Mulyanti
Pb. Blang Pase
Perempuan
IRT
Muhammad Azizi
2.      Observasi
Observasi adalah penelitian terlibat langsung dengan aktivitas sehari-hari orang yang sedang diperhatikan atau dipakai sebagai sumber data observasi. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut serta melaksanakan apa yang dijalankan oleh sumber data dan ikut merasakannya. Dengan demikian, maka data yang diperoleh akan lebih tajam dan lengkap dan sampai mengetahui pada tingkat mana dari setiap pelaku yang nampak.[8]
Adapun lokasi tempat pengamatan adalah TPQ Miftahul Ulum Gampong Paya Bujok Blang Pase Langsa.
3.      Studi Dokumentasi
Menurut Rachmat Kriyanto dokumentasi ialah  Instrumen pengumpulan data yang sering dipakai dalam banyak sekali tata cara pengumpulan data. Metode pengamatan, kuesioner atau wawancara sering dilengkapi dengan acara penelururan dokumentasi. Tujuannya untuk mendapatkan info yang mendukung analisis dan interpretasi data.[9]
Dokumentasi ialah catatan tertulis tentang banyak sekali aktivitas atau insiden era lalu yang dapat dijadikan sebagai data-data dalam observasi. Semua dokumen yang bekerjasama dengan observasi yang bersangkutan perlu dicatat sebagai sumber gosip. Adapun studi dokumentasi dikerjakan kepada banyak sekali dokumen yang ada pada TPQ Miftahul Ulum Gampong Paya Bujok Blang Pase Langsa.
F.   Analisis Data
Analisis data menurut Bogdan dan Biklen dalam buku Lexy J. Moleong ialah “upaya yang dilaksanakan dengan jalan melakukan pekerjaan dengan data mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang mampu dikelola, mensistensiskannya, mencari dan menetapkan apa yang dapat diceritakan terhadap orang lain.”[10]
Analisis data dapat berupa kata-kata, kalimat atau narasi-narasi, baik yang diperoleh dari wawancara mendalam atau pengamatan. Tahap analisis data berisikan upaya-upaya meringkas data, menentukan data, menerjemah, dan mengorganisasikan data. Dengan kata lain, upaya mengganti kumpulan data yang tidak terencana menjadi kumpulan kalimat singkat yang mampu dikenali oleh orang lain. Upaya ini mencakup kedalaman pengamatan mengenai apa yang bahwasanya terjadi, menemukan regulitas dan pola yang berlaku, dan mengambil kesimpulan yang dapat menggeneralisasikan fenomena yang diperhatikan.[11]
Analisis data dalam penelitian ini, merupakan upaya mencari tata kekerabatan secara sistematik antara catatan hasil lapangan, hasil wawancara mendalam untuk memperoleh pemahaman yang mendalam perihal Strategi Komunikasi Pimpinan TPQ Dalam Merekrut Santri. Dan sesuai denagn data yang diperoleh di TPQ Miftahul Ulum, maka penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif deskriptif.
Dalam rangka pembuatan dan analisis data, maka dalam observasi ini dikerjakan dua tahap yakni, analisis data selama dilapangan pada ketika melaksanakan observasi, wawancara maupun dari dokumen-dokumen. Ketika peneliti sudah menjaring data dari hasil pengamatan, wawancara dan dokumen maka peneliti memilih dan menyeleksi mana-kondusif data yang sesuai dengan konsentrasi penelitian. Dari cara ini peneliti mendapatkan benang merah dari sekian banyak data yang ada. Kedua, analisis data sehabis data terkumpul dan dianggap mencukupi. Hal ini memungkinkan dilakukannya analisis data pada waktu peneliti berada di lapangan keputusan ini peneliti kerjakan dengan pendapatbanyaknya data, sehingga tidak terjadi penumpukan. 
G.      Mengecek Keabsahan Data
Dalam observasi kualitatif senantiasa dipertanyakan kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas. Untuk memenuhi dapat dipercaya ada beberapa patokan yang peneliti lakukan, ialah: pertama, berada dan melaksanakan aktivitas lapangan dalam waktu yang relatif lama, ialah mulai tanggal 21 Oktober 2015 s/d 30 Maret 2016, dalam jangka waktu 4 bulan lebih ini untuk mampu mengetahui dan menghayati fenomena yang terjadi di tengah-tengah TPQ Miftahul Ulum. Kedua, melakukan triangulasi, ini peneliti kerjakan selaku upaya meverifikasi temuan dengan mengevaluasi kebenarannya dari banyak sekali sumber yang satu dengan yang lain. Selain itu dikerjakan juga pengecekan antar waktu, ialah dengan menanyakan kembali pertanyaan serupa kepada informan yang sama pada waktu yang lain, untuk memutuskan apakah tanggapan atau keterangannya masih sama atau tidak dengan sebelumnya. Ketiga, melakukan member check, ialah memaparkan hasil atau temuan penelitian untuk dicek kesesuaiannya oleh pelaku fenomena yang dikenai observasi. Ini dijalankan cara meminta konfirmasi terhadap informan yang berisikan beberapa santri, wali murid dan guru TPQ serta masyarakat wacana benar tidaknya rekaman informasi yang diperoleh setiap menuntaskan wawancara.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A.                            Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1.      Sekilas Tentang TPQ Miftahul Ulum
Taman  Pendidikan  Al-Qur’an  (selanjutnya  disingkat  TPQ) Miftahul Ulum terletak di Jalan Aceh Kongsi Gampong Paya Bujok Blang Pase Kecamatan Langsa Kota Kabupaten Kota Langsa. TPQ ini berdekatan dengan kota.
TPQ Miftahul Ulum didirikan pada tanggal 1 Februari 2001 lewat pembentukan oleh pendiri sekaligus pengelola pada dikala itu juga menyepakati susunan pengurus terdiri dari:
No
Nama
Alamat
Jabatan
1.
Nurdin Latif
PB. Blang Pase
Pemimpin
2.
Ir. Burhanuddin
PB. Blang Pase
Penasehat
           
TPQ Miftahul Ulum telah bangkit selama 16 tahun, dengan pemimpin yang serupa yaitu Tgk Nurdin Latif. TPQ ini terdaftar di Kementrian Agama Kota Langsa pada tanggal 8 Juli 2014 dengan nomor statistik 411211740021. Saat ini anggota yang terbentuk dalam TPQ tersebut telah banyak perubahan. Jumlah santri yang belajar di TPQ Miftahul Ulum saat ini yaitu sebanyak 350 orang dari santri pria dan perempuan dan jumlah guru yang mengajar di TPQ Miftahul Ulum yakni sebanyak 35 orang yang berisikan guru laki-laki dan guru wanita.
04.1 Gambar Baliho TPQ Miftahul Ulum
2.      Adapun tujuan TPQ Miftahul Ulum ini diresmikan,  yaitu :
Tujuan   dari   Taman   Pendidikan   AlQur’an   Miftahul Ulum   yaitu menyiapkan generasi Qur’ani sejak dini, yaitu generasi yang bisa dan gemar membaca AlQur’an, mempelajarinya, memahaminya, menghayatinya  serta  mengamalkannya  dalam  kehidupan  sehari hari. Untuk  meraih  tujuan  ini,  TPQ  Mifatahul Ulum  mempunyai  targettarget operasional yaitu sebagai berikut:
a.       Santri berakidah dan berakhlak Islam
b.      Santri  dapat  membaca  AlQur’an  dengan  baik  dan  benar  sesuai dengan kaidah  hukum tajwid
c.       Santri  mampu  dan rajin melaksanakan  shalat  fardhu  serta gemar memakmurkan masjid
d.      Santri   hafal  dan  paham  doa  shalat  serta  menguasai   kaifiah/  tata caranya
e.       Santri  hafal  dan  faham  beberapa  adab  dan  doa  sehari hari  berikut artinya. Santri hafal beberapa surat pendek AlQur’an dan ayatayat opsi
f.        Santri dapat menulis AlQur’an (arab)
3.      Visi dan misi
a.       Visi
TPQ sebagai penggagas dalam ilmu agama, unggul dalam berprestasi melalui pengembangan non akademik selaras dengan tatanan dogma.
b.      Misi
a)      Membina manusia beriman, bertaqwa, pandai, terampil, berakhakul karimah melalui keteladanan aktifitas pendidikan agama.
b)      Mengikuti sertakan peran masyarakat dalam meningkatkan kualitas pendidikan agama.
c)      Mendorong terciptanya lingkungan Islami selaku perwujudan amar ma’ruf nahi munkar.
4.      Struktur TPQ Miftahul Ulum
Adapun struktur organisasi TPQ Miftahul Ulum Gampong Paya Bujok Blang Pase digambarkan sebagai berikut :

 


