3 Cara Shalat Witir

Shalat witir lazimnya dijalankan dengan tiga rakaat, walaupun bekerjsama boleh dijalankan hanya dengan satu rakaat saja. Namun memang kurang umum bila shalat witir dilakukan cuma dengan satu rakaat saja.

Adapun witir dengan tiga rakaat memang ada banyak variasinya di kelompok para ulama. Setidaknya kita kenal ada tiga cara. Dan yang Anda saksikan itu memang salah satu tiga cara, tepatnya mazhab Al-Hanafiyah. Saudara-saudara kita di Asia Selatan mirip Pakistan dan India memang rata-rata bermazhab Al-Hanafiyah.

1. Cara Pertama

Shalat witir dilakukan dua rakaat terlebih dulu lalu disudahi dulu dengan salam, kemudian dilakukan satu rakaat lagi, sehingga menjadi tiga rakaat dengan dua salam. Cara ini oleh para ulama sering disebut dengan istilah fashl (dipisahkan).

Cara ini yakni pertimbangan nyaris semua mazhab kecuali mazhab Al-Hanafiyah. Bahkan mazhab Al-Malikiyah memakruhkan shalat witir kecuali dengan tata cara seperti ini, kecuali jikalau seseorang terpaksa alasannya adalah dia menjadi makmum.

Dalil atas cara mirip ini yaitu hadits nabawi berikut ini :

عَنِ ابْنِ عُمَرَ  أَنَّهُ قَال : كَانَ النَّبِيُّ  يَفْصِل بَيْنَ الشَّفْعِ وَالْوِتْرِ بِتَسْلِيمَةٍ

Dari Ibnu Umar radhiyallahuanhu berkata bahwa Nabi SAW memisahkan antara rakaat yang genap dengan rakaat yang ganjil dengan salam. (HR. Ahmad)

أَنَّ ابْنَ عُمَرَ  كَانَ يُسَلِّمُ مِنَ الرَّكْعَتَيْنِ حَتَّى يَأْمُرَ بِبَعْضِ حَاجَتِهِ

Bahwa Ibnu Umar radhiyallahuanhu mengucapkan salam di antara dua rakaat, sehingga dia menyuruh beberapa kebutuhannya.

Asy-Syafi’iyah menyebutkan bahwa dikala shalat witir dikerjakan dua rakaat terlebih dahulu dengan salam, maka dari sisi niatnya haruslah disebutkan sebagai niat shalat sunnah dari witir (سنة الوتر) atau muqaddimah witir (مقدمة الوتر).

  Puisi Khilaf - Oleh Sukma Taufik

2. Cara Kedua

Shalat witir dilakukan pribadi tiga rakaat dengan satu salam, tanpa diselingi dengan salam di rakaat kedua. Cara ini disebut dengan washl (bersambung).

Cara ini didasarkan dari hadits berikut :

كَانَ وتِرُ بِخَمْسٍ لاَ يَجْلِسُ إِلاَّ فِي آخِرِهَا

Rasulullah SAW pernah shalat witir dengan lima rakaat tanpa duduk tahiyat kecuali di bab simpulan. (HR. Muslim)

Mazhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah mengijinkan cara mirip ini, tetapi mazhab Al-Malikiyah memakruhkannya.

3. Cara Ketiga

Shalat witir dijalankan eksklusif tiga rakaat dengan satu salam, namun di rakaat kedua duduk sejenak untuk melaksanakan duduk tasyahhud permulaan dan membaca doanya.

Cara seperti ini hampir mirip dengan shalat Maghrib, kecuali bedanya dikala di dalam rakaat ketiga tetap disunnahkan untuk membaca ayat Al-Quran setelah membaca surat Al-Fatihah.

Dasar dari pertimbangan ini yaitu perkataan Abu Al-‘Aliyah :

عَلَّمَنَا أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ  أَنَّ الْوِتْرَ مِثْل صَلاَةِ الْمَغْرِبِ فَهَذَا وِتْرُ اللَّيْل وَهَذَا وِتْرُ النَّهَارِ

Para shahabat Nabi SAW mengajari kami bahwa shalat witir itu serupa dengan shalat Maghrib. Yang ini (shalat witir) ialah shalat witir malam dan yang itu (shalat Maghrib) yaitu shalat witir siang.

Cara shalat witir mirip ini ialah yang menjadi usulan dari mazhab Al-Hanafiyah.

Namun mazhab Asy-Syafi’iyah menyampaikan cara ini boleh saja dikerjakan tetapi dengan karahah (kurang diminati). Karena menurut mazhab ini menyamakan shalat witir dengan shalat Maghrib hukumnya makruh.

Mahab Al-Hanabilah tidak mengijinkan cara ini tanpa karahah, tetapi Al-Qadhi Abu Ya’la yang juga ulama dari kelompok mazhab ini melarang shalat witir dengan cara mirip ini. Sedangkan Ibnu Taymiyah yang juga berlatar mazhab Al-Hanabilah memberikan pilihan antara fashl dengan washl.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA