Bangsa Rum Yang Dimaksud Dalam Al-Quran

Bangsa Rum merupakan sebuah nama salah satu bangsa yang disebut dalam Al-Quran, bahkan dijadikan sebagai salah satu nama surat dalam kitab Al-Quran yakni surat Ar-Rum. Sebagai umat muslim pastinya ada sebuah keharusan bahkan kewajiban untuk mencari tahu tentang nama bangsa Rum tersebut. Sebab dizaman kini ini nama bangsa atau negara Rum ini masih tidak terlihat jelas siapa dan dimana keberadaannya.

Mencari tahu tentang siapa dan dimana bangsa Rum yang dimaksud dalam Al-Quran tersebut menjadi penting, alasannya menurut sebuah nubuat yang pernah disampaikan oleh baginda Rasulullah Muhammad Saw, bahwa di kiamat nanti kelak umat Islam akan bersekutu dengan bangsa Rum dalam menghadapi peperangan besar, tetapi mereka akan kembali berkhianat pada umat Islam.
Bangsa Rum Menurut Al-Alquran
Mengenai bangsa Rum, Allah Swt berfirman dalam Qs. Ar-Rum ayat 2-4:

﴿ غُلِبَتِ الرُّوْمُۙ ٢ فِيْٓ اَدْنَى الْاَرْضِ وَهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُوْنَۙ ٣ فِيْ بِضْعِ سِنِيْنَ ەۗ لِلّٰهِ الْاَمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْۢ بَعْدُ ۗوَيَوْمَىِٕذٍ يَّفْرَحُ الْمُؤْمِنُوْنَۙ ٤ ﴾ ( الرّوم/30: 2-4)

Terjemah Ayat
2). Bangsa Romawi telah dikalahkan, 3). di negeri yang terdekat dan mereka sesudah kekalahannya itu akan menang. 4). dalam beberapa tahun (lagi). Milik Allahlah problem sebelum dan setelah (mereka menang). Pada hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang mukmin. (Qs. Ar-Rum/30:2-4)
Penjelasan Tafsir Ayat
2. (2-4) Ayat ini menerangkan bahwa bangsa Romawi sudah dikalahkan oleh bangsa Persia di negeri yang dekat dengan kota Mekah, yaitu negeri Syiria. Beberapa tahun kemudian setelah mereka dikalahkan, maka bangsa Romawi akan mengalahkan bangsa Persia selaku akibat atas kekalahan itu.

Bangsa Romawi yang dimaksud dalam ayat ini adalah Kerajaan Romawi Timur yang berpusat di Konstantinopel, bukan kerajaan Romawi Barat yang berpusat di Roma. Kerajaan Romawi Barat, jauh sebelum kejadian yang diceritakan dalam ayat ini terjadi, sudah hancur, yaitu pada tahun 476 Masehi. Bangsa Romawi beragama Nasrani (Ahli Kitab), sedang bangsa Persia beragama Majusi (musyrik).

Ayat ini merupakan sebagian dari ayat-ayat yang memberitakan hal-hal mistik yang menunjukkan kemukjizatan Al-Qur’an. Pada dikala bangsa Romawi dikalahkan bangsa Persia, maka turunlah ayat ini yang menandakan bahwa pada dikala ini bangsa Romawi dikalahkan, tetapi kekalahan itu tidak akan usang dideritanya. 

Hanya dalam bertahun-tahun saja, orang-orang Persia pasti dikalahkan oleh orang Romawi. Kekalahan bangsa Romawi ini terjadi sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Medinah. Mendengar info ini, orang-orang musyrik Mekah bergembira, sedangkan orang-orang yang beriman dan Nabi bersedih hati.

  5 Fase Kehidupan Kiamat Berdasarkan Islam

Sebagaimana dikenali bahwa bangsa Persia beragama Majusi yang menyembah api, jadi mereka menyekutukan Tuhan. Orang-orang Mekah juga menyekutukan Tuhan dengan menyembah berhala. Oleh sebab itu, mereka merasa agama mereka akrab dengan agama bangsa Persia, sebab sama-sama mempersekutukan Tuhan. 

Kaum Muslimin merasa agama mereka bersahabat dengan agama Katolik, karena sama-sama menganut agama Samawi. Oleh alasannya itu, kaum musyrik Mekah bergembira atas kemenangan itu, sebagai kemenangan agama politeisme yang mempercayai “banyak Tuhan”, atas agama Samawi yang menganut agama tauhid. 
Sebaliknya kaum Muslimin waktu itu bersedih hati alasannya adalah perilaku menentang kaum musyrik Mekah makin bertambah. Mereka mencibir kaum Muslimin dengan menyampaikan bahwa dalam waktu bersahabat mereka juga akan hancur, sebagaimana kehancuran bangsa Romawi yang menganut agama Katolik. Lalu ayat ini turun untuk pertanda bahwa bangsa Romawi yang kalah itu, akan mengalahkan bangsa Persia dalam waktu yang tidak usang, hanya dalam bertahun-tahun lagi.