04.2 Gambar Struktur Organisasi TPQ Miftahul Ulum
Tabel 04.1 Daftar Guru TPQ Miftahul Ulum
No
Nama
Jabatan
Status
1
Suci Maulida
Guru Siang
Belum Kawin
2
Cut putri, SH.i
Guru Siang
Belum Kawin
3
Khairul Husna SH.i
Guru Siang
Belum Kawin
4
Nurmalia, SPd.i
Guru Siang
Belum Kawin
5
Yulidar, S.Pd
Guru Malam
Belum Kawin
6
Nurbaiti
Guru Malam
Belum Kawin
7
Mutia, SE
Guru Malam
Belum Kawin
8
Tgk. Nasrudin
Guru Malam
Belum Kawin
9
Tgk. Manan
Guru Malam
Belum Kawin
10
Tgk. Darmawan
Guru Malam
Kawin
12
Syafrida Yani, SPd.i
Guru Malam
Kawin
13
Khairul Husna
Guru Malam
Belum Kawin
14
Tgk. Kiki
Guru Malam
Belum Kawin
15
Riska, SH.i
Guru Siang
Belum Kawin
16
Indah Lajuna, SPd.i
Guru Siang
Belum Kawin
17
Tgk. Sabri Al-Bana
Guru Malam
Belum Kawin
18
Mutiara Nabilla
Guru Siang
Belum Kawin
19
Lisma
Guru Siang
Kawin
20
Desi Anggraini
Guru Malam
Belum Kawin
21
Fitria Rizkillah
Guru Malam
Belum Kawin
22
Detia Octora Shenia
Guru Siang
Belum Kawin
23
Miftahul Jannah
Guru Siang
Belum Kawin
24
Maulida Sari, SPd.i
Guru Siang
Belum Kawin
25
Nezatul Kamal
Guru Siang
Belum Kawin
26
Novianti
Guru Siang
Belum Kawin
27
Syarifah Zainura A.Md
Guru Siang
Belum Kawin
28
Erra Putri Siregar
Guru Siang
Belum Kawin
29
Asri Al-Fajri, S.Pd.i
Guru Malam
Belum Kawin
30
Yuli Marlina
Guru Malam
Belum Kawin
31
Sajida Ulfa, S.pd.i
Guru Siang
Belum Kawin
32
Halimah S.Ag
Guru Siang
Belum Kawin
33
Yusra, S.Ag
Guru Malam
Belum Kawin
34
Fatimah S.Pd.i
Guru Malam
Belum Kawin
35
Riska Amalia
Guru Malam
Belum Kawin
5.      Sarana dan Prasana TPQ Miftahul Ulum
Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) Miftahul Ulum yang dipakai selaku daerah mengaji anakanak sudah memiliki beberapa balai pengajian tersendiri yang dilengkapi dengan tempat wudhu dan kamar kecil, walaupun masih dalam proses pembagunan. Sedangkan   usulana   dan   prasarana   yang digunakan untuk memperlancar kegiatan belajar mengajar  adalah :
Tabel 04.2 Sarana Dan Prasarana TPQ Miftahul Ulum
No.
Sarana
Jumlah
Keterangan
1.
Balai Pengajian
11
Baik
2.
Ruang Kelas
3
Baik
3.
Meja Santri
50
Baik
4.
Papan mading
1
Baik
5
Buku/ Kitab
6
Lemari
2
Baik
7
Al-Qur’an
30
Baik
9
Gambar   petunjuk   shalat,wudhu,
dan tayamum
12
Baik
6.      Kegiatan/acara   yang  dijalankan   oleh  pengelola   TPQ  Miftahul Ulum
a)            Hari mencar ilmu yakni lima hari, adalah: Senin, Selasa, Rabu, Kamis dan Jum’at, Sabtu.
            Waktu mencar ilmu:     
            1.  Untuk siang : Jam 14.30 s/d 16.30 Wib.
            2.  Untuk malam : Jam 19.00 s/d 20.30 Wib.
b)            Adapun kegiatan pengajian yang ada di TPQ Miftahul Ulum yaitu
1.   Pengajian kitab
2.   Pengajian Shalawat dan tahlil
3.   Pengajian AlQur’an
B.                             Strategi Komunikasi Pimpinan TPQ Miftahul Ulum
Strategi merupakan seni manajemen, cara atau siasat yang dipakai oleh pimpinan TPQ Miftahul Ulum dalam memberikan pesan kepada komunikan untuk mensugesti dan mengajak penduduk untuk melakukan apa yang dikomunikasikan sesuai dengan tujuan dan sasaran komunikasi.
Pemilihan cara berkomunikasi, biar membuat lebih mudah pimpinan TPQ dalam memimpin, membina, dan mengarahkan metode administrasi kepemimpinan demi terlaksana tujuan yang diinginkan. Dalam proses merekrut santri, pimpinan TPQ Miftahul Ulum menggunakan empat konsep komunikasi, yakni komunikasi interpersonal, komunikasi kalangan kecil, komunikasi persuasif, dan komunikasi satu arah.
  1. Komunikasi Interpersonal
 komunikasi interpersonal selaku bab dari komunikasi pimpinan TPQ dalam proses merekrut santri. Komunikasi ini dipraktekkan salah satunya melalui silaturahmi secara personal dengan beberapa masyarakat. Pimpinan TPQ bisa melaksanakannya dimana saja, terkadang pimpinan tiba ke beberapa rumah warga sekitar untuk mengobrol dan membahas hal yang terkait dengan TPQ yang didirikannya. Seperti yang dikatakan oleh Tgk. Nurdin Latif sebagaipemimpin pada TPQ Miftahul Ulum:
“aku selalu mempertahankan korelasi silaturahmi dengan penduduk sekitar sebab silaturahmi juga ialah suatu hal yang dianjurkan dalam agama. Dengan bersilaturahmi saya bisa berkomunikasi pribadi dengan mereka untuk mengajak para orang bau tanah memasukkan anak-anaknya ke TPQ Miftahul Ulum ini”.[1]
Dalam silaturahmi, selain memberikan pesan dan isu kepada penduduk sekitar terkait dengan merekrut santri, pimpinan TPQ juga mendengarkan aneka macam info yang diberikan oleh masyarakat. Informasi tersebut mampu berbentukusulan, masukan, bahkan unek-unek yang dihadapi orang renta dalam membina bawah umur mereka. Karena bersifat informal, maka komunikasi ini juga mampu dikerjakan dimana saja, baik di jalan dikala berjumpa secara kebetulan dengan warga, di daerah biasa , masjid, atau lainnya.
  1. Komunikasi Kelompok
a.       Diskusi Kecil
Dalam melancarkan taktik, pimpinan TPQ Miftahul Ulum memakai komunikasi kelompok yang berupa diskusi kecil. Diskusi kecil melibatkan pimpinan TPQ Miftahul Ulum dengan beberapa orang. Komunikasi kelompok merupakan salah satu alternatif yang digunakan dalam merekrut santri. Diskusi kecil ialah diskusi informal yang tidak berstruktur, tidak ada moderator dan notulis, tanpa memakai ajakan, terjadi secara kebetulan tanpa dijadwalkan sebelumnya. Seperti yang disampaikan oleh Tgk Nurdin Latif sebagaipimpinan TPQ Miftahul Ulum:
“dikala final melaksanakan shalat di masjid, aku juga sering berdiskusi dengan geuchik, imam kampung dan juga tuha peut untuk membicarakan perihal TPQ ini. Saya juga sering meminta saran-rekomendasi dari mereka guna memajukan TPQ Miftahul Ulum ini.”[2]
Sering sekali ketika diskusi dilaksanakan, pimpinan TPQ Miftahul Ulum melempar banyak sekali urusan dan meminta terhadap geuchik, imam gampong dan tuha peut untuk memecahkan masalah tersebut sehingga mampu lahir suatu solusi.
            Dalam diskusi yang dijalankan, tampakbahwa pimpinan TPQ Miftahul Ulum membutuhkan pendapat-pendapat dari orang-orang yang berperan di gampong. Hal ini mampu menolong dikala proses merekrut santri, alasannya tugas mereka sebagai pemimpin di dalam gampong dapat memberikan pesan kepada masyarakat dan akan lebih efektif alasannya adalah jabatan mereka yang berperan penting.
Dari penelitian di atas mampu dilihat bahwa teori yang digunakan oleh pimpinan TPQ Miftahul Ulum dalam merekrut santri yakni social relationship theory, yang menyatakan bahwa walaupun pesan komunikasi hanya hingga pada seseorang tapi jikalau seseorang itu adalah pemuka usulan (opinion leader), maka info isi pesan tersebut akan diteruskan terhadap orang yang lain bahkan juga menginterpretasikannya, berarti opinion leader tadi memiliki imbas pribadi yang ialah mekanisme penting dapat merubah pesan komunikasi.
b.      Rapat
Selain melalui diskusi kecil, pimpinan TPQ Miftahul Ulum juga menerapkan komunikasi golongan lewat rapat. Berbeda dengan diskusi yang bersifat informal, maka rapat bersifat formal sehingga terstruktur, ada moderator, notulis, dan dijadwalkan sehingga mempunyai format yang terang. Erna Wati salah satu wali murid mengatakan bahwa:
 “Biasanya Pimpinan TPQ memanggil kami selaku orang bau tanah santri untuk mengikuti rapat yang dilakukan di TPQ tersebut”.[3]
Dalam pelaksanaan rapat, pimpinan TPQ membahas masalah-problem yang dihadapinya dalam mendidik para santri, tetapi selain itu pimpinan TPQ juga menyampaikan info-informasi terhadap orang bau tanah santri semoga mau menolong pemimpin dalam merekrut santri sehingga menjadi ramai, mirip menyampaikan informasi kepada orang-orang terdekat mereka, para tetangga dan sahabat-teman yang lain. Seperti yang disampaikan oleh pimpinan TPQ Miftahul Ulum:
“setiap melaksanakan rapat aku selalu menyampaikan kepada orang bau tanah santri untuk mengajak anak-anak dari kerabat/i mereka untuk masuk ke TPQ ini dan memperkenalkan TPQ ini terhadap para tetangga mereka sehingga TPQ ini lebih diketahui lagi”.[4]
Dengan adanya taktik seperti ini lazimnya akan lebih mudah untuk merekrut santri alasannya adalah dilaksanakan dari mulut kemulut dan akan lebih meyakinkan target dari komunikasi tersebut. Seperti yang disampaikan oleh salah satu wali murid yang menyampaikan:
“Saya mengenali info ihwal TPQ Miftahul Ulum dari tetangga saya, yang salah satu anaknya juga belajar di TPQ ini.”[5]
            Sangat terperinci bahwa komunikasi kalangan yang digunakan oleh pemimpin dalam merekrut santri sangat efektif, sebab menerima tanggapandari komunikan sesuai yang dibutuhkan oleh komunikator. Adapun media yang dipakai oleh pimpinan TPQ Miftahul Ulum yaitu media antarpribadi dan media kelompok. Dimana media antarpribadi adalah berbentuk surat yang diberikan terhadap santri selaku seruan untuk orang renta santri tersebut. Sedangkan media kelompok adalah rapat yang dilaksanakan untuk membicarakan hal-hal penting yang dihadapi oleh pimpinan TPQ Miftahul Ulum dalam mendidik dan merekut santri.
  1. Komunikasi Satu Tahap
