Program Arsitektur/Pembuatan Perbankan Indonesia
PROGRAM PENGUATAN STRUKTUR PERBANKAN NASIONAL
“Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan”
Program ini bermaksud untuk memperkuat permodalan bank umum (konvensional dan syariah) dalam rangka memajukan kemampuan bank mengelola perjuangan maupun risiko, membuatkan teknologi berita, maupun memajukan skala bisnisnya guna mendukung peningkatan kapasitas perkembangan kredit perbankan. Implementasi acara penguatan permodalan bank dikerjakan secara sedikit demi sedikit. Upaya peningkatan modal bank-bank tersebut mampu dikerjakan dengan menciptakan business plan yang menampung sasaran waktu, cara dan tahap pencapaian.
Cara pencapaiannya lewat:
- Penambahan modal gres baik dari shareholder usang maupun penanam modal baru;
- Merger dengan bank (atau beberapa bank) lain untuk mencapai patokan modal minimum gres;
- Penerbitan saham baru atau secondary offering di pasar modal;
- Penerbitan subordinated loan
Dalam waktu sepuluh sampai limabelas tahun ke depan acara peningkatan permodalan tersebut diperlukan akan mengarah pada terciptanya struktur perbankan yang lebih optimal, adalah terdapatnya:
2 hingga 3 bank yang mengarah kepada bank internasional dengan kapasitas dan kesanggupan untuk beroperasi di kawasan internasional serta memiliki modal di atas Rp50 triliun;
3 hingga 5 bank nasional yang memiliki cakupan perjuangan yang sungguh luas dan beroperasi secara nasional serta memiliki modal antara Rp10 triliun hingga dengan Rp50 triliun;
30 hingga 50 bank yang aktivitas bisnisnya terfokus pada segmen perjuangan tertentu sesuai dengan kapabilitas dan kompetensi masing-masing bank. Bank-bank tersebut mempunyai modal antara Rp100 miliar sampai dengan Rp10 triliun;
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan bank dengan kegiatan perjuangan terbatas yang memiliki modal di bawah Rp100 miliar.
PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PENGATURAN PERBANKAN
“Menciptakan tata cara pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada persyaratan internasional”
Program ini bermaksud untuk memajukan efektivitas pengaturan serta menyanggupi kriteria pengaturan yang mengacu pada international best practices. Program tersebut mampu dicapai dengan penyempurnaan proses penyusunan kebijakan perbankan serta penerapan 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision secara sedikit demi sedikit dan menyeluruh. Dalam jangka waktu lima tahun ke depan dibutuhkan Bank Indonesia telah sejajar dengan negara-negara lain dalam penerapan international best practices tergolong 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision. Dari segi proses penyusunan kebijakan perbankan diperlukan dalam waktu dua tahun ke depan Bank Indonesia telah mempunyai metode penyusunan kebijakan perbankan yang efektif yang sudah melibatkan pihak-pihak terkait dalam proses penyusunannya.
PROGRAM PENINGKATAN FUNGSI PENGAWASAN
“Menciptakan industri perbankan yang berpengaruh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai ketahanan dalam menghadapi risiko”
Program ini bertujuan untuk mengembangkan independensi dan efektivitas pengawasan perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Hal ini diraih dengan peningkatkan kompetensi pemeriksa bank, kenaikan koordinasi antar lembaga pengawas, pengembangan pengawasan berbasis risiko, peningkatkan efektivitas enforcement, dan konsolidasi organisasi sektor perbankan di Bank Indonesia. Dalam jangka waktu dua tahun ke depan diharapkan fungsi pengawasan bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia akan lebih efektif dan sejajar dengan pengawasan yang dilakukan oleh otoritas pengawas di negara lain.
PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS MANAJEMEN DAN OPERASIONAL PERBANKAN
“Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional”
Program ini bermaksud untuk meningkatkan good corporate governance (GCG), kualitas administrasi resiko dan kesanggupan operasional manajemen. Semakin tingginya persyaratan GCG dengan didukung oleh kemampuan operasional (tergolong administrasi risiko) yang tangguh diperlukan dapat meningkatkan kinerja operasional perbankan. Dalam waktu dua sampai lima tahun ke depan diperlukan keadaan internal perbankan nasional menjadi makin kuat.
PROGRAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PERBANKAN
“Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat”
Program ini bermaksud untuk berbagi sarana penunjang operasional perbankan yang efektif mirip credit bureau, lembaga pemeringkat kredit domestik, dan pengembangan skim penjaminan kredit. Pengembangan credit bureau akan menolong perbankan dalam mengembangkan kualitas keputusan kreditnya. Penggunaan forum pemeringkat kredit dalam publicly-traded debt yang dimiliki bank akan memajukan transparansi dan efektivitas administrasi keuangan perbankan. Sedangkan pengembangan skim penjaminan kredit akan meningkatkan akses kredit bagi masyarakat. Dalam waktu tiga tahun ke depan diharapkan sudah tersedia infrastruktur penunjang perbankan yang mencukupi.
PROGRAM PENINGKATAN PERLINDUNGAN NASABAH
“Mewujudkan pemberdayaan dan dukungan pelanggan jasa perbankan”
Program ini bertujuan untuk memberdayakan nasabah lewat penetapan tolok ukur penyusunan mekanisme pengaduan nasabah, pendirian lembaga mediasi independen, peningkatan transparansi isu produk perbankan dan edukasi bagi nasabah. Dalam waktu dua hingga lima tahun ke depan diharapkan program-acara tersebut mampu meningkatkan keyakinan nasabah pada metode perbankan.
PEDOMAN AKUNTANSI PERBANKAN INDONESIA (PAPI)
Sehubungan dengan dilakukannya penyempurnaan oleh Ikatan Akuntan Indonesia kepada beberapa Standar Akuntansi Keuangan yang ketika ini berlaku, maka PAPI yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari PSAK yang berhubungan untuk industri perbankan juga perlu diubahsuaikan, termasuk adaptasi terkait dengan penerbitan PSAK No. 50 (Revisi 2006) ihwal Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan, dan PSAK No. 55 (Revisi 2006) ihwal Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran, yang hendak berlaku sejak 1 Januari 2010.
PAPI disusun dengan koordinasi antara Bank Indonesia, perbankan, dan Ikatan Akuntan Indonesia. Dengan PAPI diperlukan mampu terjadi peningkatan transparansi kondisi keuangan bank sehingga pembukuan keuangan bank menjadi kian berhubungan , komprehensif, jago, dan dapat diperbandingkan.
Pemberlakuan PAPI 2008 diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/4/DPNP tanggal 27 Januari 2009 perihal Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia. Sebagai isyarat pelaksanaan dari PSAK maka untuk hal-hal yang tidak diatur dalam PAPI tetap mengacu terhadap PSAK yang berlaku.
Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (Revisi 2008)
Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia Buku 2 (564kb, zip)
Tambahan Ilustrasi Dan Penjelasan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia Buku 1 (313kb, zip)
Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan Rakyat (446kb)
Prinsip Mengenal Nasabah dan Anti Pencucian Uang
PROGRAM ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME (APU DAN PPT)
Sebagai salah satu upaya untuk menangkal masuknya uang hasil tindak kejahatan ke dalam industri perbankan, Bank Indonesia sudah mempublikasikan ketentuan terkait dengan pencucian uang sejak tahun 2001 mengenai Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles). Selanjutnya ketentuan dimaksud disempurnakan pada tahun 2009 dengan mengadopsi anjuran dengan patokan internasional yang lebih komprehensif untuk menangkal dan memberantas pencucian duit dan/atau pendanaan terorisme yang dikeluarkan oleh Financial Action Task Force (FATF), yang dikenal dengan Rekomendasi 40 + 9 FATF. Rekomendasi tersebut juga dipakai oleh penduduk internasional dalam penilaian kepada kepatuhan suatu negara kepada pelaksanaan acara APU dan PPT. Terdapat penyesuaian terminologi dari sebelumnya menggunakan terminologi “KYC” berkembang menjadi terminologi “CDD/Customer Due Dilligence”
Seiring dengan kemajuan produk, acara dan teknologi isu bank yang kian kompleks dikhawatirkan mampu memajukan peluang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memakai produk/jasa bank dalam menolong tindak kejahatannya, Untuk itu, agar penggunaan bank sebagai sarana pencucian duit dan pendanaan terorisme dapat dihemat, dibutuhkan peranan bank yang lebih besar dari sebelumnya ialah dengan menerapkan Program APU dan PPT yang optimal dan efektif. Penerapan acara APU dan PPT oleh bank tidak saja penting untuk pemberantasan pencucian uang, melainkan juga untuk mendukung penerapan prudential banking yang mampu melindungi bank dari banyak sekali risiko yang mungkin muncul antara lain risiko hukum, risiko reputasi dan risiko operasional.
Selain itu, dalam rangka mewujudkan rezim APU dan PPT yang lebih optimal, Bank Indonesia selalu secara aktif dan berkesinambungan melakukan kerjasama dengan instansi terkait antara lain Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) dan universitas.
BANK DALAM PENGAWASAN KHUSUS (SPECIAL SURVEILLANCE)
Program restrukturisasi perbankan nasional sudah dilaksanakan melalui tindakan antara lain pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), acara penjaminan Pemerintah, dan acara rekapitalisasi perbankan. Dalam perkembangannya masih terdapat Bank yang dinilai mengalami kesusahan yang mampu membahayakan kelancaran bisnisnya dan atau sistem perbankan nasional.
Sehubungan dengan itu kepada Bank dimaksud perlu dilaksanakan langkah-langkah tertentu mirip pengawasan intensif dan pengawasan khusus, biar metode perbankan yang sehat dapat tercipta secara efektif. Bagi Bank yang masih memiliki prospek untuk menjadi sehat perlu dilaksanakan tindakan perbaikan dan penyehatan atau bagi Bank yang tidak mungkin lagi mampu disehatkan perlu dijalankan tindakan solusi. Oleh karena itu perlu ditetapkan kriteria dan tolok ukur yang terperinci serta transparan mengenai tingkat kesulitan Bank dalam acara usahanya, serta langkah-langkah kerjasama dan prosedur yang diharapkan dalam rangka pelaksanaan restrukturisasi perbankan nasional. Langkah-langkah koordinasi antara Bank Indonesia dengan BPPN dalam rangka restrukturisasi perbankan nasional antara lain dituangkan dalam Kesepakatan Bersama antara Gubernur Bank Indonesia dan Ketua BPPN.
Sesuai dengan program rekapitalisasi perbankan, maka pada final tahun 2001 perbankan diwajibkan untuk menyanggupi rasio kewajiban penyediaan modal minimum sama dengan atau lebih besar dari 8% (delapan perseratus).
:: Strategi Pengawasan oleh Bank Indonesia
Dalam rangka mengerjakan peran pengawasan, Bank Indonesia menetapkan beberapa macam pengawasan yang didasarkan atas analisis terhadap kondisi suatu bank tertentu yakni:
- Pengawasan Normal (Rutin)
- Pengawasan Intensif (Intensive Supervision)
- Pengawasan Khusus (Special Surveillance)
Dalam prakteknya, Bank Indonesia juga tetap memantau Bank Dalam Penyehatan (BDP), dan memantau penyelesaian kewajiban dari Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU), serta Bank Dalam Likuidasi (BDL) yang ditetapkan oleh peraturan dan perundang-ajakan yang berlaku.
:: Pendekatan Pengawasan oleh Bank Indonesia
Dalam melakukan strategi pengawasan tersebut di atas, pendekatan pengawasan yang dikerjakan terbagi atas dua jenis aktivitas yaitu pengawasan tidak langsung (off site supervision) dan pengawasan langsung (on site examination). Secara ringkas, pengawasan tidak langsung ialah langkah-langkah pengawasan dan analisis yang dilakukan berdasarkan laporan terpola (regulatory reports) yang disampaikan oleh Bank, info dalam bentuk komunikasi lain serta info dari pihak lain. Sementara itu, pengawasan pribadi dilaksanakan dengan cara melaksanakan pemeriksaan pada Bank untuk meneliti dan memeriksa tingkat kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku. Termasuk dalam kedua jenis pendekatan pengawasan tersebut di atas analisis keadaan Bank, saat ini dan diwaktu yang akan datang (forward looking).
:: Pengawasan Normal
Pengawasan ini dijalankan kepada Bank yang memenuhi kriteria tidak memiliki peluangatau tidak membahayakan kelangsungan usahanya. Umumnya, frekuensi pengawasan dan pemantauan keadaan Bank dikerjakan secara normal sedangkan investigasi kepada jenis Bank ini dilaksanakan secara terpola atau sedikitnya setahun sekali.
:: Pengawasan Intensif
Pengawasan intensif ini dilakukan Bank yang menyanggupi yang memiliki kesempatankesulitan yang dapat membahayakan kelancaran usahanya. Langkah-langkah yang dilaksanakan Bank Indonesia pada Bank dengan status Pengawasan Intensif, antara lain:
- Meminta Bank untuk melaporkan hal-hal tertentu kepada Bank Indonesia.
- Melakukan peningkatan frekuensi pengkinian dan evaluasi rencana kerja dengan adaptasi terhadap sasaran yang mau diraih.
