close

Acuan Makalah Peran Pendidikan Dalam Pengembangan Wujud Sifat Hakekat Manusia Dan Dimensi, Dimensi Kemanusiaan

Peran Pendidikan dalam Pengembangan Wujud Sifat HakekatManusia dan Dimensi, Dimensi Kemanusiaan 
Sifat Hakikat Manusia
Sifat hakikat insan menjadi bidang kajian filsafat, khususnya filsafat antropologi. Hal inimenjadi keharusan oleh sebab pendidikan bukanlah sekedar soal praktek melainkan praktek yang berlandaskan dan bertujuan. Sedangkan landasan dan tujuan pendidikan itu sendirisifatnya filosofis normative. Bersifat filosofis sebab untuk menerima landasan yangkukuh diharapkan adanya kajian yang bersifat mendasar, sistematis, dan universal perihal cirihakiki manusia. Bersifat normative alasannya adalah pendidikan memiliki peran untuk menumbuhkembangkan sifat hakikat insan tersebut sebagai sesuatu yang bernilai luhur,dan hal itu menjadi kewajiban.
Pengertian sifat hakikat insan 
Sifat hakikat insan diartikan selaku ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil (jadi bukan hanya gradual) membedakan manusia dari hewan. Meskipun antara insan denganhewan banyak kemiripan utamanya jikalau dilihat dari segi biologisnya.
Beberapa filosof mirip Socrates menamakan manusia itu Zoon Politicon (hewan yang bermasyarakat), Max Scheller menggambarkan manusia selaku Das Kranke Tier (hewanyang sakit) yang senantiasa gelisah dan berurusan.
Wujud Sifat Hakikat Manusia 
Kemampuan menyadari diri
Kaum rasionalis menunjuk kunci perbedaan manusia dengan binatang pada adanya kemampuanmenyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Manusia menyadari bahwa dirinya (akunya)memiliki ciri khas atau karakteristik diri. Hal ini mengakibatkan manusia mampu membedakandirinya dengan aku-saya lainnya (beliau, mereka) dan dengan non-aku (lingkungan fisik) di sekitarnya. Bahkan bukan cuma membedakan, lebih dari itu manusia mampu menciptakan jarak (distansi) dengan lingkungannya, baik berupa langsung maupun nonpribadi/benda.Kemampuan membuat jarak dengan lingkungannya berarah ganda, ialah arah keluar dan kedalam.Dengan arah keluar, aku memandang dan menimbulkan lingkungan sebagai objek, selanjutnyaaku memanipulasi ke dalam lingkunganu menyanggupi keperluan saya. Puncak kegiatan yangmengarah keluar ini dapat dipandang sebagai gejala egoisme. 
Dengan arah ke dalam, akumemberi status terhadap lingkungan (dalam hal ini kau, dia mereka) selaku subjek yang berhadapan dengan aku selaku objek, yang isinya adalah pengabdian, pengorbanan,tenggang rasa, dan sebagainya. Dengan kata lain aku keluar dari dirinya dan menempatkanaku pada diri orang lain. Di dalam proses pendidikan, kecenderungan dua arah tersebut perludikembangkan secara berimbang. Pengembangan arah keluar ialah pelatihan faktor sosialitas, sedangkan pengembangan arah ke dalam memiliki arti training aspek individualitasmanusia.Yang lebih istimewa ialah bahwa manusia dikaruniai kesanggupan untuk membuat jarak (distansi) diri dengan akunya sendiri.
Kemampuan bereksistensi
Dengan keluar dari dirinya, dan dengan membuat jarak antara aku dengan dirinya sebagaiobjek, kemudian melihat objek itu selaku sesuatu, memiliki arti insan itu mampu menembus ataumenorobos dan menangani batas-batas yang membelenggu dirinya. kesanggupan menorobosini bukan saja dalam kaitannya dengan soal ruang, melainkan juga dengan waktu.Kemampuan menempatkan diri dan menerobos inilah yang disebut kesanggupan bereksistensi.Adanya kesanggupan bereksistensi inilah pula yang membedakan insan sebagai makhluk human dari binatang sebagaimakhluk infra human, dimana hewan menjadi onderdil darilingkungan, sedangkan insan menjadi manajer kepada lingkungannya. Oleh sebab itukemampuan bereksistensi inilah perlu dibina melalui pendidikan.