`     Komunikasi satu tahap yang digunakan oleh pimpinan TPQ Miftahul Ulum yakni penyampaian aba-aba atau ceramah pada saat dilaksanakannya peringatan maulid Nabi Muhammad SAW di TPQ Miftahul Ulum, dimana pimpinan TPQ sebagai komunikator dan penduduk beserta orang renta santri selaku audien. Setiap peringatan Maulid Nabi, pimpinan TPQ senantiasa mengadakan program yang memanggil para wali santri beserta masyarakat. Seperti yang disampaikan oleh pimpinan TPQ Miftahul Ulum:
“disaat pengadaan program maulid Nabi, di sela-sela program saya juga selalu memberi informasi terhadap orang renta santri dan masyarakat”[6]
Disela-sela penyampaian ceramah, pimpinan TPQ sekaligus menawarkan gosip wacana TPQ yang dipimpin olehnya. Dia meminta terhadap penduduk untuk ikut berpartisipasi dalam memajukan TPQ Miftahul Ulum dengan memasukkan anak-anak mereka ke TPQ tersebut. Dalam melaksanakan proses komunikasi, tidak ada tanggapan pribadi dari audien/komunikan sebab komunikasi ini bersifat satu tahap, dimana komunikator dapat mengirim pesan pribadi terhadap komunikan/penduduk namun tidak ada tanggapandari penduduk .
Di sini pimpinan TPQ Miftahul Ulum menggunakan media publik, dimana khalayak sudah lebih dari 200 orang dan masih mempunyai homogenitas adalah kesamaan kampung.
  1. Komunikasi Persuasif
Komunikasi persuasif merupakan komunikasi yang bersifat mengajak atau mensugesti perilaku komunikan semoga melaksanakan sesuai yang diharapkan oleh komunikator. Komunikasi persuasif yang dilakukan oleh pimpinan TPQ Miftahul Ulum yaitu dengan memotivasi terhadap para orang renta atau masyarakat sehingga mau mengikuti apa yang dikatakan oleh pimpinan tersebut. Dalam proses memotivasi, lazimnya penerapan yang digunakan oleh pimpinan TPQ Miftahul Ulum juga termasuk ke dalam komunikasi interpersonal. Seperti yang disampaikan oleh Tgk. Nurdin Latif :
“aku terus-menerus berupaya mengajak dan memberi motivasi terhadap para orang bau tanah, semoga bersedia memasukkan anak-anak mereka ke TPQ Miftahul Ulum ini”[7]
C.                            Pola dan Gaya Pimpinan TPQ Miftahul Ulum
Pola kepemimpinan merupakan suatu bentuk dasar insan yang cenderung mengikuti tabi’at yang beliau miliki. Pola kepemimpinan yang digunakan oleh pimpinan TPQ Miftahul Ulum ialah contoh kepemimpinan demokratis. Dimana pemimpin lebih mendahulukan kepentingan kelompok ramai daripada kepentingan dirinya sendiri dan pemimpin juga berusaha untuk memperlihatkan yang terbaik untuk perkembangan TPQ yang dipimpinnya.
Seperti yang disampaikan oleh Novianti salah seorang guru yang mengajar di TPQ Miftahul Ulum :
 “setiap mengambil keputusan yang terkait dengan TPQ ini, beliau selalu meminta pendapat dari para guru dan senantiasa bermusyawarah”.[8]
Seorang pemimpin yang demokratis lazimnya menilai bahwa setiap organisasi mesti disusun secara jelas aneka ragam tugas dan acara yang mesti dikerjakan demi tercapainya tujuan dan aneka macam target organisasi.
Selain acuan kepemimpinan, pimpinan TPQ Miftahul Ulum juga menggunakan beberapa gaya dalam kepemimpinannya yakni : gaya kepemimpinan paternalistik dan gaya kepemimpinan transaksional.
1.      Gaya kepemimpinan paternalistik
Pimpinan TPQ Miftahul ulum selalu diwarnai dengan perilaku kebapak-bapakan yang bersifat melindungi, mengayomi para guru yang berada di TPQ tersebut. Pimpinan TPQ Miftahul Ulum juga selalu ikut dalam melaksanakan peran-peran yang dijalankan oleh dewan guru, tidak eksklusif menyerahkan semuanya kepada mereka. Seperti yang dikatakan oleh salah satu dewan guru:
“beliau sosok pemimpin yang sungguh ramah, dia juga menilai kami selaku anak-anaknya. Setiap kami membutuhkan pertimbangan ia selalu menawarkan tanggapan yang bijaksana layaknya seorang ayah terhadap anak-anaknya”.[9]
2.      Gaya kepemimpinan transaksional
Pimpinan TPQ Miftahul Ulum selalu membatu para guru dalam melakukan peran dan selalu menawarkan aba-aba kepada mereka bagaimana cara menjalankan tugas yang bagus. Apalagi bagi guru-guru gres yang belum memahami dengan peran-peran mereka selaku dewan guru, pimpinan TPQ akan menawarkan penjelasan secara terang kepada mereka. Pimpinan TPQ juga selalu memberi motivasi kepada guru setiap kali mereka mengalami permasalah, semoga mereka dapat berdiri kembali dalam melaksanakan peran-tugasnya.
“disaat aku mempunyai unek-unek dalam mengajar, dia selalu memperlihatkan motivasi dan semangat kepada saya”.[10]
Dapat dilihat dengan terperinci bahwa gaya kepemimpinan yang digunakan oleh pimpinan TPQ Miftahul Ulum adalah gaya transaksional dimana pemimpin membimbing dan memotivasi pengikutnya menuju target yang ditetapakan dengan memperjelas tugas dan kriteria tugas.
D.                            Perilaku Pimpinan TPQ Miftahul Ulum
Sifat/sikap kepemimpinan sungguh berpengaruh dalam proses melaksanakan sebuah organisasi. Seorang pemimpin sungguh didukung oleh sifat yang dimilikinya, seperti yang sudah dijelaskan pada bab II bahwa setiap pemimpin mesti memiliki perilaku seperti para Nabi yakni Shiddiq, Amanah, Fatanah, Tabligh. Adapun sifat yang dimiliki oleh pimpinan TPQ Miftahul Ulum yakni sebagai berikut:
a.       Ramah
Sifat ramah ialah salah satu sifat yang sungguh penting yang mesti dimiliki oleh seorang pemimpin. Begitu pula dengan pimpinan TPQ Miftahul Ulum. Pimpinan ini sangat ramah terhadap penduduk sekitar, sifat keramahan ia tidak disangsikan lagi, keramahan yang dimiliki olehnya tidak cuma terhadap orang-orang terpandang saja, namun juga kepada masyarakat lainnya baik itu kaya maupun miskin. Sifat ramah yang dimilikinya menciptakan masyarakat makin takjub terhadap dirinya mirip yang dikatakan oleh seorang penduduk Gampong Paya Bujok Blang Pase, yang mengatakan bahwa:
“beliau sungguh ramah, dimana pun bertemu beliau senantiasa menyapa ataupun tersenyum, tidak perduli orang miskin ataupun kaya dan perilaku keramahanya juga ditujukan untuk siapapun sekalipun orang tersebut pelaku maksiat.”[11]
Dan juga mirip yang dikatakan oleh salah satu wali murid yang berjulukan ishak adalah:
“Dimana pun saya bertemu dengan beliau, dia senantiasa menyapa”.[12]
b.      Amanah
Sifat amanah juga merupakan salah satu sifat yang miliki oleh para Nabi. Amanah yaitu sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin dalam menjalankan tugas-tugasnya. Dengan adanya sifat amanah maka dirinya akan dipercayai masyarakat ataupun anggotanya. Begitu juga dengan pimpinan TPQ Miftahul Ulum, orang renta dari santri telah memberi iman terhadap dirinya untuk menjaga bawah umur dan mendidik anak-anak mereka. Seperti yang disampaikan oleh salah satu orang tua santri.
“beliau seorang pemimpin yang sangat amanah, bisa menjaga anak saya dengan baik, padahal santri yang berguru di TPQ Miftahul Ulum sangat ramai”.[13]
c.       Shiddiq
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, pimpinan TPQ Miftahul Ulum senantiasa berupaya mempertahankan sifat yang satu ini Seperti yang dibilang oleh Tgk Sabri Al Bana, salah satu dewan guru:
“ia sosok pemimpin yang jujur dan sederhana”.[14]
. Shiddiq yakni salah satu sifat para Nabi  yang ialah suatu kebenaran dan kejujuran yang murni serta tidak mungkin menyalahi hakikat kebenaran.
d.      Tabligh
Tabligh ialah sifat ketiga yang dimiliki para Nabi. Tabligh mempunyai arti menyampaikan dan memperjelas kebenaran Islam. Tabligh mampu juga diartikan selaku menyeru terhadap perbuatan baik dan menghalangi tindakan mungkar. Dalam hal ini pimpinan dayah juga melakukan hal yang serupa adalah menyeru para orang tua untuk memasukkan anaknya ke TPQ Miftahul Ulum supaya anak-anak mereka mampu berguru tentang agama Islam sejak dini dan menjadi anak-anak yang shaleh serta shalehah.
e.       Fathanah
Fathanah diartikan sebagai intelektual, akal, dan akal. Sifat/karakteristik ini juga dimiliki oleh pimpinan TPQ Miftahul Ulum, meskipun kecerdikannya tidak sama seperti para Nabi. Seperti yang dibilang oleh orang bau tanah santri bahwa:
“ia pemimpin yang cerdas, selalu memberikan kebenaran tentang Islam”.[15]
04.4 Gambar Pimpinan TPQ Miftahul Ulum
E.                             Strategi Pimpinan Dalam Merekrut Santri
1.      Merekrut para guru yang berpotensi
Merekrut para guru yang memiliki potensi merupakan salah satu strategi yang dipakai oleh pimpinan TPQ Miftahul Ulum dalam merekrut santri. Seperti yang disampaikan oleh Pimpinan TPQ Miftahul Ulum:
“salah satu strategi yang saya gunakan yakni dengan memperbanyak guru, khususnya yang memiliki peluang. Kebanyakan guru-guru yang mengajar di TPQ ini juga berkuliah dan tak sedikit juga yang telah akhir kuliah. Tujuan aku merekrut guru yang berkuliah biar santri di sini bisa sekaligus berguru ilmu wawasan lazim mirip di sekolah-sekolah, jadi tidak harus mengikuti les lagi di luar sana”.[16]
            Sama halnya dengan yang dibilang oleh sekertaris TPQ Miftahul Ulum bahwa:
“ada guru yang berkuliah pada jurusan matematika, bahasa inggris, bahasa arab, biologi, dan ada juga yang mengambil bab ekonomi”. Jadi, sehabis akhir mengaji murid-murid di sini bisa menuntaskan PR yang di berikan oleh gurunya di sekolah dan para guru juga bisa sekaligus mengajari santri tersebut. Karena sayang bila mempunyai ilmu namun tidak di manfaatkan.”[17]
           
