Makalah Sejarah Hubungan Kausalitas Kebijakan Politik Pemerintahan Dengan Berbagai Peristiwa Ditanah Air Tahun 1948 1965

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Pada kala penjajahan banyak terjadi pergolakan – pergolakan yang terjadi baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Tentunya dengan cara mengupas pergolakan yang terjadi di dalam negeri siswa dapat dengan gampang mempelajari perjuangan yang di kerjakan baik pemerintah maupun para pejuang kita dalam menghadapinya.
Munculnya gejolak sosial dan pergolakan sosial akhir dari ketidakpuasan kepada pemerintah yang lamban dalam mengadakan perbaikan – perbaikan Ekonomi, Sosial, maupun Politik.Usaha untuk mencari identitas – identitas baru untuk menghadapi kekusaan gila dan persiapan penataan negara baru menjadi skala prioritas di awal kemerdekaan. Munculnya banyak sekali peristiwa dan gangguan keamanan pada abad itu, semua sangat menggangu stabilitas nasional sehingga acara – program pembangunan tidak mampu berjalan dengan tanpa hambatan.
Revolusi yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan bukan hanya merupakan suatu kisah sentral dalam sejarah Indonesia melainkan ialah bagian yang besar lengan berkuasa dalam persepsi bangsa Indonesia.Munculnya berbagai insiden dan gangguan keamanan pada kurun kabinet Ali I mirip Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) 23 Januari di Bandung,pemberontakan Andi Aziz pada 1950 di Makassar,berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS) bulan Juli-November 1950 di Ambon,insiden Tanjung Morawa di Sumatra Timur pada kala kabinet Wilopo,berkobarnya semangat anti-Cina di beberapa kota besar pada kurun kabinet Ali II semuanya sungguh mengganggu stabilitas nasional sehingga acara-program pembangunan tidak mampu berjalan dengan tanpa gangguan.Sementara di segi lain, golongan-golongan masyarakat yang telah mengikuti tahap demi tahap usaha untuk menjangkau dan menjaga kemerdekaan, baik di jalur Diplomasi atau konfrontasi, pada perasaan superior dan merasa diri selaku kalangan yang paling berhak memuai hasil-hasil perjuangan bangsa.
Sikap tersebut dapat kita lihat pada peristiwa-peristiwa selaku berikut:
1.           Munculnya semangat kedaerahan di Sumatra dan Sulawesi sebab tidak puas terhadap kebijakan sentra sehingga mereka menuntut di perluasnya Otonomoi Daerah.
2.           Munculnya ketegangan antara kelompok badan legislatif dengan angkatan darat ( 17 Oktober1952)
3.           Pada tanggal 27 Juni 1955 terjadi pemboikotan oleh perwira – perwira senior Angkatan Darat
4.           Berkembangnya sparasi dengan semangat kesukuan dan kedaerahan
Maka dari itu melalui makalah ini penulis akan membahas mengenai aneka macam kekerabatan kausalitas kebijakan politik dan pemerintahan dengan banyak sekali insiden di tanah air tahun 1948-1965.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa relasi kausalitas serta kebijakan politik dan pemerintahan dengan aneka macam kejadian di tanah air tahun 1948-1965?
2.      Bagaimana Peristiwa pemberontakan PKI Madiun?
3.      Bagaimana Peristiwa pemberontakan DI/TII?
4.      Bagaimana Peristiwa pemberontakan Andi Aziz?
5.      Bagaimana Peristiwa pemberontakan RMS?
6.      Bagaimana Peristiwa pemberontakan PERMESTA?
7.      Bagaimana Peristiwa pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)?
C.     Tujuan Penulisan
1.      Memahami relasi kausalitas serta kebijakan politik dan pemerintahan dengan berbagai kejadian di tanah air tahun 1948-1965.
2.      Memahami Peristiwa pemberontakan PKI Madiun.
3.      Memahami Peristiwa pemberontakan DI/TII.
4.      Memahami Peristiwa pemberontakan Andi Aziz.
5.      Memahami Peristiwa pemberontakan RMS.
6.      Memahami Peristiwa pemberontakan PERMESTA.
7.      Memahami Peristiwa pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).


BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pemberontakan PKI Madiun Tahun 1948
Jatuhnya kabinet Amir disebabkan oleh kegagalannya dalam Perundingan Renville yang sangat merugikan Indonesia dan menguntungkan Belanda. Wilayah Republik Indonesia makin berkurang,sehingga daerah indonesia menjadi sempit. Ditambah lagi dengan adanya Blokade Ekonomi yang dikerjakan oleh Belanda.
Sebab itu pada tangal 23 Januari 1948 Amir Syarifuddin menyerahkan mandatnya kepada Presiden Republik Indonesia. Presiden lalu menunjuk Moh.Hatta untuk membentuk kabinet. Moh.Hatta menyusun kabinet tanpa campur tangan golongan sayap kiri atau sosialis.Setelah menyerahlan mandatnya kepada pemerintah Republik Indonesia  Untuk merebut kembali kedudukannya pada tanggal 28 Juli 1948 Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi (FDR) yang mempersatukan semua golongan sosialis kiri dan komunis.
Untuk memperkuat basis massa FDR membentuk organisasi petani & buruh selain itu memancing bentrokan dengan menghasut buruh. Puncaknya dikala terjadi pemogokan di pabrik karung Delangu (Jawa Tengah) pada tanggal 5 Juli 1948.
