Menangis Alasannya Adalah Shalat

Kisah Penuh Hikmah : Menangis Karena Shalat
Ada spesialis ibadah berjulukan Isam bin Yusuf. Isam mempunyai akidah yang mantap. AKhlak karimah ialah aksesorinya. Dalam kesehariannya, ia bersikap zuhud, wara’, dan senantiasa berusaha untuk menunaikan shalat se khusu mungkin.
meskipun begitu, hati Isam tidak pernah terlepas dari perasaan cemas. Dia khawatir adab dan ibadahnya itu tidak bernilai apa-apa di hadapan Allah. Oleh sebab itu, isam ingin mengetahui kekurangan yang ada pada dirinya. Tujuannya sudah tentu menghendaki memperbaiki mutu adat dan ibadahnya. Untuk itu, isam selalu bertanya terhadap orang yang dalam pandangannya lebih unggul, baik dalam hal doktrin, akhlak, maupun ibadah.
Suatu hari, Isam menghadiri suatu majelis taklim yang diisi oleh Hatim Al Asam. Kesempatan ini senantiasa dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Kali ini, isam mengajukan pertanyaan wacana kekhusuan shalat. 
“Kalau boleh tahu, bagaimana Anda mendirikan shalat?”
“Ketika waktu shalat datang, saya berwudhu, baik lahir maupin batin.”
“Apa maksud Syeikh, berwudhu batin?”
“Berwudhu lahir itu telah biasa. Setiap muslim tahu cara membasuh anggota tubuh saat wudhu. Wudhu batin artinya membasuh diri dengan tujuh masalah, ialah bertobat, meratapi dosa, tidak tergila-aneh dengan dunia, menepis keinginan untuk mendapatkan pujian manusia, menjauhi hidup bermegah-megahan, meninggalkan sifat khianat, dan menanggalkan sifat dengki.”
“Setelah itu, apa yang syaikh kerjakan?”
“Saya berangkat ke Masjid, lalu menghadap kiblat. Saya bangun dengan sarat kewaspadaan. Saya membayangkan Allah ada dihadapan saya, surga disebelah kanan, neraka di sebelah kiri, dan malaikat ajal di belakang. Saya juga membayangkan seakan-akan bangkit di atas Shirat. Hal yang penting, sya senantiasa menilai setiap kali shalat sebagai shalat terakhir. Kemudian, sya membaca takbiratul ihram dengan sebaik-baiknya. Setiap bacaan shalat, saya ketahui dengan baik. Saat ruku dan sujud, aku bersikap tawadhu. Memasuki tasyahud, hati aku sarat dengan pengharapan. Terakhir, saya mengucapkan salam dengan ikhlas. Selama 30 tahun, saya mendirikan shalat mirip itu.”
Setelah mendengar pemaparan tersebut, Isam menangis sejadi-risikonya . Ternyata, shalat yang dikerjakan selama ini belum ada apa-apanya dibandingkan shalat Syaikh Hatim. Besok dan seterusnya, aku mesti shalat lebih baik lagi gumamnya dalam hati. 
Sumber : Buku “Like Father Like Son” Penulis Mohamad Zaka Al Farisi