Strategi ini ternyata sungguh berpengaruh kepada penilaian orang bau tanah untuk memasukkan anaknya ke TPQ tersebut.Dengan adanya strategi seperti ini akan lebih gampang untuk merekrut para santri, karena santri yang berguru di TPQ Miftahul Ulum bisa sekaligus menerima dua ilmu yakni ilmu dunia dan ilmu akhirat, sehingga kesempatan untuk merekrut santri akan menjadi lebih besar.
2.      Menjadi tauladan bagi penduduk
Menjadi tauladan bagi penduduk merupakan salah satu hal yang sangat  sukar untuk dijalankan  alasannya tidak cuma cendekia berbicara namun juga harus terpelajar dalam berbuat kebajikan. Bagi seorang pemimpin menjadi tauladan ialah sebuah kewajiban yang mesti dikerjakan, alasannya pemimpin ialah pola bagi pengikutnya. Sama halnya dengan pimpinan TPQ Miftahul Ulum yang menjadi tauladan bagi dewan guru, santri dan juga masyarakat sekitar. Seperti yang dikatakan oleh salah seorang  dewan guru  Miftahul Ulum bahwa:
“dia ialah tauladan bagi aku, tidak cuma sebatas ucapan namun juga diseimbangkan dengan perbuatan dan kesederhanaan ia juga membuat aku sungguh takjub, meskipun seorang pemimpin namun beliau tetap hidup dalam kesederhanaan.”[18]
Sama halnya dengan yang dibilang oleh orang bau tanah dari salah satu santri bahwa :
 “dia sosok yang sangat ramah, masyarakat di sini  juga sungguh suka dengan sosok beliau yang senang memberi dan suka menolong. Salah satu argumentasi aku memasukkan anak ke TPQ tersebut yakni karena ia sosok pemimpin yang baik.”[19]
 Dengan adanya keteladanan dari pimpinan TPQ maka akan menciptakan para pengikutnya menjadi termotivasi sehingga mereka mau mengikuti apa yang di dikatakan olehnya. Biasanya pemimpin yang menjadi sumber tauladan bagi pengikutnya akan lebih gampang untuk mempengaruhi mereka. Strategi ini juga sangat sukses dalam merekrut santri, sebab para orang tua pasti akan melihat bagaimana perilaku/sikap dari diri pimpinan TPQ. Walaupun metode belajar yang dipakai dalam TPQ sungguh cantik, namun jikalau pemimpinnnya mempunyai sifat/ sikap yang jelek sehingga tidak dapat disebut sebagai sumber tauladan maka orang tua santri juga tidak akan mempercayai anaknya untuk mencar ilmu di TPQ Miftahul Ulum.
3.      Menginformasikan terhadap wali murid
Dalam melaksanakan rapat, pimpinan TPQ selalu menginformasikan terhadap wali murid untuk membantu pimpinan TPQ dalam merekrut santri dengan cara memberi tau terhadap para tetangga, sanak kerabat, dan teman-teman mereka. Karena pemimpin TPQ menilai bahwa isu yang sampaikan dari mulut ke mulut akan lebih efektif daripada lewat selembar surat, selebaran ataupun papan iklan yang lain. Dengan taktik mirip itu lazimnya para komunikan akan lebih paham alasannya wali murid akan menjelaskan secara mendalam.
4.      Metode belajar yang menarik
Metode berguru juga merupakan salah satu strategi yang sangat menunjang bagi kesuksesan suatu TPQ. Dengan adanya sistem belajar yang baik pastinya juga akan mengundang perhatian orang tua untuk memasukkan anak-anaknya ke TPQ Miftahul          Ulum. Santri yang belajar di TPQ Miftahul Ulum rata-rata anak yang berusia 5 -12 tahun, pastinya belum dewasa pada usia mirip itu masih suka bermain-main, belum serius dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Di sinilah tantangan dari seorang guru untuk membuat metode berguru yang mengasyikkan dan tidak menciptakan santri menjadi bosan sehingga tidak konsen dalam belajar. Seperti yang disampaikan oleh seorang dewan guru bahwa:
“setiap memberikan hafalan kepada santri, saya senantiasa mengiringinya dengan irama lagu semoga mereka tidak jenuh dalam mencar ilmu, misalnya seperti hafalan sifat 20, hafalan rukun sembahyang dan banyak lagi lainnya.[20]
Tidak cuma itu saja, Maulida Sari salah satu guru juga memiki metode mencar ilmu tersendiri adalah:
            “dalam metode berguru aku sering menciptakan kuis untuk para santri, saya menulis pertanyaan-pertanyaan dibeberapa kertas, lalu para santri mengambil kertas itu satu persatu, sehabis seluruhnya mendapatkan kertas maka mereka mesti menjawab pertanyaan yang mereka peroleh, bagi yang mampu menjawab akan saya berikan kado berbentukpermen”.[21]
Dengan adanya metode berguru seperti yang telah diterangkan di atas maka akan menciptakan para santri bertambah semangat dalam hal berguru, terlebih dengan usia seperti mereka yang sungguh suka kalau diberikan suatu hadiah, meskipun kado tersebut cuma beberapa permen. Setiap guru memiliki tata cara mengajar yang berlainan-beda, sehingga banyak variasi-kombinasi yang diberikan oleh guru kepada santri dalam proses berguru. Seperti yang dibilang oleh sekertaris TPQ Miftahul Ulum.
04.3Gambar Santri Ketika Sedang Mengikuti Kegiatan Belajar
F.                             Hambatan-kendala Yang Dihadapi Pimpinan TPQ Miftahul Ulum
Hambatan ialah ketidak berhasilan pemimpin dalam proses merekrut santri. Dalam melakukan proses merekrut santri ini tidak banyak hambatan-hambatan yang dialami oleh pimpinan TPQ miftahul Ulum seperti yang disampaikan oleh dia bahwa :
“hampir tidak ada hambatan dalam proses merekrut santri hanya saja kurangnya pertolongan dari orang renta si anak tersebut.”[22]
Para orang tua terkadang lebih mendorong anak-anaknya untuk belajar di bab umum bukan di dalam hal agama, hal ini juga disebabkan alasannya adalah orang renta yang kurang ilmu pengetahuan dalam bidang agama. Mereka tak mau anakya ketinggalan jaman sehingga menghabiskan waktu anaknya untuk berguru ilmu duniawi saja. Seperti yang disampaikan oleh pimpinan TPQ Miftahul Ulum
“para orang tua kini lebih senang memasukkan anaknya ke tempat-daerah les dari pada kawasan pengajian, memang benar bahwa ilmu dunia juga penting, namun apa salahnya jikalau diseimbangkan dengan ilmu akhirat maka akan lebih anggun lagi”.[23]
Dapat dilihat dengan terperinci bahwa orang bau tanah sangat berperan penting dalam memilih pendidikan untuk anak-anaknya. Adapun penyelesaian yang digunakan untuk mematahi kendala tersebut ialah dengan memotivasi orang renta santri agar mau memasukkan bawah umur mereka ke TPQ Miftahul Ulum. Selain itu pimpinan TPQ juga merekrut para guru yang berpeluang tinggi, tidak cuma dalam ilmu agama namun juga dalam ilmu lazim. Sehingga para santri bisa mencar ilmu di kedua ilmu sekaligus.
Hambatan ini juga disebut sebagai rintangan kerangka berfikir yang disebabkan karena adanya perbedaan pandangan antara pimpinan TPQ Miftahul Ulum dengan para orang tua. Hal ini disebabkan sebab latar belakang pendidikan dan pengalaman yang berlawanan.