Pada tanggal 11 Agustus 1948, Musso datang dari Moskow.lalu Musso dikirim olen pimpinan gerakan Komunis Internasional ke Indonesia dengan tujuan untuk merebut pimpinan atas negara Republik Indonesia dari tangan kaum Nasionalis. Amir dan FDR secepatnya bergabung dengan Musso. Untuk memperkuat organisasi, maka disusunlah doktrin bagi PKI. Doktrin itu berjulukan “Jalan Baru”.
Sesuai dengan akidah itu,ia melaksanakan fusi antara Partai Sosialis,Partai Buruh,dan lain-lain menjadi PKI. Ia bersama Amir Syarifuddin menggantikan pimpinan PKI baru tersebut.
 Pokok-pokok Jalan Baru atau koreksi besar yang dilaksanakan oleh Musso berisi:
1.      PKI sejak proklamasi sebaiknya sudah muncul dan berperan sebagai pemimpin revolusi.
2.      Persetujuan Renville yakni kesalahan besar yang mencelakakan dan berbau reaksioner.
3.      Kabinet Amir seharusnya tidak mengundurkan diri alasannya pokok di setiap revolusi ialah kekuasaan negara.
4.      Untuk sementara perlu dibentuk Front Nasional.
PKI melaksanakan provokasi kepada Kabinet Hatta dan menuduh pimpinan nasional pada waktu itu seoloa-olah bersikap kompromistis terhadap musuh. Kabinet Hatta tetap melaksnakan acara reorganisasi & rasionalisasi. Cara yang ditempuh antara lain :
a.       Melepaskan para prajurit dengan suka rela untuk meninggalkan ketentaraan dan kembali    kepada pekerjaan semula.
b.      Mengambil 100 ribu orang laskar dari masyarakat dan menyerahkan penampungan terhadap             Kementerian Pembangunan & Pemuda.
c.       Program resionalisasi itu dapat mendapat tantangan hebat dari kaum komunis. Karena menimpa sebagian besar pasukan bersenjatanya. Akan namun,politik ofensif Musso itu tidak menggoyahkan Kabinet Hatta , yang didukung oleh dua partai politik besra pada saat itu seperti PNI dan Masyumi serta beberapa organisasi perjaka yang bergabung dalam Badan Perjuangan Seberang di bawah pimpinan Latuharhary.
Puncak gerakan yang dilaksanakan oleh PKI terjadi pada tanggal18 Setember 1948,ialah dengan pernyataan tokoh-tokoh PKI perihal berdirinya Soviet Republik Indonesia yang bermaksud mengubah dasar pancasila dengan dasar Komunis. Para pemberontak PKI melancarkan aksinya dengan menguasai seluruh Karesidenan Pati. PKI juga melakukan pembunuhan dan penculikan secara besar-besaran kepada setiap kelompok yang dianggap musuhnya.
PKI banyak melaksanakan kekacauan, khususnya di Surakarta. Oleh PKI daerahSurakarta dijadikan tempat berantakan (wildwest). Sementara Madiun dijadikan basis gerilya. Pada tanggal 18 September 1948, Musso mempr0klamasikan berdirinya pemerintahan Sovietdi Indonesia. 
Tujuannya untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan mengubahnya dengan negara komunis. Pada waktu yang serempak, gerakan PKI mampu merebut kawasan-daerah penting di Madiun.
Untuk menumpas pemberontakan PKI, pemerintah melancarkan operasi militer. Dalam hal ini tugas Divisi Siliwangi cukup besar. Di samping itu, Panglima Besar Jenderal Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk mengerahkan pasukannya menumpas pemberontakan PKI di Madiun.
Dengan derma rakyat di aneka macam kawasan, pada tanggal 30 September 1948, kota Madiun sukses direbut kembali oleh serdadu Republik. Pada akibatnya tokoh-tokoh PKI seperti Aidit dan Lukman melarikan diri ke Cina dan Vietnam. Sementara itu, tanggal 31 Oktober 1948 Musso tewas ditembak. Sekitar 300 orang ditangkap oleh pasukan Siliwangi pada tanggal 1 Desember 1948 di tempat Purwodadi, Jawa Tengah.
Dengan ditumpasnya pemberontakan PKI di Madiun,maka selamatlah bangsa dan negara Indonesia dari rongrongan dan bahaya kaum komunis yang berlawanan dengan ideologi Pancasila. Penumpasan pemberontakan PKI dilaksanakan oleh bangsa Indonesia sendiri, tanpa pinjaman apa pun dan dari semua orang. Dalam keadaan bangsa yang begitu sulit itu, ternyata RI sanggup menumpas pemberontakan yang relatif besar oleh kelompok komunis dalam waktu singkat.
B.     Gerakan DI/TII Sebuah Pemberontakan
Penandatanganan Perjanjian Renville pada tanggal 17 Januari 1948 sebagai salah satu upaya untuk menuntaskan pertikaian Indonesia Belanda, ternyata telah mengakibatkan imbas baru kepada fase usaha bangsa Indonesia dalam menjaga proklamasi kemerdekaan yang dikumandangkan oleh Soekarno Hatta. Penandatangan perjanjian tersebut tidak saja mempunyai akhir di bidang politik, melainkan juga besar lengan berkuasa di bidang militer Negara RI, selaku konsekwensi logis dari hasil kristalisasi nilai-nilai pertemuan antara pihak-pihak yang menyelenggarakan perundingan.
KOndisi ini diterangkan oleh Disjarahad (1982) bahwa di dalam bidang politik pemerintahan RI dapat kita lihat dengan terang. Daerah RI sesuai dengan keputusan Linggajati hanya mencakup pulau Jawa, Sumatra dan Madura semakin dipersempit, lebih-lebih lagi beberapa kota besar dari ketiga pulau tersebut di atas diduduki Belanda.
Sedangkan dalam bidang militer, pasukan-pasukan RI mesti mundur dari kantong-kantong perjuangan menuju wilayah yang masih dikuasai republic. Hal ini senada dengan pernyataan Kahin (1995) bahwa pasukan-pasukan terbaik republik harus meninggalkan banyak kantong gerilya yang mereka duduki di balik garis Van Mook dan pindah ke wlayah yang masih dikuasi oleh republic.
Menurut persetujuanRenville, kawasan Jawa Barat dala hal ini ialah daerah yang terletak di luar wilayah RI. Hijrahnya pasukan Siliwangi dari kawasan Jawa Barat yang dikuasai Belanda menuju wilayah Jawa Tengah yang dikuasai RI, telah menyebabkan adanya sebuah kekosongan pemerintahan RI di Jawa Barat. Kondisi inilah yang lalu dijadikan sebuah potensi oleh apa yang dinamakan Gerakan DI/TII untuk mendirikan Negara Islam Indonesia.
Sehubungan dengan hal ini, Anne Marie The (1964) menyatakan bahwa abad vacuum (kekosongan) pemerintah RI di Jawa Barat tidak disia-siakan oleh Kartosuwirjo untuk menjadikan idenya suatu kenyataan. Sedangkan Kahin menyatakan bahwa akibatnya di Jawa Barat, di tempat yang terletak di luar wilayah menurut ketentuan Perjanjian Renville ada suatu organisasi politik yang baru terbentuk namun besar lengan berkuasa dan juga mencita-citakan kemerekaan republic. Organisasi tersebut tidak mengakui Perjanjian Renville dan tak mauberperang melawan Belanda, diketahui dengan nama Darul Islam.
Darul Islam (dalam bahasa Arab dar al-Islam), secara harfiah memiliki arti “rumah” atau “keluarga” islam, yakni “dunia atau daerah Islam”. Yang dimaksud dengan ungkapan tersebut yakni bagian dari kawasan Islam yang di dalamnya keyakinan dan pelaksanaan syariat Islam serta peraturannya diwajibakan. Lawannya yaitu Darul Harb, adalah “kawasan perang, dunia kafir”, yang berangsur-angsur akan dimasukkan ke dalam dar al Islam.
Gerakan DI/TII yang dipimpin oleh SM Kartosuwirjo ini memang merupakan sebuah gerakan yang memakai motif-motif ideology agama sebagai dasar penggeraknya, adalah mendirikan Negara Islam Indonesia. Adapun tempat atau tempat GErakan DI/TII yang pertama dimulai di daerah pegunungan di Jawa Barat, yang membentang sekitar Bandung dan meluas hingga ke sebelah timur perbatasan Jawa Tengah, yang kemudian menyebar ke bab-bagian lain di Indonesia.
Perbedaan-perbedaan ideologis tentang dasar Negara sebenarnya sudah ada sebelum proklamasi Negara Islam Indonesia itu sendiri. Namun adanya lawan bareng , dalam hal ini Belanda, mendorong para pemimpin bangsa Indonesia untuk mengesampingkan perbedaan-perbedaan ideologis tersebut. Van Dijk (1995) menyatakan bahwa melucuti kesatuan-kesatuan Jepang yang mundur, menentang campur tangan Inggris dan menentang kembalinya Belanda meminta perhatian setiap orang sepenuhnya dan untuk sementara memindah perbedaan-perbedaan ideologis ke latar belakang.
Kristalisasi dari gerakan ini makin aktual sesudah ditanda tanganinya Perjanjian Renville. Adapun upaya-upaya yang dikerjakan SM. Kartosuwirjo untuk membentuk Negara Islam, pertama-tama ialah dengan mengadakan Konferensi di Cisayong Tasikmalaya Selatan tanggal 10-11 Februari 1948. Keputusan yang diambil yaitu merubah system ideology Islam dari bentuk kepartaian menjadi bentuk kenegaraan, yaitu mengakibatkan Islam sebagai ideology Negara. Konferensi kedua diadakan di Cijoho tanggal 1 Mei 1948, dimana hasil yang dicapai adalah apa yang disebut Ketatanegaraan Islam, adalah dibentuknya sebuah Dewan Imamah yang dipimpin pribadi oleh SM. Kartosuwirjo. Selain itu disusun semacam UUD yang disebut Kanun Azazi, yang menyatakan pembentukan Negara Islam Indonesia dengan hokum tertinggi Al-Quran dan Hadist (PInardi 1964).
Adanya Aksi Polisional Belanda yang melancarkan Agresi Militer II tanggal 18 Desemer 1948, sepertinya semakin mempercepat kea rah pembentukan Negara Islam Indonesia, dimana Agresi MIliter Belanda II tersebut sudah berhasil merebut ibukota RI Yogyakarta dan menawan Presiden, Wapres beserta sejumlah Menteri. Momentum inilah yang lalu dianggap sebagai kehancuran RI, dan potensi tersebut digunakan untuk membentuk Negara Islam Indonesia yang diproklamirkan tanggal 7 Agustus 1949. Peristiwa tersebut ialah titik kulminasi subversi dalam negeri pada masa itu.
Satu hal yang menarik dari gerakan ini dibandingkan dengan gerakan separatisme yang lain, adalah perkembangannya yang cukup lama di atas wilayah yang cukup luas. Keuletan ini tidak terlepas dari aspek-faktor yang mempengaruhi hadirnya gerakan DI/TII, yang lalu mendorong sebagian rakyat untuk ikut mendukung gerakan itu, yang akhirnya memberi kekuatan dan keuletan pada Gerakan DI/TII selama hampir 13 tahun.
Namun dalam perkembangan berikutnya, gerakan ini ternyata hanya menimbulkan penderitaan dan penindasan kepada rakyat. Kewajiban-keharusan yang dibebankan kepada rakyat kerap kali menjadi sumber penderitaan dari kekejian yang semena-mena. Kahin (1995) dalam hal ini menyatakan bahwa kolaborasi perani dengan Darul Islam kian lama semakin disebabkan oleh terror yang dilakukan Darul Islam dan petani tidak mendukung organisasi tersebut alasannya adalah nasonalisme dan agama. Namun rakyat kota relative lebih r eada. Lebih buruk keadaannya di pedalaman, tempat desa-desa diserbu, dalam beberapa kawasan sangat sering barang-barang dan hasil panen dirampas, dan rumah, jembatan, mesjid dan lumbung padi dibakar atau dimusnahkan.
Tidak sedikit penderitaan yang ditanggung rakyat Jawa Barat khususnya, alasannya adalah gerakan ini melaksanakan terror kepada mereka. Untuk kepentingan gerakannya mereka merampok rakyat yang tinggal dipelosok-pelosok terpencil di lereng gunung, sehingga menurut Ricklef (1995) sukar membedakan gerakan DI dari tindak perampokan, pemerasan, dan terorisme dalam ukuran luas.
Kondisi yang demikian mau tidak mau menjadi sebuah duduk perkara yang seriusdalam kehidupan bangsa Indonesia. Kekacauan-kesemrawutan politik yang terjadi pada era itu, ternyata sudah menimbulkan imbas yang luas dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat yang lain seperti social, budaya, dan ekonomi (Ismaun 1997).
Gerakan DI/TII hasilnya tetap menjadi suatu pemberontakan tempat, hingga karenanya SM. Kartosuwirjo tertangkap tanggal 4 JUni 1962 dalam suatu operasi yang bernama Pagar Betis. Dengan penangkapan dan pelaksanaan hukuman mati kepada SM. Kartosuwirjo, maka berakhirlah pemberontakan yang terorganisir di Jawa Barat selama lebih dari 10 tahun. Namun hal itu tidak cukup menciptakan peristiwa tersebut gampang dilupakan, katena walau bagaimanapun gerakan ini tidak saja menimbulkan kesengsaraan bagi penduduk biasa, melainkan juga suatu tragedy dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia menegakkan kehidupan berbangsa dan bernegara
Pemberontakan DI/TII Presentation Transcript
1.      Gerakan ini bermaksud menyebabkan Indonesia sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya bahwa “Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia ialah Hukum Islam”, lebih terang lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa “Negara berdasarkan Islam” dan “Hukum yang tertinggi yaitu Al Quran dan Hadits”. Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegasmenyatakan kewajiban negara untuk memproduk undang- undang yang berlandaskan syariat Islam, dan penolakan yang keras terhadap ideologi selain Quran dan Hadits Shahih.
2.      DI/TII Jawa BaratPemimpin = Sekar Marijan Kartosuwiryo Tujuan permulaan = Untuk menentang penjajah Belanda di Indonesia. Latar Belakang-ketidakpuasan SM Kartosuwiryo kepada kebijakan Soekarnomengenai faham komunis-Keinginan Darul Islam untuk mendirikan negara islam indonesia(NII)
3.      Akan tetapi, sehabis kian besar lengan berkuasa, Kartosuwiryomemproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 17 Agustus 1949 dan tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII). Upaya penumpasan dengan operasi militer yang disebut Operasi Bharatayuda. Dengan taktis Pagar Betis. Pada tanggal 4 juni 1962, Kartosuwiryo sukses ditanggap oleh pasukan Siliwangi diGunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Akhirnya Kartosuwiryo dijatuhi eksekusi mati 16 Agustus 1962.
4.      DI/TII KalimantanPemimpin : Ibnu Hajar (bekas Letnan dua TNI) Di tempat Kalimantan Selatan, Ibnu Hajar beserta dengan pasukan yang diberi nama Kesatuan Rakyat yan Tertindas, melaksanakan banyak sekali agresi penyerangan terhadap pos-pos Tentara Nasional Indonesia di tempat tersebut
5.      Selanjutnya, sebab Ibnu Hajar tidak mau menyerah maka pemerintah terpaksa mengambil langkah-langkah tegas guna menumpas gerombolan Ibnu Hajar.Pada Tahun 1959 gerombolan tersebut sukses dihancurkan dan Ibnu Hajar berhasil ditangkap.
6.      DI/TII Jawa Tengah Pemimpin = Amir Fatah melakukan pekerjaan sama dengan Kartosuwiryo bergerak di tempat Tegal, Brebes dan Pekalongan Setelah bergabung dengan Kartosuwiryo, Amir Fatah kemudiandiangkat sebagai komandan pertemburan Jawa Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia
7.      Untuk menghancurkan gerakan ini, Januari 1950 dibuat Komando Gerakan Banteng Negara (GBN) dibawah Letkol Sarbini.Pemberontakan di Kebumen dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahfudz Abdulrachman (Romo Pusat atau Kiai Sumolanggu)
8.      Gerakan ini sukses dihancurkan pada tahun 1957 dengan operasi militer yang disebut Operasi Gerakan Banteng Nasional dari Divisi Diponegoro. Gerakan DI/TII itu pernah menjadi berpengaruh alasannya pemberontakan Batalion 426 di Kedu dan Magelang/ Divisi Diponegoro. Didaerah Merapi- Merbabu juga telah terjadi kerusuhan-kerusuhan yang dilancarkan oleh Gerakan oleh Gerakan Merapi-MerbabuComplex (MMC). Gerakan ini juga dapat dihancurkan. Untuk menumpas gerakan DI/TII di kawasan Gerakan Banteng Nasional dilancarkan operasi Banteng Raiders.
9.      . DI/TII Aceh Pemimpin : Tengku Daud Beureueh Latar BelakangAdanya aneka macam duduk perkara antara lain masalah otonomi daerah,pertentangan antargolongan, serta rehabilitasi dan modernisasi kawasan yang tidak tanpa gangguan menjadi penyebab meletusnya pemberontakan DI/TII di Aceh.
10.  Pada tanggal 20 September 1953 Tengku Daud Beureuehmemproklamasikan kawasan Aceh selaku bagian dari Negara Islam Indonesia dibawah pimpinan Kartosuwiryo.Pemberontakan DI/TII di Aceh diselesaikan dengan kombonasioperasi militer dan musyawarah. Hasil konkret dari musyawarah tersebut yakni pulihnya kembali keselamatan di daerah Aceh.
11.  DI/TII Sulawesi Selatan Pemimpin : Kahar MuzakarPemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya SulawesiSelatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke masyarakat. TenyataKahar Muzakar menuntut semoga Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatandan kesatuan gerilya yang lain dimasukkan delam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah pimpinanya.
12.  Tuntutan itu ditolak alasannya banyak diantara mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Pada ketika dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima Tentara danTetorium VII, Kahar Muzakar beserta para pengikutnya melarikan diri ke hutan dengan menjinjing persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan. Kahar Muzakar mengganti nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakar tertembak mati oleh pasukan TNI.


C.     Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) atau Kudeta 23 Januari
APRA ialah insiden yang terjadi pada 23 Januari 1950 dimana golongan milisi Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang ada di bawah pimpinan mantan Kapten KNIL Raymond Westerling yang juga mantan komandan Depot Speciale Troepen (Pasukan Khusus) KNIL, masuk ke kota Bandung dan membunuh siapa pun berseragam TNI yang mereka temui. Aksi gerombolan ini sudah dijadwalkan beberapa bulan sebelumnya oleh Westerling dan bahkan telah diketahui oleh pimpinan tertinggi militer Belanda. 
Gerakan APRA didasari adanya keyakinan rakyat akan hadirnya seorang Ratu Adil yang mau membawa mereka ke situasi yang kondusif dan tentram serta memerintah dengan adil dan bijaksana, mirip yang terdapat dalam ramalan Jayabaya.
Tujuan Gerakan APRA yaitu mempertahankan bentuk Negara federal di Indonesia dan mempunyai serdadu tersendiri pada Negara-negara bab RIS.
Pada bulan November 1949, dinas belakang layar militer Belanda mendapatkan laporan, bahwa Westerling telah mendirikan organisasi rahasia yang mempunyai pengikut sekitar 500.000 orang. Laporan yang diterima Inspektur Polisi Belanda J.M. Verburgh pada 8 Desember 1949 menyebutkan bahwa nama organisasi bentukan Westerling yakni “Ratu Adil Persatuan Indonesia” (RAPI) dan mempunyai satuan bersenjata yang dinamakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Pengikutnya kebanyakan yakni mantan anggota KNIL dan yang melaksanakan desersi dari pasukan khusus KST/RST.
Dia juga mendapat derma dari temannya orang Tionghoa, Chia Piet Kay, yang dikenalnya sejak berada di kota Medan. Pada 5 Desember malam, sekitar pukul 20.00 Westerling menelepon Letnan Jenderal Buurman van VreedenPanglima Tertinggi Tentara Belanda, pengganti Letnan Jenderal Spoor. Westerling menanyakan bagaimana pertimbangan van Vreeden, jika sehabis penyerahan kedaulatan Westerling berniat melakukan kudeta terhadap Sukarno dan kliknya. Van Vreeden memang telah mendengar banyak sekali kabar, antara lain ada sekelompok militer yang hendak mengganggu jalannya penyerahan kedaulatan. Juga dia telah mendengar perihal kelompoknya Westerling.
Jenderal van Vreeden, selaku yang harus bertanggung-jawab atas kelancaran “penyerahan kedaulatan” pada 27 Desember 1949, memperingatkan Westerling biar tidak melaksanakan langkah-langkah tersebut, tapi van Vreeden tidak segera memerintahkan penangkapan Westerling
Pada 22 Januari pukul 21.00 beliau sudah mendapatkan laporan, bahwa sejumlah anggota pasukan RST dengan persenjataan berat sudah melakukan desersi dan meninggalkan tangsi militer di Batujajar.
