Building Learning Commitment (Blc)


BAB I
PENDAHULUAN
  
A. Latar Belakang
                Pendidikan dan pelatihan antara lain bertujuan untuk menawarkan wawasan, membiasakan bertingkah dan bersikap yang bagus dan benar. Proses pembelajaran akan berhasil dengan baik kalau tercipta suasana senang, segar tapi fokus (Fun, Fresh and Focus). Apalagi bahan yang diarahkan untuk pembentukan perilaku dan prilaku. Fun atau mengasyikkan, kalau pelaku pembelajaran merasa bangga, bebas berekspresi, rileks, mampu mengungkapkan usulan, tanpa ada perasaan stress dan merasa dihargai. Menyenangkan juga dalam arti merasa lepas, bebas dari tekanan baik fisik maupun non fisik kita.
              Peserta diklat sebaiknya menyiapkan fisik, mental, emosi selama aktivitas diklat ini berlangsung sehingga mampu mengikuti seluruh acara secara baik. Suasana penting yang perlu disiapkan yaitu kesanggupan berinteraksi dengan sesama teman akseptor, dengan panitia maupun dengan fasilitator. Untuk lebih berkemampuan berbagi peluangyang dimiliki dan memperlancar korelasi serta  berafiliasi dengan pihak-pihak dimana penerima mesti berafiliasi, akseptor perlu memahami siapa dirinya dan siapa orang lain. Bagaimana aturan main yang mesti dibarengi, bagaimana cara berhubungan yang saling menguntungkan, cara berprilaku dan bersikap biar peserta dapat mengikuti program dengan baik.
B.   Deskripsi Singkat
Mata Diklat Building Learning Commitment ini membicarakan ihwal mengenal diri dan orang lain,  Menjalin komunikasi yang harmonis, Membangun rasa kebersamaan, Membuat persetujuan pembelajaran dan melaksanakan komitmen berguru
C.  Manfaat Bahan Ajar bagi Peserta
      1. Peserta mampu saling yakin (trust), memiliki sikap terbuka dan menghargai keterbukaan (openness), rasa tanggung jawab (responsibility), dan merasa bahwa dirinya ialah bab dari lainnya (interdependency). Keberhasilan Building Learning Commitment akan mempengaruhi keberhasilan acara secara keseluruhan.  
       2.  Peserta mampu berinteraksi dengan sesama  peserta, peserta dengan panitia, akseptor dengan fasilitator  terbina dengan baik dan  semakin lancar, dekat,  serta saling mengerti sifat masing-masing, sehingga suasana diklat lebih aman.
       3. Peserta mampu lebih mengenal diri sendiri, mengenal diri orang lain dengan lebih baik, memiliki akad, memiliki kemampuan bagaimana bekerjasama dalam kalangan, jiwa kepemimpinan, terampil berkomunikasi, disiplin dan tanggung jawab, sehingga proses pembelajaran dalam diklat dapat berjalan efektif dan mengasyikkan bagi seluruh penerima diklat.
C.  Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pembelajaran peserta diharapkan mampu merumuskan janji belajar (Learning Commitment) yang disepakati dan dipatuhi bersama selama diklat berjalan.
D. Indikator Pencapaian
Setelah akhir pembelajaran akseptor dapat :
  1. Mengenal diri dan mengenal orang lain dengan lebih baik;
2.      Menjalin komunikasi yang serasi
3.      Membangun rasa kebersamaan
4.      Membuat kesepakatan pembelajaran dan melakukan komitmen mencar ilmu
E. Pokok Bahasan
1. Mengenal Diri Sendiri dan Orang Lain
2. Menjalin komunikasi yang harmonis
3. Membangun rasa kebersamaan
      4. Membuat persetujuan pembelajaran dan melakukan akad mencar ilmu
BAB II
BAHASAN BUILDING LEARNING COMMITMENT (BLC)
A.  Mengenal Diri Sendiri dan Orang Lain
               Dalam suatu golongan di mana anggotanya baru pertama kalinya bertemu dan belum saling mengenal satu sama lain, asumsi mereka akan terpusat pada pertanyaan-pertanyaan berikut. Siapakah orang lain di sini? Apakah mereka sanggup menerima amanah? Dari manakah mereka? Siapa namanya? Datang dari mana? Berapa umurnya? Dan berbagai pertanyaan akan berkecamuk dalam anggapan mereka. Proses ini biasanya menyerap tenaga akseptor yang mau berpengaruh dalam proses pembelajaran dan kerjasama diantara penerima.
Setiap kali kita berjumpa dengan orang yang baru kita kenal, maka kesan pertama kita akan orang tersebut banyak dipengaruhi oleh tampilan, cara dia mengatakan, tertawa, berpakaian dan sebagainya. Biasanya kesudahannya bisa kasatmata dan mampu negatif atas orang lain. Dan itu berpengaruh kepada sikap dan persepsi kita kepada yang bersangkutan. Oleh karena itu, diperlukan sementara waktu untuk menerangkan apakah kesan atau persepsi kita itu benar. Semakin baik akseptor saling mengenal, semakin kompak mereka dan semakin efektif proses koordinasi dan proses pembelajaran yang terjadi. Adapun langkah-langkah dalam membina kekompakan tersebut dan peserta siap untuk memulai proses pembelajaran, sebagai berikut:
      1.   Pencairan Kelas
Kegiatan permulaan yang perlu dijalankan yakni pencairan kelas atau “bina situasi”. Kegiatan dimaksudkan untuk merencanakan akseptor memulai pelajaran. Di sini dimaksudkan untuk mencairkan situasi semoga korelasi antar akseptor dan penerima fasilitator terbina dengan baik, sehingga siap untuk belajar. Dengan bina situasi ini dimaksudkan untuk menciptakan suasana kondusif dan penuh iktikad diantara penerima dan widyaiswara.
          Dengan merasa senang, bebas dari tekanan fisik maupun mental emosional, memungkinkan peserta belajar lebih efektif dan menyerap serta mengenang sejumlah besar materi dengan baik. Mengapa demikian? Karena dalam kondisi mirip ini, penerima bisa mempergunakan seluruh potensi otaknya. Kuncinya adalahnya membangun ikatan emosional dengan membuat kesenangan dalam belajar, menjalin kekerabatan dan menyingkirkan segala macam ancaman. Proses berguru dapat diumpamakan suatu mobil, akan dapat melaju dengan semua silinder, jikalau dimulai dari gigi pertama (menyingkirkan bahaya) dan berusaha masuk ke kondisi HOTS (Quantum Teaching, Bobby DePorter dkk). Higher Order Thinking Skills (HOTS) atau kemampuan Berfikir Orde Tinggi. Ini tidak akan mampu diraih dalam situasi sarat tekanan fisik dan emosional, karena saat otak menerima bahaya atau tekanan, kapasitas saraf untuk berfikir rasional mengecil. “Otak dibajak secara emosional” (Goleman, 1995) menjadi mode bertempur atau kabur dan beroperasi pada tingkat bertahan hidup. Oleh alasannya adalah itu, bina situasi atau pencairan kelas yakni sesuatu yang mutlak diharapkan semoga proses pembelajaran berlangsung secara efektif.
      2.   Mengenal Diri
           Pengenalan diri sendiri ialah sebuah langkah pertama untuk dapat menjadi individu yang sukses dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Individu yang sukses dalam berinteraksi dengan lingkungannya yaitu individu yang di butuhkan, diharapkan disenangi oleh lingkungan karena dapat memberi faedah dan arti konkret bagi mutu kehidupan alam semesta dan kualitas pribadinya.Usaha ini akan berhasil kalau perjuangan tersebut dilakukan dengan menggunakan akal sehatnya. Maka melalui penggunaan akal sehat individu insan dapat melaksanakan perjuangan pengenalan diri sendiri sehingga keberadaannya akan diterima baik oleh lingkungan. Penerimaan oleh lingkungan itu ialah salah satu keperluan utama insan selaku makhluk sosial. Dalam mengenal diri sendiri perlu direfleksikan kelebihan dan kelemahan masing-masing penerima. Kelebihan (potensi nyata) dan kekurangan (peluangnegatif) ini merupakan aset untuk pengembangan eksklusif.