- Meminta Bank untuk menyusun rencana langkah-langkah sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.
- Menempatkan pengawas dan atau pemeriksa Bank Indonesia pada Bank, kalau diperlukan.
Bagi Bank dalam Pengawasan Intensif yang tidak menciptakan perbaikan kondisi keuangan dan manajerial dan berdasarkan analisis Bank Indonesia dikenali bahwa Bank tersebut mampu diklasifikasikan selaku Bank yang mempunyai kesusahan yang mampu membahayakan kelancaran bisnisnya, maka Bank tersebut selanjutnya ditetapkan selaku Bank dengan status Pengawasan Khusus. Disamping itu, apabila diperlukan, intensitas investigasi langsung pada Bank kebanyakan meningkat terutama dalam rangka mengawasi perkembangan kinerja menurut janji dan rencana perbaikan yang disampaikan administrasi Bank terhadap Bank Indonesia.
:: Pengawasan Khusus
Pengawasan terhadap bank yang dinilai mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan bisnisnya. Terhadap Bank dengan status Pengawasan Khusus ini maka beberapa tindakan Bank Indonesia yang diambil, antara lain:
- Memerintahkan Bank dan atau pemegang saham Bank untuk mengajukan rencana perbaikan permodalan (capital restoration plan) secara tertulis terhadap Bank Indonesia.
- Memerintahkan Bank untuk menyanggupi kewajiban melakukan tindakan perbaikan (mandatory supervisory actions).
- Memerintahkan Bank dan atau pemegang saham Bank untuk melakukan langkah-langkah antara lain:
- mengubah dewan komisaris dan atau direksi Bank;
- menghapusbukukan kredit atau pembiayaan menurut Prinsip Syariah yang termasuk macet dan memperhitungkan kerugian Bank dengan modal Bank;
- melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;
- menjual Bank terhadap pembeli yang bersedia menggantikan seluruh keharusan Bank;
- menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian acara Bank terhadap pihak lain;
- memasarkan sebagian atau seluruh harta dan atau keharusan Bank terhadap bank atau pihak lain; dan atau
- membekukan acara perjuangan tertentu Bank.
Adapun larangan dan pembatasan bagi Bank dalam Pengawasan Khusus, antara lain:
- Bank dihentikan melakukan pembayaran distribusi modal (pembagian deviden atau santunan bonus);
- Bank dihentikan melaksanakan transaksi dengan pihak terkait atau pihak lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
- Bank dikenakan pembatasan kemajuan aset;
- Bank dilarang melakukan pembayaran kepada sumbangan subordinasi;
- Bank dikenakan pembatasan kompensasi kepada pihak terkait;
Selain tindakan perbaikan Bank yang diwajibkan tersebut, Bank Indonesia juga Bank yang telah ditetapkan dengan status Bank dalam Pengawasan Khusus pada homepage Bank Indonesia. Sebaliknya, dalam rangka keseimbangan isu terhadap publik, maka jika keadaan Bank membaik dan tidak terkategori selaku Bank dalam Pengawasan Khusus, maka Bank Indonesia juga akan mengumumkannya.
Jangka waktu Bank dengan status Pengawasan Khusus yaitu paling lama tiga bulan bagi Bank yang tidak terdaftar pada Pasar Modal atau enam bulan bagi Bank yang terdaftar pada Pasar Modal (listed Banks). Jangka waktu tersebut mampu diperpanjang dan perpanjangan dapat diberikan maksimal satu kali dan paling lama tiga bulan. Pertimbangan perpanjangan tersebut terutama yang berhubungan dengan proses hukum yang diperlukan antara lain perubahan anggaran dasar, pengalihan hak kepemilikan, proses perizinan, dan proses kaji tuntas oleh investor baru (due diligence).
Pada biasanya frekuensi dan intensitas pengawasan dan investigasi berkembangterutama dalam rangka mengawasi perkembangan kinerja dan kesepakatan serta kewajiban Bank yang diperintahkan oleh Bank Indonesia. Selanjutnya berdasarkan analisis dan pemantauan dimaksud, apabila dikenali bahwa keadaan Bank makin memburuk, maka terdapat dua alternatif resolusi Bank dimaksud, adalah Bank diserahkan terhadap BPPN dengan status Bank Dalan Penyehatan (BDP) atau Bank Beku Kegiatan Usaha.