Mayor KNIL G.H. Christian dan Kapten KNIL J.H.W. Nix melaporkan, bahwa kompi “Erik” yang berada di Kampemenstraat malam itu juga akan melaksanakan desersi dan bergabung dengan APRA untuk ikut dalam kudeta, tetapi mampu digagalkan oleh komandannya sendiri, Kapten G.H.O. de Witt. Engles secepatnya membunyikan alarm besar. Dia mengontak Letkol Tentara Nasional Indonesia Sadikin, Panglima Divisi Siliwangi. Engles juga melaporkan kejadian ini kepada Jenderal Buurman van Vreeden di Jakarta.
Antara pukul 8.00 dan 9.00 dia menerima kedatangan komandan RST Letnan Kolonel Borghouts, yang sangat terpukul akibat desersi anggota pasukannya. Pukul 9.00 Engles menerima kunjungan Letkol. Sadikin. Ketika dijalankan apel pasukan RST di Batujajar pada siang hari, ternyata 140 orang yang tidak hadir. Dari kamp di Purabaya dilaporkan, bahwa 190 prajurit telah desersi, dan dari SOP di Cimahi dilaporkan, bahwa 12 serdadu asal Ambon sudah desersi.
Namun upaya mengevakuasi Regiment Speciale Troepen (RST), adonan baret merah dan baret hijau sudah terlambat untuk dilakukan. Dari beberapa bekas anak buahnya, Westerling mendengar mengenai rencana tersebut, dan sebelum deportasi pasukan RST ke Belanda dimulai, pada 23 Januari 1950, Westerling melancarkan kudetanya. Subuh pukul 4.30, Letkol KNIL T. Cassa menelepon Jenderal Engles dan melaporkan: “Satu pasukan berpengaruh APRA bergerak lewat Jalan Pos Besar menuju Bandung.”
Westerling dan anak buahnya menembak mati setiap anggota TNI yang mereka peroleh di jalan. 94 anggota TNI tewas dalam pembantaian tersebut, termasuk Letnan Kolonel Lembong, sedangkan di pihak APRA, tak ada korban seorang pun.Sementara Westerling memimpin penyerangan di Bandung, sejumlah anggota pasukan RST dipimpin oleh Sersan Meijer menuju Jakarta dengan maksud untuk menangkap Presiden Soekarno dan menduduki gedung-gedung pemerintahan. Namun perlindungan dari pasukan KNIL lain dan Tentara Islam Indonesia (TII) yang dibutuhkan Westerling tidak muncul, sehingga serangan ke Jakarta gagal dilakukan.
Setelah puas melakukan pembantaian di Bandung, seluruh pasukan RST dan satuan-satuan yang mendukungnya kembali ke tangsi masing-masing. Westerling sendiri berangkat ke Jakarta, dan pada 24 Januari 1950 berjumpa lagi dengan Sultan Hamid II di Hotel Des Indes. Hamid yang didampingi oleh sekretarisnya, dr. J. Kiers, melancarkan kritik pedas terhadap Westerling atas kegagalannya dan menyalahkan Westerling telah membuat kesalahan besar di Bandung. Tak ada perdebatan, dan sesaat lalu Westerling pergi meninggalkan hotel.
Setelah itu terdengar berita bahwa Westerling mempersiapkan untuk mengulang tindakannya. Pada 25 Januari, Hatta memberikan terhadap Hirschfeld, bahwa Westerling, didukung oleh RST dan Darul Islam, akan menyerbu Jakarta. Engles juga mendapatkan laporan, bahwa Westerling melaksanakan konsolidasi para pengikutnya di Garut, salah satu basis Darul Islam waktu itu.
Aksi militer yang dilancarkan oleh Westerling bareng APRA yang antara lain berisikan pasukan elit prajurit Belanda, menjadi isu utama media massa di seluruh dunia. Hugh Laming, koresponden Kantor Berita Reuters yang pertama melansir pada 23 Januari 1950 dengan informasi yang sensasional. Osmar White, jurnalis Australia dari Melbourne Sun menyiarkan di halaman paras : “Suatu krisis dengan skala internasional sudah melanda Asia Tenggara.” Duta Besar Belanda di Amerika Serikat, van Kleffens melaporkan bahwa di mata orang Amerika, Belanda secara licik sekali lagi telah memperdaya Indonesia, dan serangan di Bandung dikerjakan oleh “de zwarte hand van Nederland” (tangan hitam dari Belanda).
D.     Pemberontakan Andi Aziz
Andi Aziz merupakan seorang mantan perwira KNIL. Pada tanggal 30 Maret 1950, beliau bersama dengan pasukan KNIL di bawah komandonya memadukan diri ke dalam APRIS di hadapan Letnan Kolonel Ahmad Junus Mokoginta, Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur.
Pemberontakan dibawah pimpinan Andi Aziz  ini terjadi di Makassar diawali dengan adanya kesemrawutan di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan tersebut terjadi alasannya adalah adanya demonstrasi dari golongan masyarakat yang anti-federal, mereka mendesak NIT segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu terjadi demonstrasi dari kalangan yang mendukung terbentuknya Negara federal. Keadaan ini menyebabkan muncul kesemrawutan dan ketegangan di masyarakat.Untuk menjaga keamanan maka pada tanggal 5 April 1950, pemerintah mengantarkan 1 batalion Tentara Nasional Indonesia dari Jawa. Kedatangan pasukan tersebut dipandang mengancam kedudukan kalangan penduduk pro-federal. Selanjutnya kelompok pro-federal ini bergabung dan membentuk “Pasukan Bebas” di bawah pimpinan Kapten Andi Aziz. Ia menilai dilema keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung jawabnya.