Dengan mengetahui peluangyang kasatmata akan dikenali apa yang mesti dikembangkan atau dioptimalkan dan yang negatif akan dihilangkan atau paling tidak dikurangi. Dengan mengenal diri secara lebih baik, peserta mampu mengerti dengan terperinci apa faktor-aspek yang menunjang keberhasilan dan aspek-aspek yang menjadikan kegagalan yang pernah dialami. Dengan mengenal dirinya secara lebih baik, peserta mengenali apa yang ingin dicapai atau yang dicita-citakan, sehingga dapat menetapkan tujuan hidupnya secara lebih realistis. Penetapan tujuan ini akan mendorong atau memotivasi seseorang berbuat lebih baik lagi. Dengan jelasnya tujuan yang ingin dicapai seseorang akan jelas hendak melangkah ke mana. Mengenal diri sendiri juga mampu dilakukan dengan dengan teknik refleksi atau menggambar tampang diri sendiri dan menuliskan kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kelebihan yang dimiliki peserta mampu dianggap sebagai peluangyang dimiliki untuk mengembangkan diri. Sedangkan kekurangan yang dimiliki peserta diangga selaku aset yang harus diperbaiki sehingga dapat menunjang pengembangan diri.
      3.  Mengenal Orang Lain
           Kerjasama yang efektif dan kalangan yang sinergis akan terbentuk jikalau masing-masing anggota golongan saling mengenal dengan baik. Saling memahami apa kelebihan-keunggulan yang dimiliki dan apa kelemahan-kekurangan anggota kalangan. Kelompok ini akan sinergis, jika diantara masing-masing anggota golongan mampu mendapatkan anggota golongan yang lain dengan segala keunggulan dan  segala kekurangan serta kommit untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuan-kesanggupan yang ada. Kelompok akan efektif bahkan sinergis jikalau diantara masing-masing anggotanya ada saling mempercayai satu dengan yang lain (trust), mempunyai perilaku keterbukaan (opennes), mempunyai rasa tanggung jawab (responsibility) dan merasa bahwa dirinya bagian integrasi dari yang lainnya (interdependency). Ini akan mampu dicapai jikalau sesama anggota kelompok saling mengenal dengan baik. Oleh sebab itu, ada upaya yang perlu dilakukan untuk mengenal orang lain supaya kita bisa mengetahui orang lain dengan baik. Stephen R Covey dalam bukunya “The Seven Habbits of Highly Effective People” mengatakan bahwa “berusahalah memahami orang lain terlebih dahulu,   baru kita berharap kita bisa diketahui orang lain” Teknik mengenal orang lain dapat dijalankan dengan perkenalan antar sesama akseptor diklat dan pembauran antar sesama akseptor diklat melalui suatu diskusi dalam kalangan. Fasilitator mampu memberikan sebuah problem untuk didiskusikan dalam kelompoknya. Hasil diskusi ini wajib dipresentasikan oleh perwakilan dari masing-masing kelompok dan kalangan lain wajib memperlihatkan jawaban. Diskusi yang terjadi menunjukkan peluang kepada akseptor diklat untuk berargumen sehingga dapat diketahui sifat-sifat penerima diklat. Pengenalan orang lain dibutuhkan biar individu mampu beradaptasi dengan orang lain tersebut sehingga dapat memajukan mutu indifidu dan kelompok
B.  Komunikasi yang Harmonis
      1.      Komunikasi
Komunikasi diambil dari bahasa latin communicatio, yang bersumber dari perumpamaan ”communis” yang memiliki arti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Dalam kehidupan sehari-hari selain menjadi makhluk individu, manusia juga selaku makhluk sosial yang sungguh membutuhkan interaksi dengan orang lain. Dari interaksi itulah terjadi komunikasi untuk memberikan pesan, saling bertukar berita dengan orang lain untuk tujuan tertentu.
Theodore M. Newcomb,  “Setiap langkah-langkah komunikasi dipandang selaku suatu transmisi berita,terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber terhadap penerima”
Beberapa komponen yang ada untuk membangun suatu komunikasi
·            Sumber – Yaitu pembuat informasi atau pengirim gosip. Pada komunikasi antar manusia, sumber komunikasi mampu dari satu orang atau dari beberapa orang (kalangan) contohnya suatu organisasi atau forum. Sumber komunikasi disebut juga komunikator.
·            Penerima – pihak yang menjadi tujuan untuk dikirimi pesan oleh sumber (komunikator). Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih. Penerima disebut juga komunikan.