Sejarah mencatat bahwa tahun 622 Masehi, yakni sehabis tujuh atau delapan tahun kekalahan bangsa Romawi dari bangsa Persia itu, pertempuran antara kedua bangsa itu berkecamuk kembali untuk kedua kalinya. Pada awal terjadinya pertempuran itu sudah tampak gejala kemenangan bangsa Romawi. 

Sekalipun demikian, dikala hingga terhadap kaum musyrik Mekah info pertempuran itu, mereka masih menginginkan kemenangan berada di pihak Persia. Oleh karena itu, Ubay bin Khalaf saat mengetahui Abu Bakar hijrah ke Medinah, ia minta supaya putra Abu Bakar, ialah ‘Abdurrahman, menjamin taruhan ayahnya, kalau Persia menang. Hal ini diterima oleh ‘Abdurahman.

Pada tahun 624 Masehi, terjadilah perang Uhud. Ketika Ubay bin Khalaf hendak pergi memerangi kaum Muslimin, ‘Abdurahman melarangnya, kecuali jikalau putranya menjamin membayar taruhannya, bila bangsa Romawi menang. Maka Abdullah bin Ubay menerima untuk menjaminnya.

Jika melihat isu di atas, maka ada beberapa kemungkinan sebagai berikut: pertama, pada tahun 622 Masehi, perang antara Romawi dan Persia sudah berakhir dengan kemenangan Romawi. Akan tetapi, alasannya korelasi yang sulit waktu itu, maka berita itu baru hingga ke Mekah setahun lalu, sehingga Ubay minta jaminan waktu Abu Bakar hijrah, sebaliknya ‘Abdurahman minta jaminan pada waktu Ubay akan pergi ke Perang Uhud. Kedua, pertempuran itu berjalan dari tahun 622-624 Masehi, dan berakhir dengan kemenangan bangsa Romawi.

Dari insiden di atas dapat dikemukakan beberapa hal dan pelajaran yang perlu direnungkan dan diamalkan.

Pertama: Ada kekerabatan antara kemusyrikan dan kekafiran kepada dakwah dan doktrin kepada Allah. Sekalipun negara-negara dahulu belum memiliki sistem komunikasi yang canggih dan bangsanya pun belum memiliki kekerabatan yang kuat mirip sekarang ini, tetapi antar bangsa-bangsa itu sudah mempunyai hubungan batin, ialah antara bangsa-bangsa yang menganut agama yang bersumber dari Tuhan di satu pihak, dan bangsa-bangsa yang menganut agama yang tidak bersumber dari Tuhan pada pihak lainnya. 

Orang-orang musyrik Mekah menganggap kemenangan bangsa Persia atas bangsa Romawi (Nasrani), sebagai kemenangan mereka juga alasannya adalah sama-sama menganut politeisme. Sedangkan kaum Muslimin merasakan kekalahan bangsa Romawi yang beragama Katolik selaku kekalahan mereka pula, sebab merasa agama mereka berasal dari sumber yang satu. Hal ini merupakan suatu aspek faktual yang perlu diamati kaum Muslimin dalam menyusun strategi dan seni manajemen dalam berdakwah.

Kedua:
Kepercayaan yang mutlak terhadap kesepakatan dan ketetapan Allah. Hal ini tampak pada ucapan-ucapan Abu Bakar yang sarat kepercayaan tanpa bimbang di waktu memutuskan jumlah taruhan dengan Ubay bin Khalaf. 
Harga unta seratus ekor sangat tinggi pada waktu itu, sehingga jika tidak karena dogma akan kebenaran ayat-ayat Al-Qur’an yang ada di dalam hati Abu Bakar, tentu beliau tidak akan berani menyelenggarakan taruhan sebanyak itu, terlebih kalau dibaca sejarah bangsa Romawi pada waktu kekalahan itu dalam keadaan kocar-kacir. 
Amat susah diramalkan mereka sanggup mengalahkan bangsa Persia yang dalam kondisi besar lengan berkuasa, cuma dalam tiga sampai sembilan tahun mendatang. Keyakinan yang besar lengan berkuasa seperti keyakinan Abu Bakar itu merupakan doktrin kaum Muslimin, yang tidak mampu digoyahkan oleh apa pun, sekalipun dalam bentuk siksaan, cobaan, penderitaan, pemboikotan, dan sebagainya. 
Hal ini ialah modal utama bagi kaum Muslimin menghadapi jihad yang memerlukan waktu yang lama di kala yang mau datang. Jika kaum Muslimin mempunyai iktikad dan berupaya seperti kaum Muslimin di kala Rasulullah, pasti pula Allah mendatangkan kemenangan kepada mereka.
Ketiga: Terjadinya suatu peristiwa yaitu problem Allah, tidak seorangpun yang dapat mencampurinya. Allah-lah yang memilih semuanya sesuai dengan nasihat dan akal-Nya. Hal ini memiliki arti bahwa kaum Muslimin mesti mengembalikan segala masalah kepada Allah saja, baik dalam kejadian mirip di atas, maupun pada kejadian dan insiden yang merupakan keseimbangan antara suasana dan kondisi. 
Kemenangan dan kekalahan, kemajuan dan kemunduran sebuah bangsa, demikian pula kelemahan dan kekuatannya yang terjadi di bumi ini, semuanya kembali terhadap Allah. Dia berbuat berdasarkan kehendak-Nya. Semua yang terjadi bertitik tolak terhadap kehendak Zat yang mutlak itu. Jadi berserah diri dan menerima semua yang telah diputuskan Allah yaitu sifat yang harus dimiliki oleh seorang mukmin. 
Hal ini bukanlah memiliki arti bahwa usaha manusia tidak ada harganya sedikit pun, karena hal itu ialah syarat berhasilnya sebuah pekerjaan. Dalam sebuah hadis diriwayatkan bahwa seorang Arab Badui melepaskan untanya di wajah pintu masjid Rasulullah, kemudian beliau masuk ke dalamnya sambil berkata, “Aku bertawakal terhadap Allah,” kemudian Nabi bersabda:

  Tanda Kiamat Ini Sudah Muncul di Arab

اِعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ. (رواه الترمذى عن انس بن مالك)

“Ikatlah unta itu sehabis itu gres engkau bertawakal. (Riwayat at-Tirmidzi dari Anas bin Malik); 

Berdasarkan hadis ini, seorang muslim disuruh berupaya sekuat tenaga, kemudian ia berserah diri terhadap Allah ihwal hasil usahanya itu.

Akhir ayat ini menerangkan bahwa kaum Muslimin bergembira ketika mendengar berita kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia. Mereka bergembira alasannya:

1. Mereka sudah dapat mengambarkan kepada kaum musyrik Mekah atas kebenaran isu-informasi yang ada dalam ayat Al-Qur’an.

2. Kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia ialah kemenangan agama Samawi atas agama ciptaan manusia.

3. Kemenangan bangsa Romawi atas bangsa Persia mengisyaratkan ke-menangan kaum Muslimin atas orang-orang kafir Mekah dalam waktu yang tidak usang lagi. (Qs. Ar-Rum/30:2)

Pendapat lain Tentang Bangsa Rum

Wikipedia – Istilah “Rum” berasal dari kata Arab yang bermakna Kekaisaran Romawi. Orang Seljuk menyebut daratan kesultanan mereka dengan nama Rum karena didirikan di daerah yang semenjak dulu dianggap sebagai “Romawi”, yaitu Bizantium, oleh para tentara Muslim. Negara ini terkadang disebut Kesultanan Konya (atau Kesultanan Ikonium) dalam sumber-sumber Barat yang lebih usang.

Kesultanan ini mengalami kemakmuran khususnya selama selesai abad ke-12 dan awal masa ke-13 setelah merebut pelabuhan-pelabuhan utama Bizantium di pesisir Laut Hitam dan Laut Tengah. Seljuk membantu perkembangan jual beli di Anatolia melalui acara bangunan karavanserai, yang mana memfasilitasi arus barang dari Iran dan Asia Tengah ke pelabuhan-pelabuhan tersebut.

Hubungan jualan yang berpengaruh dengan pihak Genoa terbentuk selama era ini. Peningkatan kemakmuran memungkinkan kesultanan ini untuk menyerap negara-negara Turki yang lain yang telah diresmikan di Anatolia timur sesudah Pertempuran Manzikert, adalah: Danishmend, Mengujekids, Saltukids, dan Artuqid.

Para sultan Seljuk berhasil menanggung beban dari Perang Salib, namun pada tahun 1243 mengalah kepada bangsa Mongol yang sedang melakukan perluasan daerah. Seljuk kemudian menjadi vasal dari bangsa Mongol setelah Pertempuran Kose Dag. 

Meskipun ada upaya-upaya dari para pengurus yang akil untuk mempertahankan integritas negara ini, kekuatan kesultanan ini mengalami disintegrasi selama paruh kedua periode ke-13 dan menghilang sepenuhnya pada dekade pertama periode ke-14.

Dalam beberapa dekade terakhirnya, sejumlah kepangeranan kecil atau disebut beylik bangkit kembali untuk berkuasa di wilayah kesultanan ini, misalnya Dinasti Osman yang kemudian mendirikan Kekaisaran Ottoman (Kesultanan Utsmaniyah di Turki).

Sumber: Al-Alquran Kemenag