Pada 5 April 1950, pasukan Andi Aziz menyerang markas TNI di Makassar dan berhasil menguasainya bahkan Letnan Kolonel Mokoginta sukses ditawan. Bahkan Ir.P.D. Diapari (Perdana Mentri NIT) mengundurkan diri alasannya adalah tidak setuju dengan tindakan Andi Aziz dan diganti Ir. Putuhena yang pro-RI. Tanggal 21 April 1950, Wali Negara NIT, Sukawati menginformasikan bahwa NIT bersedia bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk menanggulangi pemberontakan tersebut pemerintah pada tanggal 8 April 1950 mengeluarkan perintah bahwa dalam waktu 4 x 24 Jam Andi Aziz harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kepada pasukan yang terlibat pemberontakan ditugaskan untuk menyerahkan diri dan semua tawanan dilepaskan. Pada saat yang sama dikirim pasukan untuk melaksanakan operasi militer di Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh A.E. Kawilarang.
Pada tanggal 15 April 1950 Andi Aziz berangkat ke Jakarta setelah didesak oleh Presiden NIT, Sukawati. Tetapi Andi Aziz telat melapor sehingga ia ditangkap dan diadili sedangkan pasukan yang dipimpin oleh Mayor H. V Worang terus melaksanakan pendaratan di Sulawesi Selatan. Pada 21 April 1950 pasukan ini sukses menduduki Makassar tanpa perlawanan dari pasukan pemberontak.
Tanggal 26 April 1950, pasukan ekspedisi yang dipimpin A.E. Kawilarang mendarat di Sulawesi Selatan. Keamanan yang tercipta di Sulawesi Selatan tidak berlangsung usang sebab keberadaan pasukan KL-KNIL yang sedang menunggu peralihan pasukan APRIS keluar dari Makassar. Mereka melaksanakan provokasi dan memancing bentrokan dengan pasukan APRIS.
Pertempuran antara APRIS dengan KL-KNIL terjadi pada 5 Agustus 1950. Kota Makassar pada waktu itu berada dalam suasana peperangan. APRIS sukses menghantam mundur pasukan musuh. Pasukan APRIS melaksanakan pengepungan terhadap tangsi-tangsi KNIL.
8 Agustus 1950, pihak KL-KNIL meminta untuk berunding saat menyadari bahwa kedudukannya sudah sungguh kritis.Perundingan dikerjakan oleh Kolonel A.E Kawilarang dari pihak RI dan Mayor Jendral Scheffelaar dari KL-KNIL. Hasilnya kedua belah pihak setuju untuk dihentikannya tembak menembak dan dalam waktu dua hari pasukan KL-KNIL harus meninggalkan Makassar.
E.     Republik Maluku Selatan (RMS)
RMS ialah daerah yang diproklamasikan merdeka pada 25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur (ketika itu Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat). Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan sesudah misi tenang gagal, maka RMS ditumpas tuntas pada November 1950. Sejak 1966 RMS berfungsi sebagai pemerintahan terror di pengasingan, Belanda.
Pemerintah RMS yang pertama di bawah pimpinan dari J.H. Manuhutu, Kepala Daerah Maluku dalam Negara Indonesia Timur (NIT).
Setelah Mr. dr. Chris Soumokil (Mantan Jaksa Agung NIT yang merupakan underdog Belanda) dibunuh secara ilegal atas perintah Pemerintah Indonesia, maka dibuat Pemerintah dalam pengasingan di Belanda di bawah pimpinan Ir. [Johan Alvarez Manusama], pemimpin kedua [drs. Frans Tutuhatunewa] turun pada tanggal 24 april 2009. Kini mr. John Wattilete yakni pemimpin RMS pengasingan di Belanda. Tagal serangan dan aneksasi ilegal oleh tentara RI, maka Pemerintah RMS, di antaranya, Mr.
Dr. Soumokil, terpaksa mundur ke Pulau Seram dan memimpin guerilla di pedalaman Nusa Ina (pulau Seram). Ia ditangkap di Seram pada 2 Desember 1962, dijatuhi eksekusi mati oleh pengadilan militer, dan dijalankan di Kepulauan SeribuJakarta, pada 12 April 1966.
Pada bulan September 2011, Jendral Kivlan Zen purn. mengaku dalam wawancara dengan Global Post bahwa Kerusuhan Ambon bahu-membahu rekayasa dari para elit RMS dan Pendukung RMS di Belanda. Mereka menciptakan skenario yang seolah-olah TNI dan Pemerintah Republik Indonesia sudah melaksanakan destabilisasi Maluku secara politik dan ekonomis. Dalam skenario ini dibuat seakan-akan RMS dipersalahkan dengan sengaja dan dikambinghitamkan. Mereka memakai kalimat-kalimat seperti:
“Pada dikala Kerusuhan Ambon yang terjadi antara 19992004, RMS kembali menjajal memakai kesempatan untuk menggalang bantuan dengan upaya-upaya provokasi, dan bertindak dengan mengatas-namakan rakyat Maluku.
Pada tanggal 29 Juni 2007, beberapa komponen aktivis RMS sukses menyusup masuk ke tengah upacara Hari Keluarga Nasional yang didatangi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, para pejabat dan tamu aneh. Mereka menari tarian Cakalele seusai gubernur Maluku menyampaikan sambutan. Para pengunjung mengira tarian itu bagian dari upacara walaupun bekerjsama tidak ada dalam agenda. Mulanya abdnegara membiarkan saja agresi ini, namun datang-tiba para penari itu mengibarkan bendera RMS. Barulah abdnegara keamanan tersadar dan mengusir para penari keluar arena.