Pemilikan kata hati (conscience of man) 
Kata hati atau conscience of man juga sering disebut dengan istilah hati nurani, lubuk hati,bunyi hati, pelita hati, dan sebagainya. Conscience adalah pengertian yang ikut serta atau pemahaman yang mengikut tindakan. Manusia memiliki pemahaman yang menyertai tentangapa yang mau, yang sedang, dan yang sudah dibuatnya.Makara pelita hati atau hati nurani memperlihatkan bahwa kata hati itu yaitu kesanggupan pada dirimanusia yang memberi penerangan perihal baik buruknya perbuatannya sebagai insan.Orang yang tidak memiliki pertimbangan dan kemampuan untuk mengambil keputusantentang yang bagus/benar dan yang jelek/salah ataupun kesanggupan dalam mengambilkeputusan tersebut hanya dari sudut persepsi tertentu (contohnya sudut kepentingan diri),dibilang bahwa kata hatinya tidak cukup tajam. Kaprikornus, standar baik/benar dan buruk/salahharus dikaitkan dengan baik/benar dan buruk/salah bagi manusia sebagai manusia. Drijarkaramenyebutnya dengan baik yang integral.Orang yang mempunyai kecerdasan nalar akal sehingga mampu menganalisis dan mampumembedakan yang bagus/benar dengan yang jelek/salah bagi manusia sebagai manusiadisebut tajam kata hatinya.Dapat ditarik kesimpulan bahwa kata hati itu yakni kesanggupan membuat keputusan perihal yang bagus/benar dan yang buruk/salah bagi insan sebagai manusia. Dalam kaitan dengan budbahasa (perbuatan), kata hati ialah petunjuk bagi moral/perbuatan’. Usaha untuk mengganti kata hati (gewetan ferming).
Moral
Jika kata hati diartikan selaku bentuk pengertian yang menyertai tindakan, maka yangdimaksud dengan budbahasa (yang sering juga disebut adab) adalah tindakan itu sendiri.Disini tampak bahwa masih ad jarak antara kata hati dengan etika. Artinya seseorang yangtelah memiliki kata hati yang tajam belum otomatis perbuatannya ialah realisasi darikata hatinya itu. Untuk menjembatani jarak yang mengantarai keduanya masih ada aspek yang diperlukan ialah kemauan. Bukankah banyak orang yang memiliki kecerdasan akaltetapi tidak cukup memiliki budpekerti (keberanian berbuat). Itulah sebabnya maka pendidikanmoral juga sering disebut pendidikan kemauan.
Etika biasanya dibedakan dari etiket. Jika susila (adat) menunjuk kepada tindakan yang bagus/benar ataukah yang salah, yang berperikamanusiaan atau yang jahat, maka etiket cuma berhubungan dengan soal sopan santun. Karena budpekerti bertalian akrab dengan keputusan katahati, yang dalam hal ini berarti bertalian erat dengan nilai-nilai, maka bantu-membantu sopan santun ituadalah nilai-nilai kemanusiaan.
Kemampuan bertanggung jawab
Kesediaan untuk menanggung segenap akhir dari perbuatan yang menuntut jawab,ialah mengambarkan dari sifat orang yang bertanggung jawab. Wujud bertanggung jawab bermacam-macam. Ada tanggung jawab kepada diri sendiri, tanggung jawab kepadamasyarakat, dan tanggung jawab terhadap Tuhan. Tanggung jawab terhadap diri sendiri berartimenanggung permintaan kata hati, misalnya dalam bentuk penyesalan yang mendalam.Bertanggung jawab terhadap masyarakat memiliki arti menanggung permintaan norma-norma sosial.Bentuk tuntutannya berupa hukuman-hukuman sosial mirip cemoohan penduduk , eksekusi penjara dan lain-lain. Bertanggung jawab terhadap Tuhan bermakna menanggung permintaan norma-norma agama, contohnya perasaan berdosa dan terkutuk.Disini tampak betapa eratnya hubungan antara kata hati, budbahasa, dan tanggung jawab. Katahati memberi fatwa, etika melaksanakan, dan tanggung jawab ialah kesediaanmenerima konsekuensi dari perbuatan.Dengan demikian, tanggung jawab mampu diartikan sebagai keberanian untuk menentukan bahwa sesuatu perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia.
Rasa kebebasan (kemerdekaan)
Merdeka ialah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu), namun sesuai dengan tuntutankodrat insan. Dalam pernyataan ini ada dua hal yang nampaknya saling berlawanan adalah ‘rasa bebas’ dan ‘sesuai dengan permintaan kodrat manusia’ yang memiliki arti ada ikatan.
Kemerdekaan dalam arti yang sebenanrya memang berlangsung dalam keterikatan. Artinya, bebas berbuat sepanjang tidak berlawanan dengan permintaan kodrat manusia. Pernyataantersebut memperlihatkan bahwa merdeka tidak sama dengan berbuat bebas tanpa ikatan.Perbuatan bebas membabibuta tanpa mengamati petunjuk kata hati, sesungguhnya hanyamerupakan kebebasan semu. Sebab cuma nampaknya bebas, namun sebenarnya justru tidak bebas, karena tindakan seperti itu segera disusul dengan sanksi-sanksinya. 
Di sini tampakbahwa kemerdekaan berkaitan dekat dengan kata hati dan etika. Seseorang mengalami rasamerdeka jika segenap perbuatannya (moralnya) sesuai dengan apa yang dikatakan olehkata hatinya yakni kata hati yang cocok dengan tuntutan kodrat insan. Implikasi pedagogisnya yakni sama dengan pendidikan moral yaitu mengusahakan agar akseptor latih dibiasakan menginternalisasikan nilai-nilai, hukum-aturan ke dalam dirinya, sehinggadirasakan sebagai miliknya. Dengan demikian aturan-hukum itu tidak lagi dirasakan sebagaisesuatu yang merintangi gerak hidupnya.
Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari hak Kewajiban dan hak yakni dua macam tanda-tanda yang muncul selaku manifestasi dan manusiasebagai makhluk sosial. Yang satu ada cuma oleh alasannya adanya yang lain. Tak ada hak tanpa kewajiban. Jika seseorang mempunyai hak untuk menuntut sesutu maka tentu ada pihak lain yang berkewajiban untuk menyanggupi hak tersebut. Sebaliknya kewajiban ada oleh karenaada pihak yang mesti dipenuhi haknya. Pada dasarnya, hak itu yakni sesuatu yang masihkosong. Sedangkan kewajiban dipandang sebagi sesuatu beban. Ternyata bukan bebanmelainkan keniscayan artinya, selama seseorang menyebut dirinya insan dan maudipandang sebagai manusia,maka kewajiban itu menjadi keniscayaan baginya. Sebab jikamengelakkannya maka dia bermakna mengingkari kemanusiannya (yaitu sebagai kenyataanmakhluk sosial). 
Karena itu seseorang yang makin menyatu dengan keharusan, nilai, makamartabat kemanusiaannya makin tinggi di mata masyarakat. Dengan kata lain,melaksanakan kewajiban itu ialah sebuah keluhuran.Wajib bukanlah ikatan, melainkan sebuah keniscayaan. Karena wajib yaitu keniscayaan,maka kepada apa yang diwajibkan insan menjadi tidak merdeka. Mau atau tidak harusmenerimanya. Tetapi kepada keniscayaan itu sendiri insan bisa taat dan bisa jugamelanggar.Pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban bertalian bersahabat dengan soal keadilan. Dalamhubungan ini mungkin dapat dibilang bahwa keadilan terwujud bila hak sejalan dengankewajiban. Karena pemenuhan hak dan pelaksanaan keharusan dibatasi oleh situasi dankondisi, yang mempunyai arti tidak seluruh hak dapat dipenuhi dan tidak segenap keharusan dapatsepenuhnya dijalankan.
Kemampuan menghayati kewajiban selaku keniscayaan tidaklah lahir dengan sendirinya,namun bertumbuh melalui suatu proses. Usaha menumbuhkembangkan rasa wajib sehinggadihayati sebagai suatu keniscayaan dapat ditempuh lewat pendidikan disiplin.
Kemampuan menghayati kebahagiaan
Kebahagiaan yakni suatu perumpamaan yang lahir dari kehidupan insan. Penghayatan hidup yangdisebut kebahagiaan ini meskipun tidak mudah untuk dijabarkan namun tidak susah untuk dicicipi. Dapat diduga, bahwa hampir setiap orang pernah mengalami rasa senang.Sebagian lagi menganggap bahwa rasa senang cuma ialah faktor dari kebahagiaan,karena kebahagiaan sifatnya lebih permanen dari pada perasaan bahagia yang sifatnya lebihtemporer. Dengan kata lain, kebahagiaan lebih ialah integrasi atau rentetan darisejumlah kesenangan. Proses integrasi dari kesemuanya yang menggembirakan maupun yang pahit menciptakan suatu bentuk penghayatan hidup yang disebut senang.