:: Bank Dalam Penyehatan
Bank mampu ditetapkan dengan status Bank Dalam Penyehatan kalau Bank tersebut dinilai masih memiliki kesempatanuntuk dapat diperbaiki utamanya dari aspek permodalan. Selama proses penyehatan Bank oleh BPPN, komunikasi dan kerjasama antara Bank Indonesia dengan BPPN intensif dilaksanakan khususnya yang berkaitan dengan pertumbuhan indikator utama kinerja Bank, antara lain kinerja permodalan, rasio likuiditas (Giro Wajib Minimum), non-performing loan, ketentuan prudensial (BMPK, PDN, PPAP), dan indikasi pencapaian rencana kerja. Apabila keadaan membaik dan acara penyehatan sudah tamat dilaksanakan atau dinyatakan sukses, maka status BDP dicabut dan Bank diserahkan kembali terhadap Bank Indonesia untuk dikerjakan pengawasan yang diharapkan. Sebaliknya, kalau kondisi Bank semakin memburuk, status BDP mampu berkembang menjadi Bank Beku Kegiatan Usaha.
:: Bank Beku Kegiatan Usaha
Bank ditetapkan dengan status Bank Beku Kegiatan Usaha apabila Bank memenuhi kriteria bahwa keadaan Bank menurun sangat tajam atau acara penyehatan BPPN atas Bank Dalam Penyehatan (BDP) tidak mampu tertuntaskan oleh Bank dalam rentang waktu yang disepakati atau menurut pertimbangan BPPN, program penyehatan tidak mampu dikerjakan meskipun rentang waktu yang disepakati belum terlampaui. Selanjutnya dalam hal BPPN sudah final melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk solusi Bank dengan status BBKU, solusi berikutnya dijalankan tahapan-tahapan pencabutan izin usaha, pembubaran badan aturan, serta likuidasi Bank.
KONSUMEN
EDUKASI
Edukasi dan Perlindungan Konsumen (EPK) dibentuk dalam rangka melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat terhadap pelanggaran dan kejahatan di sektor keuangan seperti manipulasi dan banyak sekali bentuk penggelapan dalam acara jasa keuangan, sesuai Pasal 4 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Bidang EPK Otoritas Jasa Keuangan ini bertugas mengembangkan pengertian penduduk dan pelanggan tentang Lembaga Jasa Keuangan (LJK) serta produk dan jasa yang ditawarkan di industri keuangan, sehingga dengan demikian tingkat pengetahuan perihal industri keuangan akan berkembangdan pada risikonya akan mengembangkan tingkat utilitas dan iktikad penduduk serta konsumen kepada forum dan produk jasa keuangan di Indonesia (financial well-literate).
Sesuai Pasal 28 UU No. 21 Tahun 2011 Tentang OJK, OJK berwenang melaksanakan langkah-langkah pencegahan kerugian demi melindungi pelanggan dan penduduk yang meliputi:
- Edukasi
- Pelayanan Pengaduan Konsumen
- Pembelaan Hukum
EPK OJK mengadakan acara edukasi dan sosialisasi yang menjadi bagian dari peran edukasi dan dukungan konsumen. Kegiatan ini diselenggarakan di aneka macam kota serta mengundang berbagai lapisan penduduk , mirip ibu rumah tangga, pengusaha kecil, pedagang, dan para akademisi (mahasiswa dan dosen).
Aktivitas sosialisasinya meliputi:
- Produk Keuangan
- Pengelolaan Keuangan
- Lembaga Jasa Keuangan
- Investasi Ilegal
- Contoh sosialisasi edukasi ini yaitu untuk:
- Mengupas keuntungan dan risiko dari investasi
- Mengungkap modus operandi penipuan berkedok investasi
- Membeberkan bentuk biasa produk diduga ilegal yang sering disediakan
- Mengupas karakteristik umum produk diduga ilegal
- Mengungkap bermacam-macam sistem pemasaran produk disangka ilegal
INDUSTRI KEUANGAN NON BANK
Regulasi Asuransi
Regulasi Asuransi memaparkan sejumlah hukum dalam bentuk Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan dan Keputusan Menteri Keuangan, serta Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
Regulasi Dana Pensiun
Regulasi Dana Pensiun memaparkan sejumlah aturan dalam bentuk Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan dan Keputusan Menteri Keuangan, serta Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
Regulasi Lembaga Keuangan Lain
Regulasi Lembaga Keuangan Lain memaparkan sejumlah aturan dalam bentuk Undang-undang,Peraturan Pemerintah, Peraturan dan Keputusan Menteri Keuangan, serta Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 perihal Usaha Perasuransian