F.      Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia / Perjuangan Rakyat Semesta  ( PRRI-Permesta)
Pemberontakan PRRI/Permesta didahului dengan pembentukan dewan-dewan di beberapa daerah di Sumatera, antara lain Dewan Banteng di Sumatera Barat oleh Letkol Achmad Husein (20 Desember 1956) ; Dewan Gajah di Medan oleh Kolonel Maludin Simbolon (22 Desember 1956) dan Dewan Manguni di Manado oleh Letkol Ventje Sumuai (18 Februari 1957). Tanggal 10 Februari 1958 diresmikan organisasi yang berjulukan Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang diketuai oleh Letkol Achamad Husein.
Gerakan Husein ini risikonya mendirikan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) yang berkedudukan di Bukittinggi dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai pejabat presiden. Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) pada hari berikutnya mendukung dan bergabung dengan PRRI sehingga gerakan bersama itu disebut PRRI/Permesta. Permesta yang berpusat di Manado tokohnya yaitu Letkol Vantje Sumual, Mayor Gerungan, Mayor Runturambi, Letnan Kolonel D.J. Samba, dan Letkol Saleh Lahade.
Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta dijalankan operasi adonan yang terdiri atas komponen-bagian darat, maritim, udara, dan kepolisian. Serangkaian operasi yang dilakukan yaitu sebagai berikut :
1.      Operasi Tegas dengan sasaran Riau dipimpin oleh Letkol Kaharudin Nasution. Tujuan mengamankan instansi dan berhasil menguasai kota. Pekanbaru pada tanggal 12 Maret 1958.
2.      Operasi 17 Agustus dengan target Sumatera Barat dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani berhasil menguasai kota Padang pada tanggal 17 April 1958 dan menguasai Bukittinggi 21 Mei 1958.
3.      Operasi Saptamarga dengan sasaran Sumatera Utara dipimpin oleh Brigjen Jatikusumo.
4.      Operasi Sadar dengan target Sumatera Selatan dipimpin oleh Letkol Dr. Ibnu Sutowo.
5.      Sedangkan untuk menumpas pemberontakan Permesta dilancarkan operasi gabungan      dengan nama Merdeka di bawah pimpinan Letkol Rukminto Hendraningrat, yang terdiri dari:
a.       Operasi Saptamarga I dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Tengah, dipimpin oleh Letnan Kolonel Sumarsono.
b.      Operasi Saptamarga II dengan sasaran Sulawesi Utara bab Selatan, dipimpin oleh Letnan Kolonel Agus Prasmono.
c.       Operasi Saptamarga III dengan sasaran Kepulauan Sebelah Utara Manado, dipimpin oleh Letkol Magenda.
d.      Operasi Saptamarga IV dengan sasaran Sulawesi Utara, dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat


BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas mampu ditarik kesimpulan bahwa bentuk kebijakan politik pemerintahan ialah menanggulangi aneka macam bentuk pergolakan yang ada didaerah:
1.      Peristiwa pertentangan dan pergolakan yang berhubungan dengan ideologi.Termasuk dalam kategori ini yakni pemberontakan PKI Madiun, pemberontakan DI/TII dan kejadian G30S/PKI. Ideologi yang diusung oleh PKI tentu saja komunisme, sedangkan pemberontakan DI/TII berjalan dengan membawa ideologi agama.
Perlu dikenali bahwa menurut Herbert Feith, seorang akademisi Australia, ajaran politik besar yang terdapat di Indonesia pada era setelah kemerdekaan (khususnya dapat dilihat semenjak Pemilu 1955) terbagi dalam lima kelompok : nasionalisme radikal (diwakili antara lain oleh PNI), Islam (NU dan Masyumi), komunis (PKI), sosialisme demokrat (Partai Sosialis Indonesia/ PSI), dan tradisionalis Jawa (Partai Indonesia Raya/ PIR, kalangan teosofis/ kebatinan, dan birokrat pemerintah/pamongpraja). Pada kurun itu kalangan-kelompok tersebut nyatanya memang saling berkompetisi dengan mengusung ideologi masing-masing.
2.      Peristiwa pertentangan dan pergolakan yang berkait dengan kepentingan (vested interest).Termasuk dalam kategori ini ialah pemberontakan APRA, RMS dan Andi Aziz.Vested Interest merupakan kepentingan yang tertanam dengan besar lengan berkuasa pada suatu kalangan. Kelompok ini biasanya berupaya untuk mengatur suatu sistem sosial atau aktivitas untuk laba sendiri.
3.      Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkait dengan tata cara pemerintahan.Termasuk dalam klasifikasi ini ialah problem negara federal dan BFO (Bijeenkomst Federal Overleg), serta pemberontakan PRRI dan Permesta. Masalah yang bekerjasama dengan negara federal mulai timbul ketika berdasarkan persetujuanLinggajati, Indonesia disepakati akan berupa negara serikat/federal dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS).
B.     Saran
Hendaknya kita sebagai generasi muda bisa mengerti sejarah berkenaan dengan kebijakan politik pemerintahan dengan berbagai fakta atau sumber yang mencukupi supaya kita kian memahami bentuk usaha bangsa Indonesia dalam pergolakan yang terjadi.


DAFTAR PUSTAKA
https://www.slideshare.net/bpangisthu/sejarah-indonesia-kelas-xii-k13-buku-siswa