Laporan Elektronik Dasar 2 – Penguat Gandengan Rc

PENGUAT GANDENGAN RC
A.      Tujuan Praktikum
1.         Menentukan nilai βdc transistor
2.         Menyelidiki tanggapan amplitudo penguat gandengan RC

B.       Dasar Teori
Berbagai bagian elektro diciptakan oleh para ilmuwan selaku pendukung bagi terciptanya suatu perangkat elektronik yang bermanfaat bagi kehidupan insan. Komponen-unsur tersebut dari bahan semikonduktor dengan ukuran dan fungsi yang berlawanan-beda sehingga lebih muda dalam memilih sebuah fungsinya sungguh-sungguh sesuai dengan kebutuhan.

 
Perancangan elektronika merupakan sebuah pekerjaan yang seharusnya dapat dilakukan oleh orang-orang yang berkaitan dalam bidang elektronika.
Gbr. Rangkaian gandengan RC

Sistem inverter mulai dibangun ketika sering terjadinya gangguan pada jalur listrik pada perang dunia ke-2 dimana dikala itu penggunaannya masih pada instansi-instansi penting seperti rumah sakit, instansi pelayanan masyarakat dan instansi komunikasi yang penting.

Kemampuan suatu inverter mampu memasok tenaga listrik seluruhnya tegantung dari besarnya kesanggupan sebuah baterai dan jumlah beban yang mau menggunakan daya tersebut.
Rectifier-charger, pada bab tersebut ialah rangkaian yang biasa sering dipakai pada penyearahan dan pengisian baterai. Namun rangkaian inilah yang menjadi titik berat tata cara inverter. Pada prinsipnya blok rectifier-charger ini akan mensuplai daya yang diperlukan oleh inverter dalam keadaan terbeban penuh dan pada dikala itu juga dapat menjaga muatan di dalam baterai back-up. Karakteristik baterai juga perlu dipertimbangkan dalam desain rangkaian chargernya alasannya adalah kalau sebuah baterai diisi ulang dengan arus yang melampaui batas-batas kesanggupan suatu baterai mampu memperpendek umur baterai tersebut. Biasanya untuk arus pengisian sebuah baterai back-up inverter ini ialah 80 persen dari kondisi arus yang dikeluarkan oleh baterai back-up pada ketika beban penuh (pada keadaan emergency, kondisi dimana suplai tenaga konvensional terusik) (Suyanto, 2013: 104-105).
Transistor adalah bagian yang melakukan pekerjaan sebagai saklar (switch on/off) dan juga selaku penguat (amplifier). Transistor bipolar adalah penemuan yang mengambil alih transistor tabung (vacuum tube). Selain dimensi transistor bipolar yang relatif lebih kecil, disipasi dayanya juga lebih kecil sehingga dapat bekerja pada suhu yang lebih acuh taacuh (Ahmad Fali Oklias, 2007: 23).
Suatu contoh penguat dengan gandengan RC ialah penguat emitor ditanahkan seperti ditunjukkan gambar 9.1
Gambar 9.1 Penguat gandengan RC
Pada gambar 9.1 Cjc menyatakan kapasitansi dalam transistor yang muncul pada sambungan antara basis dan kolektor, oleh alasannya adaya tempat pengosongan pada sambungan p-n ini. Kapasitansi Cje menyatakan kapasitansi yang muncul pada smabunagn p-n antara basis dan emitor.
oleh alasannya adalah dampak kapasitansi yang ada pada penguat, nilai penguatan tegangan Gv berubah dengan frekuensi. Grafik yang melukiskan bagaimana penguatan tegangan (lazimnya dalam Db) berubah dengan frekuensi (biasanya dalam skala log) disebut tanggapan amplitude (Sutrisno, 1987:1)
Ada tiga bagaian kawasan frekuensi pada rangkaian penguat adalah sabagai berikut :
1.        Daerah frekuensi tinggi
Untuk tempat frekuensi tinggi reaktansi Xc= kapasitansis seri memiliki niali yang sangat kecil degan kendala yang berafiliasi dengan hambatan yang bekerjasama dengan kapasitansi ini. Sehinnga hal ini dapat dianggap terhubung. Sebaliknya terjadi  dengan kapsitansi parale mirip CJC dan CJE.
2.        Pada frekuensi tengah
Pada frekusensi tengah, rekatansi (XC) = masih memiliki reaktansi terlalu besar, oleh kerena Cdg dan Cgs mempunyai nilai dalam orde Pf (piko Farad)
3.        Daerah frekuensi rendah
Pada frekuensi rendah, reaktansi (XC) mempunyai yang serupa besar. Akibatnya kedua kapasitor ini mampu dibentuk memeberikan frekuensi patah jawaban amplitude pada nilai frekuensi amat rendah, mirip halnya transistor dwi kutub. Kapasitor C2 harus mempunyai nilai besar supaya frekuensi patah pada balasan amplitude yang disebabkan oleh CE menjadi cukup rendah (Malvino, 1992: 98)
High frequency performance of CE amplifier:
1.        The small –signal equivalent circuit
We now have the tools we need to analiyze the hight-frequency performance of an amplifier circuit . we choose the common emitter amplifier to ilustrate the techniques:
            Now we use the hybrid-π equivalent for BJT and cpnstrud the small signal equivalent circuit for the amplifier:
2.        High frequency performance
            We can simply the circuit further by using a thevenin equivalent on the input side and by using assuming the effect of rµ to be negligible :
Note that the thevenin resistance RS= rπ//(Rx+(Rβ//Rs))
            Recognizing that dominant high frequency pole accurs on the input side, we endeavor only calculate phi π. Thus we ignore the effect of Cµ on the outside , calculate the voltage gain and apply the miller effect on the input side only.
3.        The CE Amplifier Magnitude Response
Finally we can estimate the entire bode magnitude response of an amplifier an example
            Of this plot the lower and upper 3Db frequency of the most important as the determine the badwitch of the amplifier.
Where the letter approximation assumes that adjacent poles are for away. We have estimate that frequency response of only one amplifier configuration, the common emitter. The techniques though can be applied to any amplifier circuit (Zulinsky Bob, 2007; 189 – 192).
C.      Alat dan bagian
1.             AFG
2.             CRO
3.             Dc Power Supply
4.             Bead Board dan kabel jumper
D.      Prosedur kerja
1.         Menyusun rangkaian mirip pada gambar
2.         Melepas kaki basis dari transistor kemudian disambungkan dengan multimeter. Lalu ukur arus basis dan lalu hubungkan lagi dengan rangkaian
3.         Melepas kaki kolektor dari transistor  kemudoan disambungkan dengan multimeter kemudian ukur arus pengumpul . Setelah itu pastikan nilai βdc dengan persamaan