Kebahagiaan itu lebih dapat dirasakan ketimbang dipikirkan. Pada saat orang menghayatikebahagiaan, aspek rasa lebih berperan ketimbang aspek akal. Oleh karena itu dibilang bahwa kebahagiaan itu sifatnya irasional. Padahal kebahagiaan yang sepertinya didominasioleh perasaan itu ternyata tidak demikian, sebab aspek-faktor kepribadian yang lain sepertiakal anggapan juga ikut berperan.Dapat ditarik kesimpulan bahwa kebahagiaan itu dapat diusahakan peningkatannya. Ada dua halyang dapat dikembangkan, adalah kesanggupan berupaya dan kemampuan menghayati hasilusaha dalam kaitannya dengan takdir. Dengan demikian pendidikan memiliki peranan penting sebagai wahana untuk mencapai kebahagiaan, terutama pendidikan keagamaan.
Dimensi-dimensi Hakikat Manusia serta Potensi, Keunikan dan Dinamikanya Telah diuraikan sifat hakikat insan. Pada bab ini sifat hakikat tersebut akan dibahas lagidimensi-dimensinya atau ditilik dari segi lain. 
Ada 4 macam dimensi yang hendak dibahas,adalah:
Dimensi Keindividualan
Lysen mengartikan individu selaku orang seorang, sesuatu yang ialah sebuah keutuhanyang tidak mampu dibagi-bagi (in devide). Selanjutnya individu diartikan sebagai eksklusif.(Lysen, individu dan penduduk ). Setiap anak manusia yang dilahirkan sudah dikaruniai peluanguntuk menjadi berlainan dari lainnya, atau menjadi (mirip) dirinya sendiri. Tidak ada diri individu yang identik di tampang bumi. Demikian kata M.J. Langeveld (seorang pakar pendidikan yang tersohor di Negeri Belanda) yang menyampaikan bahwa setiap orang memilikiindividualitas. Bahkan dua anak kembar yang berasal satu telur pun, yang biasa dikatakanseperti pinang dibelah dua, serupa dan sukar dibedakan satu dari lainnya, hanya serupa tetapitidak sama, apalagi identik. Hal ini berlaku baik pada sifat-sifat fisiknya maupun hidupkejiwaannya (kerohaniannya). Dikatakan bahwa setiap individu bersifat unik (tidak ada taradan bandingannya). Karena adanya individualitas itu setiap orang memiliki kehendak, perasaan, harapan, kecenderungan, semangat, dan daya tahan yang berlawanan.
Dimensi Kesosialan
Setiap bayi lahir dikaruniai peluangsosialitas (MJ. Langeveld 54) pernyataan tersebutdiartikan bahwa setiap untuk bergaul. Artinya, setiap orang mampu saling berkomunikasi yang pada hakikatnya daidalamnya terkandung bagian saling memberi dan mendapatkan, dipandangsebagai kunci sukses pergaulan. Adanya dorongan untuk meerima dan memberi itu sudahmenggejalah mulai era bayi.Adanya dimensi kesosialan pada diri insan tampak lebih terang pada dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengansesamanya.Imannual Khan seorang filosofi tersohor bangsa Jerman menyatakan bahwa manusia hanyamenjadi manusia jika berada diantara insan. Seseorang dapat mengembangkankegemerannya, sikapnya, cita-citanya didalam interaksi dengan sesamanya, seseorang berkesempatan untuk berguru dari orang lain, mengidentifikasi sifat-sifat yang dikagumi dariorang lain itu untuk dimilikinya, serta menolak sifat-sifat tidak disukainya.Hanya dalam berinteraksi dengan sesamanya, dalam saling mendapatkan dan memberi seseorangmenyadari dan menghayati kemanusiaannya. Banyak bukti yang memberikan bahwa anak manusia tidak akan menjadi manusia kalau tidak berada diantara insan.
Dimensi KesusilaanSusila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi,didalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup cuma berbuat yang layak kalau didalamyang layak atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan terselubung. Karena itu maka pengertian sopan santun meningkat sehingga mempunyai ekspansi arti menjadi kebaikan yang lebih.Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam perumpamaan yang mempunyai konotasi berbedayaitu etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan) dan adat (masalah kebaikan). Orangyang berbuat jahat bermakna melanggar hak orang lain dan dibilang tidak beretika atau tidak bermoral. Sedangkan tidak sopan diartikan sebagai tidak beretiket. Jika adab dilanggar adaorang lain yang merasa dirugikan, sedangkan pelanggaran etiket hanya mengakibatkanketidak senangangan orang lain.