BAB V
PENUTUP
            Bab ini yaitu bagian epilog dimana berdasarkan hasil observasi dan pembahasan dalam bagian-bagian sebelumnya, maka penulis akan memperlihatkan beberapa kesimpulan dan saran-anjuran sehubungan dengan hasil penelitian.
A.           Kesimpulan
1.      Pimpinan TPQ Miftahul Ulum menggunakan empat rancangan Strategi  komunikasi dalam proses merekrut santri ialah komunikasi interpersonal diterapkan melalui silaturahmi, komunikasi kelompok diterapkna dengan diskusi kecil dan rapat, komunikasi satu tahap diterapkan melalui ceramah, dan komunikasi persuasif diterapkan melalui motivasi.
2.      Adapun hambatan yang dialami oleh pimpinan TPQ Miftahul Ulum dalam merekrut santri adalah sebab tidak adanya pinjaman dari orang tua dan hambatan tersebut juga disebut sebagai hambatan kerangka berfikir.
B.       Saran-nasehat
Adapun saran-saran yang mampu penulis sampaikan ialah sebagai berikut:
1.      Diharapkan kepada pimpinan TPQ Miftahul Ulum biar lebih semangat lagi dalam merekrut santri dan menyiapkan strategi-seni manajemen baru lagi.
2.      Kepada  para  peserta  didik  sebaiknya  belajar  lebih  rajin  karena  masa depan yang baik beliauwalai dari periode sekarang yang baik, teruslah belajar, kejar citacitamu sampai kau dapatkan.
3.      Kepada semua para dewan guru jangan patah semangat walau para santri ramai sediri saat diajar, tetap semangat jangan patah arang ditengah jalan.