4.         Menghubungkan AFG pada input penguat. Lalu atur frequensi pada 100Hz dan atur tegangan input sehingga pada tegangan output tidak cacat atau terpotong.
5.         Mengukur nilai Vi pada frekuensi 50Hz kemudian mengukur Vo
6.         Mengulangi langkah 5 untuk frekuensi 100-500Hz
7.         Menggambarkan kuva tanggapan amplitude masukan setiap frekuensi
E.       Lembar Data
1.      Data Pengamatan percobaan penguat gandengan RC
a.       Menentukan
IB     = 0,11
IC      = 0,01
 =0,09
b.      Menyelidiki tanggapan amplitude
Tabel 1 data percobaan penguat gandengan RC
F
Vin
Vout
50 Hz
0,85 V
1,11 V
100 Hz
0,825 V
1,14 V
200 Hz
0,85 V
1,125 V
300 Hz
0,825 V
1,125 V
400 Hz
0,81 V
1,125 V
500 Hz
0,825 V
1,11 V
2.      Grafik Percobaan
F.       Pembahasan
Penguat gandengan RC merupakan penguat yang menggunakan kapasitor. Kapasitor tersebut merupakan beban. Pada praktikum kali ini kami menggunakan rangkaian penguat emitor ditanahkan. Penguat emitor ditanahkan ialah salah satu acuan dari penguat gandengan RC.
Gambar rangkaiannya yakni:
Gambar. Rangkaian penguat gandengan RC
Dari gambar di atas juga sudah dijelaskan bagian-komponen yang digunakan beserta nilai komponennya.
Kemudian sesudah kami mengikuti mekanisme yang dipakai, kami menerima data percobaan pada hasil percobaan. Pada percobaan tersebut kami melakukan frekuensi yang berbeda-beda, dari 50 Hz, 100 Hz, 200 Hz, 300 Hz, 400 Hz, dan 500 Hz. Kemudian kami cari Vin dan Vout masing-masing dan kami bandingkan.
Sebelum mendapatkan itu pasti kami mengukur Bdc apalagi dulu yakni dengan cara mengukur Ib dan Ic, maka dari sana kita bisa mengukur Bdc, dengan persamaan:
Bdc = Ic/Ib
Dari pengukuran yang kami kerjakan, kami merasa ada yang janggal, yakni arus dari Ib lebih besar dari Ic sehingga Bdc sungguh kecil, padahal Bdc haruslah besar mustahil mengecil , jadi kami mengganggap ada kesalahan waktu mengukur Ic dan Ib.
Selanjutnya gres kita mengukur Vin, Vout dan frekuensi gelombang 50 Hz – 500 Hz. Didapatkan hubungan gelombang yakni makin kecil frekuensi maka jarak gelombang (kepada fungsi x) makin besar, jikalau frekuensi dinaikan maka gelombang akan makin rapat.
Kemudian jika dihubungkan dengan Vpp dengan frekuensi tidak menghipnotis Vpp. Jika digrafikkan ialah:
Grafik. Vpp Vin terhadap f
Kemudian grafik Vpp Vout kepada f
Grafik. Vpp Vout terhadap f
Dari grafik di atas terang frekuensi tidak mempengaruhi tinggi dari Vpp.
Setelah itu kita cari Vin dan Vout dari tinggi gelombang yang dihasilkan yaitu menggunakan persamaan.
Vin = Vout = V = Vp/2
Vp = Vpp/√2
V = (Vpp/√2)/2
V = Vpp/√2.2
V = Vpp/ 2,8284
Setelah itu ditemukan Vin dan Vout seperti yang tertera pada tabel hasil percobaan. Vin dan Vout ini juga tidak dipengaruhi oleh frekuensi, dikarenakan Vpp juga tidak dipengaruhi oleh frekuensi.
Dalam mencari Vin dan Vout kami beranggapan sudah benar karena Vout yang kami hasilkan lebih besar dari pada Vin yang diberikan. Untuk Vcc pada percobaan ini sebesar 6 V. dengan Vout lebih besar dari Vin maka akan terjadi penguatan sebagaimana persamaan
Kv = Vo/Vi
Hanya pada percobaan untuk mencari Bdc yang patut dipertanyakan sebab tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan, kemungkinan ini disebabkan oleh banyak faktor, besar kemungkinan dikala kami mengangkat kaki basis atau kolektor mengakibatkan rangkaian yang terputus atau terhubung dengan lainnya.
G.      Kesimpulan
1.         βdc dapat diputuskan dengan cara mebandingkan nilai Ic dan Ib
2.         Tanggapan amplitude penguat gandengan RC mampu diselidiki dengan percobaan menghubungkan sinyal generator pada rangkaian yang telah dibentuk sehingga dihasilkan nilai Vin dan Vout pada osiloskop.
H.      Daftar Pustaka
Malvino.1992.Dasar-Dasar Elektronika. Jakarta : Ghalia Indonesia
Oklilah, Ahmad Fali. 2007. Elektronika Dasar. Palembang: Universitas Sriwijaya
Suyanto, M. 2013. Jurnal Teknologi Technocienta. Aplikasi Sistem Inverter 1 Fasa dengan Kapasitas Beban 1200 watt. Vol. 6. No. 1. Yogyakarta: AKPRND
Sutrisno. 1998. Elektronika Teori Dan Penerapannya Jilid 2. Bandung :ITB
Zukinsky, Bob. 1999. Introduction To Electronic United Stater. Technological University