·            Pesan – ialah isu yang disampaikan oleh pengantarpesan kepada akseptor (komunikan). Pesan tersebut bisa disampaikan dengan bertatap wajah (langsung) atau lewat media komunikasi (tidak pribadi).
·            Media – alat yang dipakai dalam berkomunikasi untuk memindahkan pesan (berita) dari sumber kepada peserta
·            Efek – Pengaruh yang dipikirkan dan dirasakan oleh peserta sebelum dan setelah mendapatkan pesan. Yang kemudian akan mempengaruhi sikap seseorang dalam menelaah pesan.
·            Umpan Balik – sebuah bentuk jawaban balik dari akseptor setelah mendapatkan pesan yang diterima.
           2.      Komunikasi Harmonis
Salah satu rahasia terciptanya situasi pembelajaran yang menyenangkan ialah menciptakan komunikasi dengan mau menerima umpan balik antar peserta diklat. Fasilitator mesti mau mendengarkan dan membuatkan pengalaman dengan peserta diklat sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Permasalahan dalam pembelajaran mesti didiskusikan dalam pembelajaran mesti didiskusikan dengan komunikasi yang efektif sehingga pesan yang dimaksud oleh pengirim dapat diterima dengan baik oleh penerima. Komunikasi yang efektif ialah permulaan terciptanya komunikasi yang serasi, alasannya adalah masing-masing anggota yang ingin memberikan pesannya dapat diterima dengan baik oleh penerima yang lain dengan tidak mengindahkan norma-norma kesopanan dalam berkomunikasi.
Komunikasi yang harmonis adalah komunikasi yang tetap memperhatikan norma-norma kesopanan yang sehingga tidak menyebabkan kesalahpahaman diatara peserta serta mampu membuat suasana pembelajaran yang harmonis.
Ada kemungkinan, bentuk komunikasi yang dikembangkan selama ini yaitu komunikasi searah, yaitu fasilitator menyampaikan pesan kepada akseptor diklat. Sementara penerima diklat menerima mentah-mentah tanpa kesempatan untuk berdialog dengan sesama akseptor diklat. Cara komunikasi jenis ini memang lebih cepat dan efisien, tetapi tidak intens. Komunikasi searah sangat berlawanan dengan komunikasi dua arah. Pada tipe ini pengirim pesan menerima umpan balik dari penerima pesan, sehingga masing-masing pihak menjadi objek obrolan. Adanya jawaban dari musuh bicara, komunikasi menjadi pelan, namun jauh lebih bermutu. Tapi akhirnya, akan terbina perilaku saling percaya, dikala masing-masing anggota pendapat penerima diklat didengarkan dan diperhatikan.
Bila diumpamakan, hubungan sesama akseptor diklat tercermin pada diskusi golongan yang menunjukkan kesempatan terhadap peserta diklat untuk saling mengeluarkan pendapat. Ketika terjadi tubruk argumen dan situasi memanas penerima diklat semestinya mampu saling mengontrol diri dan tetap fokus pada tujuan bersama. Ketika berargumen tiap-tiap penerima diklat seharusnya menyampaikannya dengan kalimat yang terang sehingga pesannya dapat ditermia dengan baik oleh akseptor yang lain, dan tidak terjadi penafsiran yang salah. Sanggahan ataupun perbedaan pendapat yang disampaikan juga harus menggunakan kata-kata yang sopan dan disokong oleh alasan yang kuat dan logis sehingga memberikan peluang untuk lebih diterima oleh akseptor diklat yang lain. Sanggahan yang diberikan juga mesti disampaikan dengan sopan dengan tidak menyinggung perasaan penerima diklat lainnya. Jika usulan penerima kurang besar lengan berkuasa dan logis maka sebaiknya mereka dapat mendapatkan pendapat penerima diklat lainnya dan mengingat tujuan bareng Mereka harus saling mengisi dan menyebarkan. Dalam praktiknya, komunikasi dua arah bisa berlangsung dengan beberapa prasyarat. Misalnya saja, masing-masing pihak harus mampu mengontrol emosi. Emosi yang berlebihan dalam bentuk cemas, kesedihan, kebencian, dsb. justru menghalangi penyampaian pesan. Terlalu melibatkan perasaan juga menciptakan orang tidak mampu melihat dilema secara rasional. Ini pasti akan menyulitkan pemecahan masalah. Komunikasi dua arah juga mensyaratkan adanya keterbukaan kedua belah pihak, peserta dengan penerima lainnya dan peserta dengan fasilitator. Namun, sering ditemui peserta kurang terbuka dengan penerima lainnya serta fasilitator. Alasan peserta umumnya takut jikalau akseptor yang lain tersinggung sebab perbedaan usulan atau takut disalahkan fasiltator di depan peserta lainnya jika pendapatnya berlainan dengan fasilitator.
 Hubungan antar akseptor diklat mensyaratkan konsistensi langkah-langkah, ucapan, maupun sikap. Bila hal ini tidak dipegang, mampu saja komunikasi menjadi terhambat dengan munculnya sikap saling curiga. Ketidakharmonisan komunikasi itu pastinya tidak bisa dibebankan begitu saja terhadap penerima diklat atau fasilitator. Akan namun yang perlu dilakukan yaitu mendorong agar akseptor diklat kian lama semakin berani mengungkapkan perasaan dan persoalannya. Caranya, mampu dimulai dengan membiarkan akseptor diklat  mengungkapkan pandangannya secara bebas. Peserta diklat juga jangan dikritik di saat mengutarakan permasalahannya. Bahkan semestinya fasilitator dan akseptor diklat yang yang lain berempati dan berusaha mencicipi apa yang diungkapkan. Dengan aneka macam langkah itu diperlukan, kekerabatan akan menjadi lebih mesra dan serasi.
C.  Rasa Kebersamaan
Sebagai sebuah proses, BLC dapat digunakan sebagai perjuangan agar setiap individu dalam kelas ikut serta aktif. Jadi intinya BLC merupakan sistem dan proses yang bertujuan meningkatkan nilai koordinasi golongan, dimana antar anggotanya saling berinteraksi sehingga muncul dampak tingkah laris secara timbal balik, baik antara individu yang satu kepada individu yang lain atau antara individu dengan kelompok secara keseluruhan. BLC dipandang selaku salah satu teknis bekerjasama antara insan dengan maksud agar mutu relasi individu dalam kelompok tersebut mampu mengarah terhadap pergeseran tingkah laku yang kasatmata lewat pendekatan andragogi di mana akseptor yang lebih ikut serta aktif dalam program pembelajaran.
    Belajar terbaik bagi orang cukup umur yakni belajar lewat pengalaman (Exsperiencing). Belajar lewat pengalaman mempunyai arti mencar ilmu berhadapan eksklusif dengan masalah simpel, persoalan social yang nyata, dan berusaha untuk memecahkannya. Melalui pengalaman dan diskusi secara bersama-sama akan menumbuhkan kebersamaan alasannya adalah sesama peserta diklat yang ada dalam satu tim mempunyai tujuan yang sama yakni menuntaskan urusan yang diberikan oleh fasilitator.
                 Permasalahan yang dihadapi dalam sebuah pembelajaran akan menjadikan tekanan-tekanan. Jika tekanan krisis ini tidak dikerjakan dengan baik, maka dapat mengganggu keselarasan tim dalam pembelajaran. Berikut ini ialah beberapa tips yang mampu dilaksanakan untuk membuat kebersamaan tim di tengah tekanan atau urusan.
      1.   Diskusi Rutin
Diskusi berkala dengan tim menjadi suatu kebutuhan yang penting, sebab selain membangun komunikasi dan kebersamaan tim, juga membantu memajukan kinerja tim. Dalam kondisi seperti ini, pemimpin juga mampu mengajak peserta diklat yang lain mengambil keputusan secara tolong-menolong sesuai peran yang diberikan oleh fasilitator.
       2.   Team Bulding/Gathering
Pertemuan informal dalam bentuk team building/gathering ataupun outbound akan bisa mempertemukan masing-masing akseptor diklat dalam kondisi yang lebih santai dan terlepas dari pekerjaan. Gathering akan membantu tim untuk lebih s saling mengetahui kepribadian satu sama lain. Hubungan yang bersahabat dengan rekan kerja juga akan memungkinkan mereka untuk sharing duduk perkara, sehingga bisa saling membantu dan merenggangkan beban satu sama lainnya.
     3.    Sikap Positif
Pemimpin diskusi harus menjadi role versi dalam kelompok. Oleh karena itu, pemimpin diskusi yang perlu untuk mempelopori sikap konkret dalam segala hal. Ketika seluruh peserta diklat mencicipi penurunan semangat ataupun pesimis dikala tidak dapat menyelesaiakan urusan yang diberikan oleh fasilitator, maka pemimpin diskusi perlu memberikan dorongan sikap nyata.  Dorongan perilaku faktual juga harus dimiliki oleh peserta diklat yang lainnya sehingga sesama penerima diklat saling mengingatkan dan berusaha meraih tujuan bersama
     4. Komunikasi
Komunikasi ialah kunci yang menunjang keserasian tim. Melalui komunikasi yang bagus, maka pemimpin tim akan memahami seluk-beluk tim, mulai dari kekuatan, tantangan, sampai problem-duduk perkara yang menimpa anggota tim. Bangun komunikasi yang terbuka, sehingga anggota tim tidak sungkan dalam mengemukakan pendapatnya.
  
 D.  Kontrak Pembelajaran dan Komitmen Belajar
Kontrak pembelajaran adalah produk yang disepakati untuk dihasilkan diakhir acara pembelajaran materi diklat BLC. Kontrak pembelajaran yang dihasilkan mampu tercermin dalam norma-norma pembelajaran yang terbentuk.
            1.      Norma
Norma-norma yang terbentuk selama aktivitas pembelajaran merupakan komitmen mencar ilmu yang harus dipatuhi oleh semua akseptor diklat selama aktivitas pembelajaran berjalan yang di dalamnya mengandung aturan-hukum yang ialah sebuah akad.  Norma ini merupakan cara menyaksikan atau menatap sesuatu yang dimiliki oleh suatu kelompok, berupa sikap, nilai ataupun aturan permainan bersama (adam T. Indrawijaya, 1986). Norma yang telah disetujui bareng atau kalangan tersebut selanjutnya meningkat secara sedikit demi sedikit dalam rangka menertibkan sikap kasatmata para anggotanya. Norma kelompok diperlukan biar mampu menunjukkan arah dan isi perihal bagaimana anggota kalangan berinteraksi dan berprilaku. Norma golongan tercipta alasannya adalah adanya tujuan kalangan.
 Norma kelompok dapat dirumuskan atau dinyatakan dalam berbagai bentuk. Pada golongan yang relative tidak terlalu formal, mungkin norma kalangan dinyatakan dalam bentuk consensus tak tertulis. Dalam kelompok formal mampu berbentukperaturan, fatwa pelaksanaan, anggaran dasar dan budget rumah tangga, dsb. Norma golongan selalu ada apapun bentuknya, alasannya adalah norma golongan dimaksudkan agar mampu menghipnotis perilaku anggotanya. Perilaku anggota kalangan yang mengacu pada norma kelompok, dikenal sebagai perilaku normatif. Tetapi, dalam realita, tidak semua anggota kalangan berperilaku normatif.
   Hasil penelitian para andal memperlihatkan perihal kaitan antara norma golongan dengan penyesuaian perilaku, selaku berikut : “penyesuaian sikap atau konformitas, yakni sebuah penyesuaian sikap anggota sejalan dengan norma kalangan.
   Modifikasi sikap ini mampu saja terjadi secara lahiriah saja (kompliansi) atau terjadi alasannya diterima dengan separuh, artinya baik lahiriah maupun batiniah (akseptasi)”
    Selanjutnya Stanley E Seashore mengemukakan bahwa tingkat keeratan hubungan dalam sebuah kalangan menentukan norma kalangan perihal tingkat prestasi seseorang atau kelompok. Hasil Penelitian seashore sampai terhadap kesimpulan bahwa terdapat relasi antara tingkat keeratan relasi dengan tingkat-tingkat kepuasan anggota golongan.
            2.      Komitmen Belajar
Komitmen (commitment) atau keikatan yakni janji atau kemampuan yang niscaya untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Kelas dalam suatu diklat dapat dianggap selaku kalangan sosial yang mempunyai batas-batas atau aturan yang perlu ditaati oleh semua anggota yang tergabung didalamnya, biar tujuan pembelajaran, yang ialah kepentingan bareng tercapai dengan sebaik-baiknya dan berkualitas. Di dalamnya ada norma yang mengandung nilai. Sesuatu yang dilarang norma mempunyai arti mengandung nilai jelek bagi kalangan. Yang di haruskan dan dituntut untuk ditaati dan dijalankan, mengandung nilai baik. Norma ialah hukum main yang perlu di taati, dan semua anggota kalangan harus komit kepada norma yang disepakati bareng .
Pembinaan komitmen mencar ilmu (Building Learning Commitment) berperan untuk mencairkan situasi yang kaku alasannya adalah antar akseptor diklat belum saling mengenal, menyiapkan mereka biar dapat berkomunikasi, dan bertukar pengalaman secara terbuka, menciptakan situasi belajar yang menyenangkan dan mengasyikkan, menetapkan nilai belajar yang disepakati bersama, membina kalangan yang berfungsi efektif sinergis, dan bertekad untuk mensukseskan proses pembelajaran yang bermutu. Hal ini akan tercapai apabila antar akseptor diklat sudah tumbuh perasaan saling mempercayai, adanya sikap keterbukaan, bertanggung jawab, dan tumbuh rasa saling ketergantungan antara yang satu dengan yang lainnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, banyak dikembangkan beberapa instrument yang mampu menolong seseorang mengetahui diri sendiri, dari berbagai faktor potensi. Disamping dengan perjuangan pengisian kuisioner, perjuangan pengenalan diri juga dapat dijalankan lewat acara perenungan atau intropeksi atau bias juga lewat masukan/usulan dari orang lain yang dianggap cukup mengenal diri sendiri.
Antar individu akan terjadi rekatan (komitmen) bila setiap orang mampu mengenal dirinya sendiri dan mengenal orang lain (sahabat satu kelasnya) dengan baik. Salah satu alat yang umum digunakan adalah dengan memakai simulasi coat of arms. Dengan saling mengenal kekuatan dan kekurangan diri setiap orang akan bisa berkomunikasi dengan baik dan proposional, dan akan mampu bekerjasama dengan tim yang solid.
BAB III
PENUTUP
A.       Simpulan
            Building Learning Commitment mempersiapkan akseptor diklat agar dapat saling mempercayai (trust), memilki sikap keterbukaan (openness), mempunyai rasa tanggung jawab (responsibility), dan merasa bahwa dirinya merupakan bab integral dari yang lain (interdepedency). Dengan keempat sikap tersebut diharapkan peserta memiliki tingkat kesiapan yang cukup untuk mengikuti proses pembelajaran selanjutnya. Oleh alasannya itu lazimnya Building Learning Commitment ini diberikan pada permulaan mengikuti Diklat, sebagai proses pencairan suasana semoga tercipta keadaan kesiapan peserta.
Komitmen belajar disepakati bareng dan dipatuhi dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Dengan mengenal diri sendiri dan mengenal orang lain, diperlukan penerima mampu menempatkan diri yang meyesuaikan dengan suasana dan kondisi pembelajaran selama diklat berjalan
B.           Saran
Denngan diberikannya Building Learning Commitment hendaknya tidak cuma dipraktekkan pada saat training saja, tetapi hendaknya juga dilaksanakan dalam kehidupan sehari- hari pasca diklat.
DAFTAR PUSTAKA
Augus Helen, 1996 Kiat Memimpin Lokakarya, Seminar dan Pelatihan, Gagasan Informasi, Ilham,  Arcan,
DePoter Bobbi & Mike Hernacki, 1999 Quantum Learning, Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Terjemahan : Alawiyah Abdurrahman, Jakarta, KAIFA,
Elis, Steven K, 1998 How to Strive Training Assigment, Reading Massachussetts;
Addison Wesley Publishing Company, Inc,
Poni, Tonny, 1991 Developing Effective Training Skills, London : Mac Graw Hill Book Company
Ramli, Haris. Dr., MSc, 2005 Dinamika Kelompok, Jakarta: Pusdiklat Departemen Agama
Ramli, Haris. Dr., MSc, , 2006 H. M. Azam Romly, Drs., Building Learning Commitment (BLC),  Jakarta: Pusdiklat Departemen Agama
Sri Martini, Dra., MPA, Sumarno, Drs. 2002 Dinamika Kelompok, Jakarta, Lembaga administrasi Negara RI