  Acara Kenaikan Keahlian Teknik Instruksional


[1] Hasil Wawancara Dengan: Tgk. Nurdin Latif, Pimpinan TPQ Miftahul Ulum, Tanggal 24 Januari 2016

[2] Hasil Wawancara Dengan: Tgk. Nurdin Latif, Pimpinan TPQ Miftahul Ulum, Tanggal 24 Januari 2016

[3] Hasil Wawancara Dengan: Erna wati, Wali Murid, Tanggal 26 Januari 2016

[4]  Hasil Wawancara Dengan: Tgk. Nurdin Latif, Pimpinan TPQ Miftahul Ulum, Tanggal 24 Januari 2016

[5] Hasil Wawancara Dengan: Asmara Dewi, Wali Murid, Tanggal 24 Januari 2016

[6]  Hasil Wawancara Dengan: Tgk. Nurdin Latif, Pimpinan TPQ Miftahul Ulum, Tanggal 24 Januari 2016

[7]  Hasil Wawancara Dengan: Tgk. Nurdin Latif, Pimpinan TPQ Miftahul Ulum, Tanggal 24 Januari 2016

[8] Hasil Wawancara Dengan: Tgk. Sabri Al Bana, Guru TPQ  Miftahul Ulum, Tanggal 25 Januari 2016

[9]  Hasil Wawancara Dengan: Novianti, Guru TPQ Miftahul Ulum, Tanggal 25 Januari 2016

[10] Hasil Wawancara Dengan Baiti Ruhama, Guru TPQ Miftahul Ulum, Tanggal 25 Januari 2016

[11] Hasil Wawancara Dengan: Jubaidah , Penduduk Gampong Paya Bujok Blang Pase, Tanggal 27 Januari 2016

[12] Hasil Wawancara Dengan: Mulyanti, Wali Murid, Tanggal 27 Januari 2016

[13] Hasil Wawancara Dengan: Asmara Dewi, Wali Murid, Tanggal 24 Januari 2016

[14] Hasil Wawancara Dengan: Tgk. Sabri Al Bana, Guru TPQ Miftahul Ulum, Tanggal 25 Januari 2016

[15] Hasil Wawancara Dengan: Nezatul Kamal, Guru TPQ Miftahul Ulum, Tanggal 25 Januari 2016

[16]  Hasil Wawancara dengan: Tgk. Nurdin Latif, Pimpinan TPQ Miftahul Ulum, Tanggal 24 Januari 2016

[17] Hasil Wawancara Dengan: Cut Eva Tursina, Sekertaris TPQ Miftahul Ulum, Tanggal 24 Januari 2016

[18] Hasil Wawancara Dengan: Novianti, Dewan Guru Tanggal 25 Januari 2016

[19] Hasil Wawancara Dengan: Erna wati, Wali Murid, Tanggal 26 Januari 2016

[20] Hasil Wawancara Dengan: Maulida Sari, Guru TPQ Miftahul Ulum, Tanggal 25 Januari 2016

[21] Hasil Wawancara Dengan: Mutia, Guru TPQ Miftahul Ulum, Tanggal 25 Januari 2016

[22]  Hasil Wawancara Dengan: Tgk. Nurdin Latif, Pimpinan TPQ Miftahul Ulum, Tanggal 24 Januari 2016

[23]  Hasil Wawancara Dengan: Tgk. Nurdin Latif, Pimpinan TPQ Miftahul Ulum, Tanggal 24 Januari 2016



[1] Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006) hal. 6

[2] Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008) hal.75

[3] Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007) hal.157

[4] M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002) hal. 82

[5] Nazir Moh, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalian Indonesia, 2005) hal. 50

[6]  M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya…,hal. 82

[7]  Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif…,hal. 186

[8] Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV Alfabeta, 2008) hal.64

[9] Rachmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Mudah Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Pemasaran, (Jakarta: Kencana, 2007) hal. 116