LAMPIRAN
            Lampiran Hitung
1.         Menetukan βdc
Ib = 0,11 A
Ic = 0.01 A
Βdc== 0,09
2.         Menyelidiki Tanggapan Amplitudo
·           Vin
            f = 50,475 Hz
Vpp = 2,41 V
Vin =Vpp/2,8284
Vin = 2,41 V / 2,8284
Vin = 0,85 V
            f = 100 Hz = 101,316 Hz
Vpp = 2,33 V
Vin =Vpp/2,8284
Vin = 2,33 V / 2,8284
Vin = 0,825V
            f = 200 Hz = 201,48 Hz
Vpp = 2,37 V
Vin =Vpp/2,8284
Vin = 2,37 V / 2,8284
Vin = 0,84 V
            f = 300 Hz
Vpp = 2,41 V
Vin = Vpp/2,8284
Vin = 2,41 V / 2,8284
Vin = 0,85 V
            f = 400 Hz = 410 Hz
Vpp = 2,29 V
Vin =Vpp/2,8284
Vin = 2,29 V / 2,8284
Vin = 0,81 V
            f = 500 Hz = 505,79 Hz
Vpp = 2,33 V
Vin =Vpp/2,8284
Vin = 2,33 V / 2,8284
Vin = 0,825 V
·           Vout
            F = 50 Hz = 50,907 Hz
Vpp = 3,14 V
Vin =Vpp/2,8284
Vin = 3,14 V / 2,8284
Vin = 1,11 V

            f = 100 Hz = 101,21 Hz
Vpp = 3,22 V
Vin =Vpp/2,8284
Vin = 3,22 V / 2,8284
Vin = 1,14 V
            f = 200 Hz = 200,40 Hz
Vpp = 3,18 V
Vin =Vpp/2,8284
Vin = 3,18 V / 2,8284
Vin = 1,125 V
            f = 300 Hz = 300,11 Hz
Vpp = 3,18 V
Vin = Vpp/2,8284
Vin = 3,18 V / 2,8284
Vin = 1,125 V
            f = 400 Hz = 402,19 Hz
Vpp = 3,18 V
Vin =Vpp/2,8284
Vin = 3,18 V / 2,8284
Vin = 1,125 V
            f = 500 Hz = 505,14 Hz
Vpp = 3,14 V
Vin =Vpp/2,8284
Vin = 3,14V / 2,8284
Vin = 1,11 V
·           Kv
            Kv=Vo/Vi
            f = 50 Hz 
Kv = 1,11 V / 0,85 V = 1,30
            f = 100 Hz 
Kv = 1,14 V / 0,825 V = 1,38
            f = 200 Hz 
Kv = 1,125 V / 0,85 V = 1,32
            f = 300 Hz 
Kv = 1,125 V / 0,825 V = 1,36
            f = 400 Hz 
Kv = 1,125 V / 0,81 V = 1,38
            f = 500 Hz 
Kv = 1,11 V / 0,825 V = 1,34


          Lampiran Poto