Pada hakikatnya manusia mempunyai kesanggupan untuk mengambil keputusan akhlak, sertamelaksanakannya sehingga dibilang insan itu yaitu makhluk akhlak. Drijarkaramengartikan manusia budpekerti sebagai insan yang mempunyai nilai-nilai, menghayati danmelaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan. Nilai-nilai ialah sesuatu yangdijunjung tinggi oleh manusia alasannya mengandung makna kebaikan, keluhuran, kemuliaandan sebagainya, sehingga dapat diyakini dan dijadikan anutan dalam hidup. Dilihat asaldari mana nilai-nilai itu diproduk dibedakan atas tiga macam, yaitu nilai otonom yang bersifatindividual (kebaikan menurut pendapat seseorang), nilai heteronom yang bersifat kolektif (kebaikan berdasarkan kelompok), dan nilai keagamaan yaitu nilai yang berasal dari Tuhan).
Dimensi Keberagamaan
Pada hakikatnya manusia ialah makhluk religious. Sejak dulu abad, sebelum manusiamengenal agama mereka telah percaya bahwa diluar alam yang dapat dijangkau dengan perantaraan alat indranya. Diyakini akan adanya kekuatan supranatural yang menguasaihidup alam semesta ini. Untuk dapat berkomunikasi dan mendekatkan diri kepada kekuatantersebut diciptakanlah mitos-mitos. Misalnya untuk meminta sesuatu dari kekuatan-kekuatantersebut, dikerjakan beragam upacara menyediakan sesajen-sesajen dan lain-lain.Kemudian setelah ada agama maka insan mulai menganutnya. Beragama merupakankebutuhan manusia alasannya insan yaitu makhluk yang lemah sehingga memerlukantempat bertopang. Manusia membutuhkan agama demi keselamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama menjadi sandaran vertical insan. Manusia dapat menghayati agama lewat proses pendidikan agama.
Pengembangan Dimensi Hakikat Manusia
Sasaran pendidikan adalah manusia sehingga dengan sendirinya pengembangan dimensihakikat insan menjadi peran pendidikan.Manusia lahir telah dikaruniai dimensi hakikat insan namun masih dalam wujud potensi, belum teraktualisasi menjadi wujud realita atau aktualisasi. Dari keadaan ‘potensi’ menjadi wujud aktualisasi terdapat rentangan proses yang mengundang pendidikan untuk berperan dalam memperlihatkan jasanya.Setiap manusia lahir dikaruniai naluri ialah dorongan-dorongan yang alami (doronganmakan, seks, menjaga diri, dan lain-lain). Jika seandainya insan dapat hiduphanya dengan naluri maka tidak bedanya dengan hewan. Hanya melalui pendidikan statushewani itu dapat diubah kea rah status manusiawi.
KESIMPULAN
Dapat ditarik kesimpulan bahwa sifat hakikat manusia dan segenap pengembangan dimensinyahanya dimiliki oleh insan dan tidak terdapat pada hewan. Ciri-ciri yang khas tersebut dapatmembedakan secara principal antara binatang dengan manusia. Meskipun dari sisi biologisnyamasih banyak kemiripannya.Adanya sifat hakikat tersebut mampu menunjukkan tempat kedudukan pada manusia sedemikianrupa sehingga derajatnya lebih tinggi dari pada binatang dan sekaligus mampu menguasai binatang.Salah satu sifat hakikat yang istimewa yaitu adanya kemampuan menghayati kebahagiaan pada manusia, dan semua sifat hakikat manusia tersebut dapat dan harusditumbuhkembangkan melalui pendidikan.Berkat adanya pendidikan maka sifat hakikat insan mampu ditumbuhkembangkan secaraselaras dan berimbang sehingga menjadi manusia yang utuh dan tepat.
SARAN
Dalam mempelajari hakikat manusia dan pengembangannya ini maka kita mampu mengetahuitentang perbedaan insan dengan binatang dan juga kita mampu mengetahui kekuranganmaupun keunggulan.Dengan mempelajari ini gampang-mudahan pengetahuan kita perihal sifat hakikat insan dan pengembangan ini mampu memperbesar pengetahuan kita dan dapat berguna bagi kita.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.masbied.com/2010/06/04/hakikat-insan-dan-pengembangannya/
http://nahulinguistik.wordpress.com/2012/09/04/hakikat-manusia-dan-pengembangannya/