Maka, sahut perdana menteri, hai nakoda kapal!

Apa gunanya tuan hamba menjinjing kain yang baik-baik ini terhadap hamba? Karena alasannya adalah berdakwa ini tuan hamba mengupah hamba. Tiadalah hamba mau mengambil dia. Bawalah kembali dulu. Maka, hendak pun kami, maka ia menghukum atas seorang tiada dengan pembawaannya itu jadi menang beliau berhukum; melainkan apakah barang siapa yang benar itu kami benarkan dan kami serta ia. Jikalau anak kami sesekalipun apabila salah, kami salahkan juga. Janganlah nakoda sangka lagi yang demikian itu. Maka katanya terhadap perempuan itu. “Tatkala dahulu istri siapa engkau ini.” Maka, sahut perempuan itu, “Ya, Tuan Hakim!” Bahwasanya hamba istri nakoda, hamba tiada tahu bersuami tiga atau dijamah orang lain ketimbang nakoda ini.”

Maka kata orang muda itu, “Hai wanita yang bid’ah celaka yang menduakan suami! Maka tatkala engkau peristri, bukanlah engkau telah mati? Beberapa kali keluargamu untuk menanamkan tiada aku izinkan. Aku pinta hanyutkan ke bahari dan saya bahu-membahu. Daripada kasihku akan engkau maka setengah umurku bahagiakan akan dikau. Maka dengan kurnia Allah engkau dikembalikan hidup dalam dunia.
                     (Hikayat Bayan Budiman)
8. Karakteristik Melayu Klasik yang terdapat pada kutipan tersebut yaitu …
Istanasentris, kesaktian

9. Inti kisah Melayu Klasik tersebut yakni

Perdana menteri yang tidak mau disuap.

10. Nilai susila yang terdapat pada kutipan Melayu Klasik tersebut yakni …

Perlakuan adil seorang perdana menteri

  3 Pola Teks Prosedur