[10]  Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif…,hal. 248

[11]  Engkus Kuswarno, Etnografi Komunikasi, (Bandung: Widya Padjadjaran, 2008) hal. 68



[1]Hafied Canggara, Perencanaan dan Strategi Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 61

[2] Onong Uchjana Effendi, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi…, hal. 301

[3] Ibid, hal. 302

[4] Ibid, hal. 304

 [5] Ibid, hal. 305

[6] Ibid, 304-305

[7]  Mas’ud Said, Kepemimpinan: Pengembangan Organiasai Team Bulding dan Prilaku Inovatif, (Malang: Uin-Maliki Press, 2010), hal.11-12

[8] Veithzal Rivai & Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: Rajawli Pers, 2013), hal.1

[9] Departemen Agama RI, Al-Qur’an  dan Terjemahannya, hal. 6

[10] Ibid, hal. 4

[11] Departemen Agama RI, Al-Qur’an  dan Terjemahannya, hal. 87

[12]  Sugeng Haryanto, Persepsi Santri Terhadap Perilaku Kepemimpinan KIAI di Pondok Pasantren…, hal. 67

[13] Qodi ‘Iyad Ibn Musa Al Yahsubi, Keagungan Kekasih ALLAH Muhammad SAW: Keistimewaan Personal Keteladanan Berisalah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), hal. 80

[14] Departemen Agama RI, Al-Qur’an  dan Terjemahannya, hal. 308

[15] Ibid, Sugeng Hariyanto…, hal. 67

[16] Ibid, hal. 68

[17] Qodi ‘Iyad Ibn Musa Al Yahsubi, Keagungan Kekasih ALLAH Muhmmad SAW: Keistimewaan Personal Keteladanan Berisalah…, hal. 158

[18] Departemen Agama RI, Al-Qur’an  dan Terjemahannya, hal. 371

[19] Qodi ‘Iyad Ibn Musa Al Yahsubi, Keagungan Kekasih ALLAH Muhmmad SAW: Keistimewaan Personal Keteladanan Berisalah…, hal. 160

[20] Ibid, hal.180

[21] Departemen Agama RI, Al-Qur’an  dan Terjemahannya, hal. 331

[22] Qodi ‘Iyad Ibn Musa Al Yahsubi…, hal. 232-233

[23] Sugeng Hariyanto, Persepsi Santri Terhadap Perilaku Kepemimpinan KIAI di Pondok Pasantren…, hal. 68

[24]Ibid, hal. 58

[25] Ibid, hal. 61

[26] Ibid, hal. 63

[27] Ibid, hal. 64-66

[28] Rosady Ruslan, Manajemen Public Relations & Media Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007) hal. 89

[29] Ibid, hal. 91

[30] Ibid, hal. 92

[31]  Suranto, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011) hal. 3-5

[32] Onong Uchjana Effendy, Hubungan Masyarakat Suatu Studi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 79-80

[33] Burhan Bunging, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, Dan Diskursus Teknologi Komunikasi Di Masyarakat, (Jakarta, Prenada Media Group, 2008), hal. 266

[34] Arni Muhammad, komunikasi organisasi…, hal. 181-182

[35] H.A.W Widjaja, Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 89

[36] Hafied Changgara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 123

[37] Ibid, hal. 124-125

[38] Ibid, hal. 126

[39] Werner J. Severin & James W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, & Terapan di Dalam Media Massa, (Jakarta: Kencana, 2009) hal. 386

[40] Hafied Changgara, Pengantar Ilmu Komunikasi…, hal. 126-127

[41] Fatah syukur NC, Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2012) hal. 67

[42] Raimond A. Noe, dkk, Manajemen Sumber Daya Manusia Mencapai Keunggulan Bersaing…, hal. 225

[43] Hafied Changgara, Pengantar Ilmu Komunikasi…, hal. 153

[44] Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), hal. 116

[45] Hafied Changgara, Pengantar Ilmu Komunikasi…, hal. 154-155

[46] Ibid, hal. 156



[1] Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011),  hal. 1

[2] Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1993), hal. 29

[3]Ibid, hal. 299

[4] Ibid, hal. 301

[5] Hasbi Amiruddin, Menata Masa Depan Dayah di Aceh, (Banda Aceh: Yayasan Pena, 2008), hal. 54

[6] Hasil Wawancara Dengan: Riska Amalia, Guru TPQ Miftahul Ulum, Tanggal 3 November 2015

[7] Suyadi,  Strategi Pembelajaran pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hal. 13

[8]  Deddy Mulyana,  Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar,  (Bandung: PT  Remaja Rosdakarya,  2005),  hal.  41-42

[9] Deddy Mulyana,  Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosdakrya, 2007), hal. 69

[10] Onong Uchana Effendi, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi…, hal. 301

[11] Erni Tisnawati Sule, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Kencana, 2005),  hal. 225

[12] Raimond A. Noe, dkk,  Manajemen Sumber Daya Manusia Mencapai Keunggulan Bersaing, (Jakarta: Salemba Empat,  2008),  hal.  225

[13]  https://pemahaman.pemahaman.wordpress.com/diakses tgl 8 november 2015 pukul 21:20

[14] Sugeng Haryanto,  Persepsi Santri Terhadap Perilaku Kepemimpinan Kiai Di Pondok Pasantren, (Jakarta: Kementrian Agama,  2012),  hal.  23

[15] Mahzir, Pentingnya Strategi Komunikasi Bagi Keberhasilan Pimpinan Dayah Nurul Huda Dalam Memotivasi Masyarakat Untuk Belajar Agama Di Gampong Blang Bitra Kecamatan Peureulak Kabupaten Aceh Timur, (Langsa, Skripsi STAIN Zawiyah Cot Kala, 2012), hal. 64

[16] Ali Usman, Strategi Komunikasi Seksi Syari’at Islam Kantor Camat Kecamatan  Bendahara Dalam Meningkatkan Pengamalan Agama Islam Di Kecamatan Bendahara, (Langsa, Skripsi STAIN Zawiyah Cot Kala,  2012), hal. 61-63

[17] Irsa, Strategi Komunikasi Program Sadar pajak: Studi Seksi Konsultasi Perpajakan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kota Langsa, (Langsa, Skripsi STAIN Zawiyah Cot Kala, 2013), hal. 74